INI hari yang cerah. Secerah warna-warni balon dan umbul-umbul yang terpasang di semua sudut sekolah besar yang tengah merayakan hari ulang tahunnya
Scientama fest merupakan perayaan hari lahir Scientama school yang memang seharusnya dilaksanakan hari ini, tepat di hari jadinya. Yang diisi dengan lomba-lomba seru yang ber peserta murid-murid Scientama sendiri. Mulai dari lomba yang menguras tenaga sampai lomba yang menguras otak.
Awalnya acara ini mau dilaksanakan pada minggu depan berhubung kelas 9 melaksanakan US. Tapi karna hasil rapat disetujui oleh seluruh anggota rapat dan segenap pemegang wewenang mengajar maka US diundur menjadi minggu depan, membuat anak-anak kelas 9 mengucapkan puja puji syukur kencang-kencang di setiap sudut sekolah. Pun kelas 8, kelas Arien dan kelas 7. Acara kemping dan kegiatan kunjungan belajar diundur pada saat para senior ujian kelulusan
Siswa-siswi Scientama sudah wara-wiri dengan baju baju terbaiknya. Dengan warna-warna favorit mereka. Bercengkrama di aula utama yang menghadap lapangan serbaguna, panggung utama didirikan disisi lapangan luas itu
Arien nampak sibuk diantara lautan senda gurau murid-murid yang lain. Tangannya membawa kardus yang berisi mahakarya lukis dan gambar para seniman lukis dan gambar Scientama school
Dia nampak memperhatikan sebuah gambar lebih lama. Sebuah gambar yang diukir dengan pensil pada kertas berukuran A3. Arien tersenyum tipis melihat gambar ber-style manga itu. Itu gambarnya. Sebuah gambar yang menceritakan tentang kesibukan tentara Pembela Tanah Air alias PETA bapak dari Tentara Negara Indonesia yang tengah sibuk mengutak-atik sebuah senapan, yang diperhatikan oleh temannya. Seragam mereka lengkap. Seragam lapangan tentara PETA. Berikut dengan sebuah katana yang tergantung di pinggang. Gadis wibu akut ini memang pecinta sejarah negerinya juga, walau ia tahu banyak pemutaran balikan fakta didalamnya.
Arien meletakkan gambar itu pada sandaran kertas yang telah disediakan oleh sekolah--tepatnya dari Gerakan Literasi, seperti gambar gambar lainnya. Ada dua gambar lagi di dalam kardus yang harus ia letakkan pada tempatnya. Total seluruh gambar ada dua puluh. Artinya peserta pameran seni sejumlah itu juga
Berbeda dengan Arien yang sibuk, Hannah, Laras, Jasmine dan Dwipa tengah asyik berbincang-bincang seperti siswa-siswi yang lain. Menatap lapangan di hadapan mereka yang akan menjadi tempat turnamen pertama ABAS
***
Acara meriah itu dimulai. Turnamen basket menjadi lomba pertama yang diselenggarakan begitu pembukaan festival oleh kepala sekolah SMP Scientama dibacakan.
"Laras! Buruan nggak gantinya!! " Jasmine menggedor pintu kamar mandi UKS tempat mereka bersiap lomba
"Sebentar, sabar dikit ngapa dah" Laras di dalam memyahut. Bergumam apa entah tidak kedengeran
"Emang ngapa in dia? " Dwipa mendekat Jasmine. Jemarinya sibuk menyisir rambut pendeknya
"Luluran dulu kali" Hannah yang tengah memasang kaus kaki nyeletuk
"WOY! LARASATI GHANDARA PUTRII!! BURUAN GANTINYA!! LULURAN NYA BISA NANTI DIRUMAH KALIII! " Jasmine menggedor pintu kamar mandi lebih kencang
"SABAR DIKIT NGAPA JASMINE MUTIARA NINGSIIIHHH!! LAGIAN GUA NGGAK LULURAN!! "
Pipi Jasmine menggelembung marah begitu mendengar nama lengkapnya disebut. Dia kurang suka dengan nama lengkapnya. Katanya terlalu 'ayu'
CKLAK! Pintu kamar mandi dibuka. Memperlihatkan Laras yang telah mengenakan kaus seragam basket ABAS yang berwarna merah dengan garis-garis hitam
"Ngapain aja sih lu? " Jasmine bertanya ketus
"Yaa pakai tone up laah. Bisa butek muka gua kalau nggak pake tone up!" Laras tak kalah ketus menjawab pertanyaan Jasmine
"Eh, Arien. Basket cowok dah mulai belom? " Dwipa bertanya pada sosok yang baru muncul di UKS. Tapi gadis itu sudah menggunakan kaus basket tim mereka. Tulisan di belakang kaus nya menuliskan nama dan nomor anggota nya. Arien 03.
Dia mengangguk. "Sudah selesai pemanasan"
"Oke" Dwipa balas mengangguk "yok keluar nontonin basket cowok"
"HEH! Gua belom ganti baju!! " Jasmine berseru marah. Urung masuk ke kamar mandi
"Emang ngapain aja sih ku dari tadi? " Laras nyinyir bertanya
"Ya nungguin elu pake tone up kaliiik! " Jasmine gemas menatap Laras. Seolah ingin menelannya bulat-bulat
"Kan bisa di kamar mandi dalam gedung kaliiik! "
Jasmine hanya mendengus. Tidak menanggapi. Masuk ke kamar mandi
"Yaudah kita tungguin Jasmine dulu" Dwipa mengangkat tangan. Jongkok sembarangan disebelah pintu kamar mandi
Hannah, Arien dan Laras--yang bersungut-sungut, mengangguk. Mengikuti teladan Dwipa
Berbeda dengan Laras yang ganti baju pun hampir setengah jam. Lima belas menit, dia telah keluar dari kamar mandi. Membuat Dwipa yang jongkok tak jauh dari kamar mandi menoleh
"Udah, min? "
Jasmine mengangguk "Ya udahlah, emangnya Laras? " Jasmine mencibir Laras yang mukanya masih masam padanya. Tapi kemudian melambaikan tangan
Mereka berlima keluar dari UKS yang berada dipinggir lapangan serbaguna. Tempat turnamen berlangsung. Kelas 9A-9B sudah selesai dari tadi. Kini sedang berlangsung 9B-8A
Lima belas menit. Tiga ronde selesai. Papan skor menunjukan 30-29 untuk 9B-8A. 8A tidak lolos ke babak final. 9B melanjutkan pertandingan dengan 8B, kelas Arien
"Dip" Laras menyenggol siku Dwipa
Dwipa menileh. Apa?
"Basket cewek masih lama, heh? " Laras bertanya. Membuka kuncirannya--dia sudah belajar menguncir rambut panjangnya, membiarkan rambut hitam legamnya riap-riap diterpa angin sepoi
Dwioa mengangguk. Meraih botol air mineral kemasan yang tadi ia ambil dari UKS
"Terus kenapa kita ganti baju sekarang? "
"Biar nggak repot nantiii. Tadi aja kamu ganti baju hampir setengah jam. " Dwipa mengangkat bahunya. Jasmine yang duduk di sebelah kanan Dwipa menahan tawa. Laras mendengus kesal. Kembali menonton pertandingan
Anak-anak basket kelas 9B kembali berdiri dari kursi-kursi panjang yang ditata mengelilingi lapangan. Siap bertanding dengan kelas 8B
Sorak sorai kembali terdengar. Berseru-seru. Satu dua malah bersiul melihat jagoan basket sekolah sudah berdiri di tengah-tengah lapangan
Bajunya menunjukan namanya. Dilan 05.
Dua telah beraksi di tengah lapangan begitu pluit ditiup menandai dimulainya pertandingan. Lincah berkelit, menghindar, melompati kakak-kakak kelasnya yang mengepung pergerakanya
Sempat terkepung badan-badan tinggi besar kakak-kakak kelasnya. Namun akhirnya bebas kembali. Berlari kembali di lapangan diiringi sorakan siswi-siswi fans-nya
Dilan berlari mendekati ring. Siap melaksanakan aksi dunk-dunk-nya
"WOHOOOO!! " sorak sorai kembali terdengar mendengung di kuping-kuping penonton yang lain begitu melihat aksi Dilan.
Dilan mendarat dilapangan. Mengangkat tangannya. Membalas sorakan para fans-nya
Pertandingan bergulir ke pemain selanjutnya
"Berapa lama lagi kita akan bertanding? " Arien menyikut lengan Hannah.
"Ntar, habis selesai anak-anak kelas 7" Laras yang tak jauh darinya menjawab
Arien menghela nafas. Hannah disampingnya tersenyum. "Tenang, Rien. Sebentar lagi juga beres. Tim basket cewek kan cuma tiga tim" Hannah menepuk bahu Arien. Dia tahu ekspresi muka Arien. Anak itu sudah capek mendengar sorak-sorakan. Dasar introvert akut memang
Arien mengangguk. Melihat jam tangan du pergelangan kirinya. 10.00. Waktu tanding tim anak-anak laki-laki sudah berakhir. Suara pluit mendengking begitu Arien menurunkan lengannya. Skor untuk 8B-7B adalah 20-15
8B, kelasnya ABAS menang. Giliran pertandingan tim perempuan yang hanya tiga tim. Karna satu angkatan hanya satu tim. Tim dari angkatan 7 kelas 9, angkatan 8 kelas 8, dan angkatan 9 kelas 7. Jadi keuntungan untuk ABAS adalah mereka tidak memiliki saingan
"Ayo persiapan. Lima menit lagi kita tanding" Dwipa berdiri dari duduknya. Badan kecilnya dengan mudah melewati penonton yang duduk berdesakan. Diikuti Arien, Jasmine, Laras dan terakhir Hannah
Turnamen pertama ABAS dimulai
***
Pertandingan selesai pukul satu siang. ABAS menguasai pertandingan sepenuhnya. Menang berturut-turut dengan kekas 9 dan kelas 7
Lebih tepatnya Dwipa yang menguasai permainan. Tubuh kecilnya lincah berkelit, menyerang, dan melompat. anggota ABAS benar-benar saling mengisi celah kosong.
Membuat Dwipa menyeringai melihat skornya. 18-21 ketika angkatan 7-angkatan 8 dan 12-20 angkatan 8-angkatan 9. Membuat pemain lawan harus mendekati Dwipangga Illona begitu pertandingan selesai. Mereka berjabat tangan erat dengan penuh respek. Dwipa bahkan sampat tak segan memeluknya, pelukan yang juga penuh respek
Juara turnamen telah diketahui. Tinggal menunggu harian dan trofi yang akan dibagikan saat pulang nanti. Penonton--yang merupakan siswa-siswi yang sudah menyelesaikan mata lombanya atau tidak ikut lomba, membubarkan diri. Menyisakan sampah-sampah yang berterbangan di lapangan.
"Parah ini, habis makan tidak dibuang ke tempatnya" Laras menatap jijik sampah-sampah itu
Jasmine mengangguk. Setuju dengan Laras-- Mereka sepertinya sudah akur. "Dasar generasi kurang peduli memang"
"Tumben mikir bagus begitu" Hannah si tukang nyeletuk menyahut. Melirik Laras dan Jasmine
"Yeeee, lo pikir gua ini mikirin apa emang nya, heh? Sebenarnya gua tiap hari mikirin yang kayak begitu, tapi ya gua sih bukan orang sombong ya. Cuman kali ini aja gua kasih tau apa yang gua pikirin" Jasmine menepuk dadanya bangga. Tertawa. Dia hanya bergurau
Yang lain ikut tertawa. Mereka tahu Jasmine sedang bergurau
Lima sekawan itu sampai di tempat duduk mereka dikelas begitu bel sekolah berbunyi. Menandakan seluruh siswa diperintahkan berkumpul di aula untuk menonton pameran seni.
Laras menepuk mejanya keras-keras. Mukanya nampak kesal. Dia bahkan belum duduk. Gerutu air mukanya
"Ini nggak papa kita masih pake baju basket? " Jasmine bertanya, melihat seorang anak laki-laki hendak beranjak keluar kelas masih dengan kaus futsalnya
Anak laki-laki itu mengangguk "gua juga masih pake baju futsal" Dia menunjuk kausnya. Punggunnya menunjukkan nama : Elen 03
Dwipa menggaruk rambut pendeknya yang berantakan. Mengadap teman-temannya yang meminta pendapatnya. Mengangkat bahu, boleh aja kali.
"Gimana, sukses nggak kalian? " Elen bertanya. Basa-basi
"Yeah, begitulah. Skor nya memuaskan" Dwipa menjawab santai. Mukanya namoak senang
"Lo sendiri? " Jasnine, dia yang balik bertanya
"Mungkin kebalikan dari kalian. Butut emang si Dimas nggak masuk, digantiin Indra deh" Elen mengangkat bahu
"Sepertinya kelas kita memang bakatnya di basket. Iya nggak? " Hannah nyeletuk
"Oh iya, Dip. Dapet salam dari Dilan"
Dwipa menepis tangan Elen. "Diem ih lu, gua nggak suka sama si Dilan"
"Eh serius Dip, dia nitip salam. Katanya kalau ketemu sama Dwipa titipin salam dia ya"
Dwipa mengibaskan tangan nya. Tidak menanggapi
"Eh, len. Terus kalian gimana? Emang tim cadangan nggak ada? Nggak masuk? Si Arsel nggak masuk? " Hannah mengganti obrolan ke topik percakapan awal
"Arsel weh Arsel" Laras nyinyir
Hannah melotot. Lalu kembali menatap Elen lagi
"Si Arsel ogahan. Malah kabur nontonin basket cewek" Elen menjawab
"Loh, kok gua tadi nggak liat ya? "
"Emang kalau liat si Arsel pas tanding tadi mau lo apain Han? Mau dilemparin bola? Mau loncat ke dia? " Jasmine menyeka Elen yang hendak menjawab
"Yaudah sih min. Ngiri ya lu liat gua sama Arsel? Mau dikasih tau nih lo suka sana siapa? "
Jasmine melotot. Mengacungkan tinju pada Hannah
***
Mereka berenam--tambah Elen, tiba di aula yang sudah penuh oleh lautan manusia. Pembawa acara sudah menyerahkan acara pada peserta yang akan tampil di panggung di hadapan murid-murid lain yang sibuk melihat pameran lukisan
"Arien!!! Kita masuk 7 terbaik!!! " Laras berseru histeris. Melihat gambarnya berdiri didepan bersama tujuh gambar lainnya. Itu 7 calon pemenang lukisan terbaik. Juara memang hanya ada tiga, tapi calonnya dilrefiksi ada tujuh.
Tadi pagi Arien memang meletakkannya di aula tapi sekarang pindah didepan panggung. Menandakan kalau gambar meteka mendapatkan rating bagus dari guru-guru
"Kenapa harus 7 calon sih? " Dwipa memandangi tujuh gambar yang terpampang didepan
Hannah menoleh "memang kenapa? "
"Kata Dwipa mirip jumlah pahlawan Revolusi" Arien yang menjawab. Dwipa cuma nyengir. Dia sama seperti Arien, pecinta sejarah
Laras kini tengah malu-malu, kikik melihat gambarnya ber-style manga itu dilihat lebih lama oleh pengunjung, terutama adek kelas. Begitu tahu siapa ilustrator nya, Laras segera dikerumuni anak-anak kelas 7. Tidak susah mencari Laras. Dia masih mengenaksn seragam basket. Lumayan sekalian ketemu ilustrator yang satu lagi, Arien juga telah dikerumuni anak-anak pecinta sejarah yang lainnya. Tidak susah mencari Arien, rambutnta yang modelnya abstrak membuatnya mudah dikenali
Dwipa juga diwawancarai, Silvi, anak kelas 7. Sibuk bertanya tentang grup anak basket buatannya
"Ceritanya ABAS itu gengnya anak basket, kak? "
"Gimana Dip? " Jasmine yang tadi semangat menjawab pertanyaan Silvi menoleh pada Dwipa
"Kalo dilihat dari anggota nya sih iya" Dwipa mencoba menjawab sebaik mungkin
"Isinya cuman buat anak angkatan 8 aja atau bagaimana kak? " Silvi antusias bertanya dari tadi
"Aduh Silvi, kamu jadi mirip wartawan saja. Coba to the point deh" Hannah menyela Silvi
Silvi memajukan bibirnya. Bersungut-sungut "kan aku nanya nya ke Kak Dwipa kalik"
"Yeah.. Kalo lo mau gabung kayaknya bisa.. " Dwipa menggaruk rambyr pendeknya yang tak gatal
Jadmine menyikut siku Dwipa. Mengedipkan mata. Memberi kode begitu Dwipa menoleh padanya
"Ya mungkin kalau main basketnya aja bisa " Arien yang sedang tidak sibuk mengambil alih melihat Dwipa sulit menyusun kalimat. Dia mengerj apa maksud kedipan mata Jasmine
"Wah! Betulan kak? " Mata Silvi membesar. Mengerjap-ngerjap
Dwipa mengangguk begitu melihat Arien tidaj bereaksi. "Nanti aku kabarin kalau kita mau main basket"
"Wah, siap Kak! " Silvi memasang gerak hormat militer. Tertawa. Diikuti tawa Dwipa, Arien, Jasmine, Hannah dan Laras. Anak itu meninggalkan mereka begitu temannya ada yang mengajaknya berkeliling. Melambaikan tangan begitu menjauh
"Dip, kok tumben lo se-ramah itu ke bocil? " Jasmine bertanya begitu anak itu sudah tak nampak lagi punggungnya, tertutup orang lain
"Iya, Dip. Kalo tu bocil mulutnya ember gimana? Kan kita kadang ada ngomong sesuatu yang kebablasan diceritain" Hannah setuju dengan Jasmine
"Gampang, kalo cepu-an begitu tinggal di-kickkick" Dwipa melambaikan tangan "iya nggak, Rien? " Menoleh
Arien hanya mengangkat bahu.
Dwipa kalah suara. 1-3
"Dahlah, tua anak paling cuma gabut naya random. Kalo pun serius yaudah. Kalo mulutnya ember tinggal dikeluarin. Kalian juga jangan cerita macem-macem Silvi masuk ABAS, atau kalian yang aku kick" Dwipa melambaikan tangan. Melangkah santai menuju panggung
Anak-anak klub band sudah naik ke panggung. Siap mempersembahkan lagu
Wajah Laras dan Jasmine segera berubah melihat sang vokalis sudah meraih mic, tapi mereka berdua tidak saling menyadari. Antusias melihat Gusti.
Hannah juga antusia menonton. Drummer Scientama, Arsel sudah memerang stik drum
Dwipa dan Arien hanya bisa geleng-geleng meligat tingkah teman-temannya. Dadar cinta monyet emang
Scientama fest ditutup hati itu