“Akhirnya ini video terakhir dari kontrak brand Emcaya!” Zindy nampak antusias sore itu.
Kalib menghela napas panjang. Dia seperti mengatakan perasaan lega secara tak langsung. Zindy menyadari hal itu.
“Kenapa Bang?” Mata Zindy fokus menatap Kalib.
“Ini sama saja proyek pertamaku handle brand besar. Sebenarnya takut juga nggak sesuai ekspektasi. Tapi sejauh ini aman. Menguji kemampuanku sebagai editor dan kameramen otw profesional!” Kalib tersenyum.
“Dari dulu perasaan otw profesional terus. Profesionalnya kapan?” Celetuk Zindy, dia sedang bersiap dengan make up tipis untuk take video produk blush on.
“Nanti. Aku bakal ikut uji kompetensi keahlian. Kalo udah lulus itu, aku merasa diriku benar-benar profesional.” Tangan Kalib sibuk menempatkan ring lights dan mengatur tripod agar mendapat angle yang bagus.
“Kayaknya besok aku harus kasih hadiah ke Rara deh. Dia yang kasih pinjam aku uang buat jualan. Dia juga yang ngasih bando sama pita fragile ini. Kualitasnya bagus. Nggak gampang meleyot.” Kepala Zindy sudah memakai bando unik itu.
“Kakak!” Terdengar suara Zean. Dia datang bersama dua orang pria yang nampak asing.
“Zean!” Panggil Zindy. “Kamu habis ngapain? Nggak nakal kan?” Dia khawatir jika adiknua melakukan hal yang aneh-aneh.
“Nggak, Kak. Aku ketemu om dan tante ini waktu main di warung kopi Pak Didin. Katanya mereka mencari Ibu. Mereka juga nyebut namaku sama nama kakak.” Zean menjelaskan hal itu dengan wajah bingung. “Mereka siapa? Aku nggak kenal.”
“Maaf, Bapak dan Ibu siapa?” Zindy ikut bingung.
“Kamu benar Zindy?” Ujar wanita yang memakai kemeja pink itu.
“Iya, nama saya Zindy. Kalian siapa? Mengapa mencari Ibu saya?” Jantung Zindy sudah berdetak kencang. Dia takut orang yang paling disayanginya terkena masalah.
“Akhirnya aku menemukanmu, Nak!” Wanita itu menangis.
“Jangan menangis, Bella. Kau membuat anak-anak ini tambah bingung, Istriku.” Pria yang datang bersama wanita itu mencoba menenangkan.
“Aku … aku senang bisa ketemu ponakanku, Mas….” Celetuk wanita itu.
“Hah? Keponakan?” Zindy tambah terkejut. “Apa maksud Om dan Tante? Saya tidak paham.” Zindy semakin bingung.
“Kita belum pernah bertemu, Nak. Karena Om dan Tante tinggal di luar negeri. Tapi, karena hal ini, kami harus pulang dan mencarimu.” Ujar Tante Bella sambil menangis.
“Ada apa ini?” Ibu keluar karena mendengar keributan.
“Bu, mereka bilang tante dan pamanku. Aku nggak kenal mereka. Aku belum pernah bertemu mereka.” Zindy mengadu kepada Ibu.
“Kalian siapa? Jika kalian berniat jahat kepada keluargaku, maka saya akan melawan!” Ancam Ibu. Dia memindahkan Zindy dan Zean ke belakang punggungnya.
“Kamu ibu dari anak-anak ini?” Tante Bella semakin terharu.
“Iya, aku Ibu mereka berdua. Kalian mau apa? Jangan membuat anak-anakku bingung!” Ibu semakin galak.
“Aku Bella, adik kandung Mas Zein!” Ujar Tante Bella. “Lihat, ini foto pernikahan kalian kan?” Dia menemukan sebuah foto dari dalam tas selempangnya.
“Zein? Ayah!” Celetuk Zindy. “Bagaimana kau kenal ayahku? Dimana dia sekarang?” Rasa rindu dan ingin tahu itu membuncah jadi satu. Zindy tak bisa membendung lagi ketika nama itu disebut. Nama yang sudah bertahun-tahun tak ada kabar. Nama yang setiap malam dia rindukan di dalam mimpinya.
“Kau kenal suamiku?” Ibu tak bisa menahan air matanya. “Dimana dia? Aku disini terus mempertanyakan kehadirannya bersama anak-anak! Apa dia tak rindu pada putri dan juga putranua?”
“Kakakku ingin bersama kalian tapi tidak bisa….” Tante Bella kembali menangis.
“Mengapa tak bisa? Apa Ayah sudah lupa aku? Dia pergi begitu saja malam itu!” Zindy ingin jawaban pasti.
“Dia selalu sayang kalian tapi keadaan tak bisa begitu. Ayahmu tak pernah membenci dab meninggalkanmu, Nak….” Ujar Om Andre.
“Kenapa terus berputar-putar! Aku ingin jawaban pasti! Dimana Ayahku? Katakan saja dia ada dimana!” Zindy tak bisa lagi menahan air matanya.
Ayah. Kenapa kau tak muncul saja di hadapanku langsung? Apa salahku Ayah? Apa kau benar-benar membenciku, sehingga tak mau menemuiku secara langsung? Aku rindu Ayah. Aku hanya ingin bertemu walau sejenak. Menang ada rasa marah tapi aku tetap rindu. Putrimu ini rindu, Ayah. Zindy rindu.
“Tolong katakan dimana Ayahku!” Teriak Zean. Dia tak kalah histeris. “Apa Ayah benci aku? Ayah tak sayang Zean?”
“Ayahmu selalu sayang Zean. Ayah tak pernah benci Zean. Dia ingin hadir tapi tak bisa.” Tante Bella berusaha menenangkan.
“Lalu dimana dia sekarang? Apa dia tak ingin memberikan penjelasan kepadaku dan juga anak-anaknya? Katakan saja dimana dia!” Desak Ibu.
“Kakakku sudah pergi…..” Tante Bella menangis kembali.
“Pergi kemana?” Teriak Zean.
“Kak Zein sudah meninggal dunia….” Ujar Tante Bella.
“HAH? AYAH SUDAH MENINGGAL?” Kepala Zindy seolah sangat berat. Tiba-tiba saja dunia seolah gelap. Tubuhnya tak kuasa menopang tubuhnya.
“Zindy!” Teriak Ibu. Tubuh Zindy roboh.