Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sendiri diantara kita
MENU
About Us  

 

DWIPA menuruni anak tangga satu persatu. Hati-hati dan teliti. Dibelakangnya mengikuti Jasmine, Hannah, Laras dan Elen--yang entah kenapa sekarang sering diajak main bareng, menuju markas mereka. Bekas ruangan laboratorium  'Sinar Nasional'

mereka akhirnya sampai di ruangan seluas lapangan basket yang berada diatas bunker. Panjangnya sama persis, juga lebarnya, bedanya tidak ada ring basket, gawang, net atau tiang bendera seperti dilapangan serbaguna. Barang mereka yang ada disitu hanya bola basket yang ABAS beli bersama-sama dengan uang patungan dua puluh ribu perorang itu

Dwipa duduk menghempaskan penatnya di salah satu sofa yang ada diruangan bawah tanah itu. Matanya menatap kedepan. di tembok beton dihadapannya ada sebuah papan nama besar yang tidak dicopot dari tempatnya saat mereka bersih-bersih dua minggu yang lalu. Bertuliskan 'Laboratorium Sinar Nasional - Dr. S. Utomo & C.O'

 Dwipa menghela nafas lelah menatap nama itu. Nama itu mengingatkannya pada Arien--karna itu nama kakeknya Arien, yang tengah sibuk dua minggu terakhir. Terakhir kali mereka mengobrol akrab adalah hari Sabtu dua minggu yang lalu. Ketika Arien bilang "Maaf ya, aku tidak bisa ikut latihan basket dulu. Ajaklah Elen atau siapa. Setelah ini aku janji akan membayar lunas janjiku ini. Ingat ya, pukul dua siang Arien berjanji."

Arien sibuk belajar sekarang. Sebenarnya sudah sejak lama dia punya jadwal belajar sebanyak itu. Malam hari pukul tujuh, dipotong makan, lanjut lagi pukul sembilan. Jam sepuluh dia sudah tidur. Walau kedua orangtua Arien kadang-kadang saja dirumah Arien tetaplah anak yang patuh. Selalu mengikuti jadwal yang sudah disiapkan ayah ibunya. Dia jarang begadang untuk bermain HP, pernah sekali karna season baru serial anime favoritnya muncul malam itu. Itu kali pertama Arien begadang, untungnya bangun paginya mudah jadi Ayah Ibunya tidak curiga apa yang terjadi tadi malam. Yang kedua karena dia benar-benar sedang semangat-semangatnya upload vidio baru speed draw-nya di channel youtubenya. Untungnya itu malam Minggu, jadi mau Arien bangun jam sepuluh pagi pun yasudah, cuman jadinya nggak bisa numpang dicuciin sama asisten yang tugasnya cuman nyuci baju, pekerjaan rumah yang lain kalau hari libur ditangani oleh tiga anak Raka Dharma soalnya. ART rumahnya sudah di-setting menjadi tegas oleh Ayahnya, jadi kalau Arien atau Ali atau Azura telat mandi tidak akan dicucikan tuh sama bibi cuci itu

"Gimana jadi, Dip?" Jasmine bertanya. memecah lenggang

"Jadi bagaimana maksud elu, Min?" Dwipa malah balik bertanya, dengan nada ketus khasnya bila sedang badmood

"Tadi kata lu ayo kita rapat gimana caranya Arien kembali dekat dengan kita, gimana sih lu?" Hannah ikut bersuara kali ini

Dwipa menghela nafas "karena kita jelas butuh Arien buat kemping nanti. Dan akan menjadi kepastian kalau kita bakal dipecah dibeberapa kelompok kalau kit gini terus. PJ kemping kita kan Pak Wusdi"

"Wah wah wah" Laras bertepuk tangan pelan, membuat yang lain menoleh menatapnya heran. Kok dia tiba-tiba tepuk tangan?

"Keren banget gue punya temen kayak kalian, mendatangi teman ketika butuh saja. DBD dasar! Datang Butuh Doang"

"Maksud gue ya bukan gitu juga kalik, Ras. Tapi karena gue sadar dan paham kalu tali persahabatan itu nggak boleh putus. Dan gue nyadar kalau ternyata kita semua dari kemarin cuman salah paham. Nggak ada yang serius. Gue baru ngerti betapa perjuangannya orang yang ikut olimpiade-olimpiade kayak begituan, dari kakak gue yang terakhir. Effort-nya bener-bener harus segede itu"

"Dapet dari mana lo pencerahan kayak gitu? tumben mikir bagus gitu" Hannnah nyeletuk seperti biasa

"Habis bertapa di pohon boddhi kali" Jasmine menimpali Hannah. ikut ngomong random

"Ya nggak gitu juga lah, Min! lo pikir gue sang Buddha? dapet pencerahan dari pohon boddhi? gue sih dapet pencerahan ya dari Allah lah!"

"Lagi-lagi berkata bijak. Makin heran deh" Laras melanjutkan obrolan random Hannah Jasmine

"Dibilangin gue punya inspirator banyak. Gue punya empat kakak, seorang mama yang cerewet dan sahabat-sahabat baik yang merupakan lima manusia berwujud monyet yang gue temuin di sekolah. Hidup gue pun bisa gue jadddin inspirassi renungan" Dwipa menepuk dadanya bangga

"Manusia berwujud monyet pala bapakmu!" Laras sewot mendengar omongan Dwipa tadi

"Bapak gue sih kepalanya udah aman istirahat di alam baka sana ya, Ras"

Laras terdiam. Merasa bersalah sudah mengatakan hal itu

"Sudah-sudah, sekarang bukan waktunya gaduh, kita disini mau bahas soal minta maaf kita ke Arien. Ini serius, untuk tetap terjalinnya tali persahabatan" Elen yang sedari tadi diam angkat bicara. Melerai Laras dan Dwipa yang ngomong random sampai jadi bahas mendiang bapaknya Dwipa

"Tau yeuh, ribut mulu kerjaannya" Hannah ikut-ikutan menyoraki Laras dan Dwipa

"Heh, Han, yang mulai pertama nyeletuk kan kamu tukang asbun!" Dwipa menimpali sorakan Hannah

"Yaudah sih, lagian kenapa malah dilanjutin?"

"EKHM!" Elen akhirnya berdehem kencang. membuat senyap bunker seluas 36 × 14 itu

"Jadi gimana menurut kalian?" Elen mulai menanyakan tema awal mereka

"Kalo kata gue sih pelan-pelan aja dulu, ngasih apa kek atau bantuin apa kek kalau dia lagi kesulitan?" Hannah memberi usul paling pertama

"Pertanyaannya, apa yang mau kita kasih ke Arien?"

"Eh, bentar. Mending kita kasih kode apa gitu buat Arien. Biar kalau kedengeran sama orang atau sama Arien-nya dia nggak tahu. Dan jaga-jaga, barangkali anak itu sudah bikin drone pengintai buat kita atau sudah ada yang disadap alat perekam HP-nya sama anak Raka itu. Nggak mungkin nggak kalau anak sejenius dia nggak mikirin caranya biar dia tahu siapa yang suka ngobrolin dia" Laras mengangkat tangannya. Minta izin menyela omongan Elen

" Gue setuju sama Laras, Tapi lo harus mikir logis dikit, Ras. Lo pikir dia sekepo itu bocahnya? nggak lah, kalaupun dia nggak bikin mata-mata atau mata-mata bayaran yang kayak kata lo ya paling dia nggak sengaja denger obrolan kita"

Elen mengangguk "Ya, kalau dia bikin kayak gitu dia seharusnya sudah tahu siap cowok yang menyukainya di kelas kita"

"Hah, siapa Len?" Hannah tertarik, menoleh pada cowok disebelahya

"Si Dika, dia sering nyebut nama Arien kalau lagi nge galau, dia galau karna Bram suka sama Arien juga"

"Wah, Mahardika Nusantara? seriusan tuh. Terus maksud lo Si Bram Cohyominoto kelas 9A itu?"

"Ssst! fokus fokus! kenapa malah jadi ngomongin itu sih?" Laras memotong keantusiasan Hannah

"Tau nih si Elen, tadi yang paling semangat negur kita bertiga, lah skerang malah jadi yang ngomporin buat gosipin orang. Dasar emang cowok zaman sekarang selevel sama ibu-ibu sosialita!" Hannah ikut-ikutan menyoraki Elen yang tadi dia dengarkan omongannya dengan antusias

Elen hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Perasaan yang bikin percakapan meleber kemana-mana si Hannah dan Laras deh--yang bilang kalau Arien bikin drone mata-mata

"Yasudah, mau apa nama kode dia?" Dwipa bertanya, melerai dua kubu yang kembali bertengkar, menatap penggagas utama ide pemberian kode itu

"Seni bisa nggak? kan nama dia Sastra kan?"

***

Sore mendung sehari setelah rapat kecil di markas itu

Arien nampak tengah diam menatap kawanan burung yang barusan melintas di langit dari tangga belakang ruang pramuka. Acara kemping tahunan perkelas itu akan segera dijadwalkan dalam waktu dekat. Begitu informasi yang kuping Arien dengar saat melintasi ruang paramuka. Suara Bu Fatma, Bu Wulan dan Pak Wusdi terdengar jelas dari ruangan ekstrakurikuler pramuka itu. Sepertinya beliau beliau ini lupa menutup salah satu jendela ruang pramuka. Efek kedap suara milik ruangan yang berlapis busa didindingnya jadi tak berguna lagi karna satu jendela terbuka. Arien bisa mendengar percakapan dengan jelas

"Tidak mungkin diundur lagi, Bu. Sebentar lagi kan Sumatif Akhir Tahun, tidak mungkin kemping dilakukan sehabis SAT" Pak Wusdi sepertinya tengah mengomentari pendapat Bu Fatma

Mungkin Bu Wulan mengangguk didalam sana--Arien tidak berani mengintip, "Iya bu, soal ujian harus segera siap diprint kata Pak Eka juga. Akhir-akhir ini sering mati listrik, takutnya ketika sedang ngeprint soal tiba-tiba listrik mati"

Bu Fatmawati menghela nafas "Iya juga sih, jadi kempingnya dilakukan minggu depan?" 

"Hei Arien"

Arien sedikit terkejut mendengar ada suara badas yang memanggil namanya. Dia kira ada guru yang memergokinya karna ketahuan menguping pembicaraan guru. Untuk sedetik kemudian merasa lega, ternyata apa yang pikirkan salah. Itu suara Jasmine yang memanggilnya. Dia datang bersama Dwipa, Hannah dan Laras

"Sendirian aja, Rien?" Laras bertanya. Basa-basi

Arien mengangguk. Kembali menatap kedepan

Lenggang sejenak

Akhirnya Hannah membuka mulutnya yang terasa susah digerakkan "Anu, Rien. Ada yang mau kita bicarakan"

Arien menoleh. Menatap mata Hannah sejenak. Ada siratan kejujuran sedikt disana, tapi tidak apa walaupun Hannah mengatakan yang bohong dari ucapannya. Mengangguk "silakan"

"Kita mau minta maaf soal yang.. kemaren- kemaren yang kita kayak ngejauh gitu.." kata Hannah sambil menelan ludah. Nada bicaranya seperti yang patah-patah menyetorkan hafalan

Jasmine mengangguk "Kita kemaren jauhin lo gara-gara.. kita ngerasa lo kayak lagi sibuk nggak mau diganggu, jadi.. jadi ya begitulah, kayak.. kayak gimana ya?" katanya seperti sedang membaca tulisan yang tak lengkap

Arien masih diam. Menatap teman-temannya satu persatu

Belakang ruang pramuka itu lenggang sejenak, menyisakan suara tiga guru yang akan mejandi penanggung jawab kemping nanti sedang rapat

"Aku terima" Arien akhirnya menjawab. Membuat Dwipa, Hannah, Jasmine dan Laras yang dari tadi harus sok sibuk liat ke arah lain menoleh pada Arien. Menatapnya tak percaya

Itu tadi kalimat yang tak mereka harapkan tapi diam-diam berdoa semoga dijawab kebalikan dari yang mereka pikirkan

Lenggang--lagi

"Eh, itu. Terus Arien, Lo mau nggak ikut beli peralatan pramuka? biar sekalian jalan gitu, atau nitip ke kita-kita juga nggak papa" Laras memecah lenggang dua puluh detik itu. Mencari topik pembicraan

"Nah, ide bagus, gue ikut" Hannah menanggapi usulan Laras. Mengangguk senang

"Boleh deh gue ikut" Dwipa mengikuti jejak Hannah

"Iya deh, gue juga mau ikut. Hitung-hitung biar ada kerjaan. Bunda gue suka ngomel mulu kalau tau gue cuman rebahan dirumah" Jasmine mengangguk kencang

"Bunda Ayah lo bukannya sibuk kerja, MIn? kok bisa tahu kerjaan lo dirumah? Pasti dicepuin sama Bibi ART lo" Hnnah nyelatuk

Jasmine menggelang "Karena tiap-tiap sudut rumah gue ada CCTV-nya, dikontrolnya dari HP Ayah Bunda gue. Sailan emang, jadi nggak bisa tidur panjang"

"Boleh deh" Suara berat Arien tiba-tiba terdengar. Membuat keempat gadis dihadapannya balik menatapnya

"Sip deh, kumpul dulu di rumah Laras ya" Jasmine buru-buru mengambil alaih suasana

"Lah, kok rumah gue?" 

"Ya rumah lo yang paling deket sama toko peralatan pramuka, LARASASTI GHANDARA PUTRI, ANAKNYA GHANDARA!!"

"Hei, nama bapakku ngapain disebut-sebut dah sma lo? fans-ya lo sama bapak gue, smpe disebut-sebut begitu"

Dwipa menggeleng "Jangan deh, besok kan belinya pas pulang sekolah. Entar takutnya kemaleman pulangnya karena kita nongkrong dulu gimana? Dan gue ngekhawatirin Arien, selain rumahnya agak jauh darirumah Laras, gue takut Mas Rangga culik tiba-tiba gimana?"

Mereka berempat tertawa. Arien hanya senyum tipis. Ada-ada saja mikir begitu. Minggu terakhir main kemarin dirumah Laras, memang Mas Rangga, anak ketiga keluarga Ghandara dan Sri memang dekat-dekat terus dengan Arien. Ada-ada saja topik yang diobrolin ketika Arien nampak asyik sibuk sendiri dengan buku sketsanya

"Nggak kok, aku nggak masalah pulang kemaleman, bawa motor sendiri" Arien menanggapi omongan Dwipa tadi

"Tapi jadinya kumpul dimana? jangan dirumah gue aja. Asli gue takut sama gelagat Mas Rangga kemaren. Jadinya gue ditanya-tanya mulu sama tu anak" Laras mendukung argumen Dwipa

"Ya simpel aja, ketemuan didepan tokonya jam empat, gue mau balik dulu kerumah" Dwipa mengangkat bahu

Laras manggut-manggut. Otaknya mencatat baik-baik perkataan Dwipa

"Oke fix ya janjian didepan tokonya. Gue mau ngambil motor sama uang dulu" Jasmine ikut bicara

Yang lain mengangguk

Arien mengangguk "Aku duluan" beranjak dari tempatnya didekat pohon mangga

Dwipa, Jasmine, Hannah dan Laras mengangguk. Menatap punggung Arien yang menjauh

Begitu bayangan Arien menghilang di lorong, keempat temannya masih duduk diam.

Jasmine pelan-pelan menyenggol Hannah. “Dia... bilang ‘boleh’. Itu artinya dia masih mau, kan?”

“Ya. Tapi bukan karena dia ngerasa deket sama kita lagi,” gumam Dwipa. “Dia cuma... nyambut ajakan karena sopan. Atau karena dia penasaran.”

“Bisa juga karena dia ngasih kita kesempatan,” sahut Laras. “Tapi bukan buat ngebuktiin kita udah baikan. Lebih kayak... nunjukin kalau dia belum sepenuhnya nutup pintu.”

Hannah menggigit bibir. “Tapi dia juga nggak bukain pintu itu. Belum.”

“Ya, setidaknya dia masih berdiri di ambangnya,” kata Jasmine pelan.

Laras berdiri, menepuk celana. “Kalau kita ke sana sore nanti cuma buat belanja, ya sia-sia. Tapi kalau kita ke sana bener-bener niat bareng lagi, ya siapa tahu pintunya kebuka sedikit.”

Yang lain mengangguk. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada tujuan kecil yang terasa lebih penting dari sekadar kemping.

***

Toko alat kemping di depan minimarket kecil itu tidak besar, tapi cukup padat. Deretan nesting bergantung di rak kawat, senter-senter tergantung di sisi dinding, dan bau khas plastik baru bercampur sedikit debu mengisi udara.

Laras datang duluan--dia paling deket rumahnya. Disusul Hannah dan Jasmine, bonceng berdua pakai motor Hannah. Sambil saling berbisik tentang checklist di tangan mereka. Dwipa datang sambil mengunyah sisa permen karet, dan terakhir Arien, dengan ransel kecil yang tampaknya hanya membawa catatan.

“Udah pada dateng?” tanya Laras sambil tersenyum, sedikit canggung.

Arien mengangguk, lalu berjalan ke rak tali paracord. “Kalian masih butuh tali cadangan?”

“Kayaknya butuh. Yang kemarin putus waktu latihan” jawab Dwipa.

Mereka mulai berpencar pelan, menjelajahi rak satu per satu. Jasmine sibuk menimbang senter kepala, Hannah mencatat harga nesting di ponselnya. Laras sesekali melirik Arien, yang tampak serius mengamati simpul tali contoh yang digantung di dinding toko.

“Eh, Rien,” panggil Jasmine, “kamu lebih ngerti soal matras, kan? Ini yang model gulung biasa, sama yang lipat-lipat... bedanya apa sih?”

Arien berjalan mendekat, lalu menunjuk salah satu. “Yang gulung lebih ringan, tapi kurang empuk. Yang lipat lebih tebal, tapi makan tempat. Tergantung kamu mau ngeluh di punggung atau di beban.”

Jasmine tertawa pelan. “Kayaknya aku tipe ngeluh dua-duanya deh.”

Dwipa ikut nimbrung. “Ambil dua-duanya, terus ngeluh beneran.”

Mereka tertawa kecil. Arien hanya senyum tipis, menggeleng dan kembali ke bagian peralatan memasak.

Suasana mulai melunak. Mereka tidak membahas masa lalu, tidak juga mencoba mencairkan semuanya secara paksa. Tapi percakapan mengalir, setengahnya soal barang, setengahnya soal kebiasaan lama yang perlahan kembali muncul.

Hannah berdiri di kasir sambil menghitung total belanja, lalu berkata pelan, “Senang bisa bareng lagi, meskipun aneh.”

Arien menoleh. Tatapannya tidak ketus, hanya datar. “Aneh itu normal. Kalau tiba-tiba langsung akrab lagi, justru mencurigakan.”

Laras tersenyum. “Ya udah, kita mulai dari aneh dulu, ya?”

Arien mengangguk tipis. “Boleh.”

Mereka keluar dari toko membawa kantong plastik berisi perlengkapan, langkah kaki belum serempak, tapi setidaknya menuju arah yang sama.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Liontin Semanggi
2171      1217     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Tanpo Arang
77      66     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
sulit melupakanmu
25      14     0     
True Story
ini cerita tentang saya yang menyesal karena telah menyia nyiakan orang yang sangat cinta dan sayang kepada saya,dia adalah mantan saya
Semesta Berbicara
1870      1022     10     
Romance
Suci Riganna Latief, petugas fasilitas di PT RumahWaktu, adalah wajah biasa di antara deretan profesional kelas atas di dunia restorasi gedung tua. Tak ada yang tahu, di balik seragam kerjanya yang sederhana, ia menyimpan luka, kecerdasan tersembunyi yang tak terbaca, dan masa lalu yang rumit. Sosok yang selalu dianggap tak punya kuasa, padahal ia adalah rahasia terbesar yang tak seorang pun duga...
Penantian Panjang Gadis Gila
392      285     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Deep End
62      58     0     
Inspirational
"Kamu bukan teka-teki yang harus dipecahkan, tapi cerita yang terus ditulis."
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1976      1053     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Dimension of desire
283      227     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
2040      525     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Broken Home
40      38     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?