"KEPADA seluruh anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah Scientama school harap berkumpul di ruang rapat OSIS. Sekian terimakasih. Tertanda Wusdi Nugraha"
Suara Pak Wusdi menggema dari speaker-speaker yang terpasang di sudut sudut sekolah. Menghentikan segenap aktivitas siswa-siswi yang tengah berpencar di tiap-tiap sudut sekolah. Sebagian siswa ada yang bersegera memenuhi panggilan dari Pak Wusdi, segera menuju ruang OSIS
"Tadi apa kata Pak Wusdi? " Jasmine bertanya. Menghentikan gerakannya men-dribble bola.
Dwipa menggeleng. Meninggalkan tengah-tengah lapangan. Menuju teras. Diikuti keempat temannya
"Kayaknya bahas buat festival nanti" Laras bergumam
"Tapi Scientama fest kan masih dia minggu lagi" Jasmine menyergah. Menoleh pada Laras di sampingnya
"Persiapan kali, kan dua minggu kedepan jadwal sekolah padat. Kelas 9 Ujian Sekolah, kelas 8 kemping, kelas 7 studytour. " Laras menimpali
Jasmine nampak berpikir. Iya juga ya. manggut-manggut sendiri
Mereka akhirnya sampai di ruangan dengan luas 5×7 meter itu. Katanya dulu ini adalah ruang guru. Dulu OSIS rapatnya dimana saja, kadang di aula, kadang di ruang guru mengelilingi meja Pak Wusdi, kadang bisa juga di atas gedung yang sekarang menjadi lantai dua. Dari dulu memang sudah direncanakan gedung SMP ada tiga lantai--sekarang sedang dibangun lantai tiganya. OSIS biasa duduk duduk di pinggirannya. Membiarkan kaki mereka bergelantung bebas seperti pikiran mereka.
Jasmine yang paling depan membuka pintu di hadapan nya. Mendapati sudah berkumpul anggota OSIS kelas 7 yang rajin-rajin dan Pak Wusdi di kursi khususnya yang berwarna merah
"Ayo nggak papa, silakan masuk. Belum mulai kok rapatnya" Pak Wusdi mengangguk. Mempersilakan lima sekawan itu bergabung
Jasmine mengangguk. Bergabung dengan yang sudah hadir. Duduk di kursi biru yang mengelilingi meja besar di tengah ruangan. Disekitar kursi pembina OSIS
"Karna sudah ada yang dari kelas 7 kota mulai saja ya" Pak Wusdi membuka rapat siang itu
***
Suara bola basket di dribbledribble menggema di lapangan dengan luas 36×14 meter. Wajah-wajah semangat mereka mengalahkan wajah penat lelah belajar seharian. Kali ini bola terdengar memantul lebih keras. Dwipa baru saja melakukan tembakan three point
"Yok, istirahat dulu" Dwipa berseru. Meninggal kan posisinya saat melakukan tembakan tiga poin
Teman-teman nya mengangguk. Mengikuti Dwipa yang duduk di teras. Menenggak isi botolnya.
"Hari ini lumayan" Hannah memecah lenggang
"Lumayan apanya? " Jasmine menoleh. Bertanya. Basa-basi
"Yaa latihan basketnya laaah apa lagi?. Eh iya, turnamennya jadi di hari pertama festival nanti? " Hannah bertanya. Berpaling dari Jasmine, menoleh pada Dwipa
Dwipa mengangguk. "Ya" Jawabnya singkat. Menutup botol birunya. Meletakkan disamping kanannya
"Juri basket siapa ntar? " Laras yang bertanya kali ini
"Yaaa Pak Wusdi laah, ya kalik Pak Indra"
"Belom pada pulang kalian? " Suara khas itu menyapa
Yang sedang asyik duduk-duduk menoleh ke sumber suara. Di balik punggung mereka
"Haaa, panjang umur. Baru diobrolin" Jasmine nyengir melihat siapa yang datang
"Aamiin. Tapi ngobrolin apaan bawa-bawa bapak heh? " Pak Wusdi menimpali. Basa-basi
" Noh " Semua serempak menunjuk Dwipa tang duduk ditengah tengah. Yang ditunjuk cuma nyengir.
"Iya Pak, belum. Latihan basket dulu kata Dwipa mah" Laras menjawab pertanyaan Pak Wusdi yang diawal tadi
"Ooh, pantesan kok bola basket baunya rada-rada nggak enak gitu"
"Kerjaan Arien itu, Pak. Ngelempar boka kenceng banget" Dwipa menunjuk Arien. Tertawa mengingat muka bersalah Arien ketika melempar bola ke sawah
"Maklum.., udah punya tenaga dalem mah beda. Apa aja bisa kelempar sampe mars mungkin" Jasmine menambahkan. Cekikikan. Yang ditunjuk-tunjuk cuma nyengir
"Perasaan akhir akhir ini kalian kemana-mana berlima mulu ya? " Pak Wusdi turun. Ikut duduk di teras
"Yeah, begitulah. Dimana aku pergi disitu pasti ada Hannah, Jasmine dan Laras. Pengecualian untuk Arien yang kalau udah posisi wenak ya nggak ikut. Emang jarang ikut sih. " Dwipa mengangkat bahunya santai. Jasmine, Hannah dan Laras nyengir
"Tapi kita mah cuma kompak kalau main basket doang. Sisanya terserah. Ya nggak? " Hannah menambahkan
Kawan-kawannya mengangguk. Setuju apa kata Hannah
"Jadi kalian ceritanya geng anak basket nih? " Pak Wusdi bertanya. Membuat kelima anak disebelahnya saling tatap
Lenggang dua puluh detik
"Apa boleh disebut begitu? " Jasmine memecah lenggang
"Sepertinya boleh disebut begitu.. " Hannah bergumam. Melirik Dwipa disebelah kanannya
"Disebut bagaimana? " Laras tidak mengerti. Polos bertanya
"Boleh lah" Dwipa berdiri. Turun dari teras yang tingginya lebih tinggi lima puluh senti dari lapangan
" Kalau di anak-anak laki ada, King Futsal Club.. " Hannah berdiri. Menggantung ucapannya
"Maka kita adalah ABAS"
Dwipa, Jasmine dan Hannah tertawa. Melakukan high five alias tos
"Ayo Laras, Arien. Tunggu apa lagi? " Dwipa menjulurkan tangannya pada dua gadis yang masih terdiam di teras
Laras dan Arien saling tatap. Apa boleh?
Laras ragu-ragu berdiri. Masih menatap Arien
Arien balas menatapnya. Apa boleh?
Akhirnya Laras sempurna berdiri. Meraih tangan Dwipa. Mengangguk. Tersenyum. Setuju bergabung
"Ayo Arien" Kali ini Hannah yang menjulurkan lengannya pada Arien. Arien yang dimaksud masih terdiam. Apa boleh?
Arien menatap tangan Hannah yang terjulur padanya. Dia kenal dekat dengan Hannah. Sejak Sekolah Dasar mereka adalah teman dekat. Selama ini temannya hanyalah Hannah. Sebuah keajaiban melihat orang lain menawarkan Arien menjadi teman satu sirkelnya. Semua orang tahu, Arien buka anak yang seru. Terlalu dingin, terlalu pendiam dan terlalu sungkan berbicara. Gengsi nya memang setinggi dan setebal Tembok Berlin
Tapi seandainya Arien harus jujur. Arien ingin mengatakan, berada di siekel ini telah menyita waktu menggambar, membaca dan menulisnya
"Ayo Arien" Kali ini Dwipa yang mengajak. Mata Arien yang terlapisi kaca mata menatap mata Dwipa lekat-lekat.
Itu tatapan yang tulus, jujur dan menepati janji. Gantian menatap Jasmine dan Laras. Semuanya menatapnya dengan tulus
Tapi
Manusia mana lagi yang mau menerimanya membaur ikut tertawa bersama. Menemukan orang-orang baik ini sungguh merupakan anugerah
Akhirnya Arien meraih tangan Hannah. Mengangguk. Tersenyum dengan senyuman tulus terbaiknya. Mengangguk mantap
"Jadi sekarang siapa kita?? " Dwipa bertanya. Menyeringai. Melirik Hannah dan Jasmine
"Kita ABAS! Anak Basket, only basket! " Hannah dan Jasmine tertawa
Dwipa ikut tertawa. Lalu berlari ke tengah-tengah lapangan "Ayo kita lanjutkan latihan kita! "
Hannah, Jasmine, Laras dan Arien mengangguk. Berlari menuju Dwipa
"Bapak ikuut!! " Pak Wusdi ikut berlari. Bergabung dengan anak-anak murid kesayangannya
ABAS siap merangkak meniti karirnya