Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

“Untung belum hujan!” Zindy menatap ke arah luar warung bakso itu. 

“Hujan-hujan gini enaknya makan yang hangat-hangat.” Kalib menatap ke arah dua porsi bakso yang dihidangkan oleh Ibu pemilik warung.

“Ini pesanannya, Mas, Mbak. Untung tadi kalian udah sampe sini. Hujannya deras, lho ini. Habis malam mingguan ya?” Celetuk Ibu itu. 

Zindy refleks tersendak. Rasanya sedotan di mulutnya akan masuk ke tenggorokan. Kalib juga turut tersendak. Dia tersendak bakso urat kecil yang baru saja masuk ke mulutnya. 

“Habis pulang nonton itu, Bu, pertandingan basket.” Sahut Zindy netral.

“Oh, iya. Emang dari kemarin banyak yang nonton di sana. Emang baru musim. Udah, silahkan dimakan.” Ibu itu berlalu pergi. 

Suasana jadi kikuk. Kalib dan Zindy tak berani menatap satu sama lain. Kalib menuang saos dan kecap ke dalam mangkok baksonya. Zindy sebaliknya. Dia hanya menikmati bakso secara original. 

“Kamu nggak suka makan pake saos dan kecap?” Kalib mengaduk kuah di mangkoknya. 

“Aku tim original. Anak asam lambung dilarang makan yang aneh-aneh. Makan bakso di tengah hujan begini emang nikmat!” Zindy menyesap kuah itu. 

“Aku udah lama nggak makan bakso kayak gini. Ibuku sibuk kerja. Jarang ada waktu buatku. Beliau lembur dan melakukan pekerjaan apa saja agar semua kebutuhanku tercukupi. Mulai jadi buruh pabrik, tukang cuci, sampai tukang jahit baju. Ibu ingin aku bisa kuliah biar bisa jadi pegawai negeri.”

“Orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik buat anaknya. Abang hebat udah mencoba mandiri. Yutub-mu udah di-monetisasi?” Zindy penasaran. 

“Belum, masih cari subscriber. Belum terlalu besar. Tapi dari situ ada peluang buka jasa desain dan edit video atau foto. Mimpi itu gratis tapi siapa yang berani berjuang itu tak semua orang bisa melakukannya.” Kalib menikmati es jeruk di gelasnya.

“Abang pengen kuliah jurusan apa? Apa mau langsung kerja?” 

“Aku mau kerja sambil kuliah. Mau ambil manajemen yang katanya sih kalo ada pembukaan pegawai negeri banyak yang butuhin.” Kalib memotong bakso itu dengan sendok dan garpu.

“Aku pengen jadi pegawai BUMN. Katanya gajinya besar. Pengen kerja di gedung tinggi, pake lanyard terus dandan cantik. Tapi harus kuliah dulu. Mungkin bisa ya aku kerja sambil kuliah dulu seperti Abang. Biar nggak merepotkan Ibu juga.” Zindy berasa mendapat pandangan baru.

“Merencanakan masa depan boleh saja, tapi jangan lupa jalani masa kini juga. Siapa tahu kamu bisa dapat beasiswa kuliah full. Oh ya, brand yang tadi udah balas belum?” Kalib penasaran. 

“Oh, ya. Gara-gara hujan jadi lupa.” Zindh membuka akun Toktok-nya. “Mereka balas!” Mata Zindy berbinar. 

“Coba kulihat. Masih wajar sih syaratnya. Bikin video review produk. Format bebas, bisa unboxing, tutorial, rekomendasi lucu. Durasi pendek 15-60 detik. Nggak terlalu susah coba aja dulu. Nanti aku bantu. Bisa aku masukin juga ke akun Yutub-ku. Waktu proses bantuin bikin videonya.” Jempol Kalib teracung. 

Simbiosis mutualisme, Bang. Ah, nggak sabar paket produknya datang!” Zindy segera membalas sesuai saran Kalib. 

“Biasanya orang-orang suka konten yang real. Ini kesempatan juga, sih. Siapa tahu jasa edit videoku bisa laku juga. Hujannya mulai reda. Ayok, pulang!” Ajak Kalib. Zindy mengangguk. Dia segera membayar bakso dan minuman itu. 

“Habis badai terbitlah bintang ya!” Zindy takjub melihat langit malam penuh bintang. 

“Iya. Sama kayak hidup. Nggak selamanya badai angin ribut. Pasti ada manis-manisnya juga, hahaha.” Canda Kalib. Zindy tersenyum kecil. 

Hari berganti. Zindy sudah pulang dari sekolah. Dia nampak lesu. Wajahnya muram. Tas sekolah langsung dilempar ke atas sofa lapuk itu. 

“Di luar nggak mendung, lho. Kok mendungnya pindah ke dalam ruang tamu.” Sindir Kalib. Dia sedang mengajari Zean untui mengerjakan PR bahasa inggris. 

“Capek banget. Tadi ulangan matematika. Soalnya di luar galaksi semua. Aku nggak suka. Oh ya, besok masih ada ulangan ekonomi juga. Haduh, mana harus take video buat brand Emcaya. Capek banget!” Zindy makin lesu. 

“Ayo, semangat. Mandi dulu, sana. Ini kan yang selalu kamu doakan dulu.” Kalib menyemangati. 

“Tapi, capek, Bang. Aku nggak tahu. Waktuku berasa nggak cukup. Dua puluh empat jam berasa kurang. Tahu-tahu udah pagi. Sekolah lagi.” Zindy malas bangun dari sofa. 

“Iya, tapi besok juga kayak gitu. Katanya pengen kuliah sambil kerja. Besok juga kayak gini simulasinya. Bayangkan aja, kalo yang ini sukses, nanti lebih banyak project yang datang. Bisa lebih cepat lunasin SPP. Mau aku buatkan coklatos dulu?” 

“Nggak usah.” Zindy langsung bangkit begitu mendengar kata pelunasan SPP. Itu adalah tujuannya selama ini. “Gas, ayo segera. Aku mau makan sama mandi dulu.” 

Kalib membantu Zindy mengatur tata letak cahaya. Background baru sudah dibeli secara online. Warna putih netral menjadi pilihannya. Zindy masih memakai pita fragile sebagai ciri khasnya. Zindy juga sudah membeli tripod dan ring lights sendiri dari uang muka kerja sama itu. 

“Sudah siap ya? Aku take mulai sekarang.” Kalib menekan tombol rekam.

“Halo Gaes, kembali lagi di Zinvlog. Bersama Kakak Pita Fragile lagi. Ada yang bibirnya kering kayak tanah tandus? Jangan galau jangan kuatir. Ini solusi yang tepat. Emcaya Lipbalm. Sekali usap langsung wush, lembab seperti terkena hujan.” 

Zindy sibuk mengoleskan produk itu ke bibirnya. Dia sekarang juga mulai belajar make up tipis. Hal itu agar vlog-nya lebih profesional dan menarik. 

“Wah, lumayan. Mau take ulang?” Kalib memperlihatkan hasilnya. 

“Pake ini aja deh. Nanti tinggal diisi voice over. Aku masih perlu waktu buat belajar tipis-tipis buat ujian besok. Jangan sampai nilaiku turun. Siapa tahu bisa jadi siswa eligible.” 

“Boleh. Ini juga sudah lumayan bagus. Segera aja rekam voice over-nya. Nanti kubantu editkan. Nggak lama kalo buat video pendek kayak gini.” Kalib segera mengedit video itu di laptopnya. 

Zindy segera melakukan sesi rekaman untuk voice over. Zean diungsikan dulu ke kamar tidur agar tidak mengganggu. Rekaman video itu akhirnya selesai.

“Akhirnya, tinggal nunggu proses rendering.” Badan Zindy sudah terkapar di dekat sofa. “Nggak boleh ngantuk. Masih harus belajar buat besok!” Dia berusaha terus terjaga meski sesekali menguap lebar. 

“Nih, Ibu buatkan coklatos dulu!” Ibu keluar membawakan minuman hangat. 

“Wah. Makasih, Bu.” Zindy langsung bangkit. Dia antusias meminum cokelat hangat instan itu. 

“Ini, buat mencicil SPP kamu!” Ibu menyerahkan lima lembar uang seratus ribuan. 

“HAH?” Zindy kaget. “Bu! Ibu dapat duit darimana?” Dia ragu menerima uang itu.

“Ibu naik pangkat jadi admin di kantor. Mungkin ini berkat doa kamu juga, Nak. Ada pembukaan lowongan admin. Ibu coba daftar pakai ijazah S1. Gaji Ibu naik.” Ibu tak bisa menahan haru. 

“Makasih, Bu.” Zindy memeluk ibunya. 

“Oh ya, ini buat Kalib juga. Buat tambah uang bensin ya.” Ibu juga memberikan uang untuk Kalib. 

“Makasih, Tante.” Kalib menerima uang itu. 

“Makasih juga udah bantuin Zindy. Pasti dia banyak belajar dari kamu. Ibu masuk dulu. Kayaknya Zean belum bisa tidur.” Ibu bergegas pergi menuju kamar Zean. 

“Bang, aku bisa mencicil SPP lagi besok. Ya Tuhan, makasih. Harus disimpan baik-baik.” Zindy segera menyimpan uang itu ke dalam dompet di kamarnya. 

“Videonya udah aku upload. Udah kukasih caption juga.” Kalib memperlihatkan hasilnya kepada Zindy. 

“Bagus, Bang. Bagus!” Zindy mencoba terjaga. Dia menguap. 

“Sana, tidur sebentar. Nanti bangun belajar buat besok!” Kalib membereskan peralatan membuat konten yang berserakan di ruang tamu bagian depan rumah. 

“Iya, aku udah ngantuk.” Tangan Zindy turut membereskan produk sampel ke dalam kotak plastik itu. Sesekali dia mengucek matanya. 

“Aku ke kamar dulu ya. Good night.” Kalib bergegas masuk ke kamarnya. 

“Selamat malam. Aku juga mau belajar bentar. Udah mau tengah malam ternyata.” Zindy tetap berusaha membuka materi pelajarannya untuk ujian besok. Meski sambil menguap otaknya berusaha mencerna materi pelajaran itu. 

Nggak boleh nyerah. Harus bisa masuk PTN. Aku pengen jadi pegawai BUMN biar kerja kantoran.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Penantian Panjang Gadis Gila
287      217     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Hunch
39099      5520     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...
Yang Terindah Itu Kamu
12034      3490     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Suara Kala
6858      2213     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Melodi Sendu di Malam Kelabu
514      341     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
MERAH MUDA
512      371     0     
Short Story
Aku mengenang setiap momen kita. Aku berhenti, aku tahu semuanya telah berakhir.
Adiksi
7742      2309     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
Premonition
548      344     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Solita Residen
1459      808     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
The Flower And The Bees
3738      1600     9     
Romance
Cerita ini hanya berkisah soal seorang gadis muda keturunan Wagner yang bersekolah di sekolah milik keluarganya. Lilian Wagner, seorang gadis yang beruntung dapat lahir dan tumbuh besar dilingkungan keluarga yang menduduki puncak hierarki perekonomian negara ini. Lika-liku kehidupannya mulai dari berteman, dipasangkan dengan putra tunggal keluarga Xavian hingga berujung jatuh cinta pada Chiv,...