Bab 43
Persiapan Pernikahan
Hari ini, Lala dan Soni harus kursus pernikahan di gereja. Kursus pernikahan berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Kembali Soni membonceng Lala ke gereja.
Di hari pertama, Lala sehat dan dapat mengikuti kursus pernikahan dengan lancar. Isinya berupa wejangan-wejangan dari bapak pembicara.
Saat makan siang, Soni mengeluh kepada Lala, “Makanannya kurang. Aku masih lapar. Ayo kita keluar cari makan.”
Lala dan Soni menuju ke warung bubur di dekat situ. Soni memesan dua mangkok bubur dan makan dengan lahapnya. Lalu, ia menyuruh, “Tolong bayarin dulu! Aku lagi bokek.” Akhirnya, Lala yang membayar.
Pulangnya, Soni mencuri jajan pasar yang dihidangkan. Ia sudah mendapatkan jatahnya karena satu orang jatahnya satu kerdus kecil. Soni malah mengambil dua.
Hari kedua, tentang pendidikan seksual. Kembali Lala merasakan rasa sakit yang mendera. Ia menelungkupkan wajahnya di meja. Soni menyenggol-nyenggol Lala terus agar Lala memerhatikan pelajaran. Lala merasa tersiksa. Ia segera merogoh-rogoh obat dari dalam tas dan menelannya.
Sesaat kemudian, Lala merasa mengantuk. Soni masih mengobrol beberapa saat lamanya sebelum mereka pulang.
Di hari ketiga, pelajaran tentang bagaimana cara mengatasi jika seorang istri melahirkan. Seorang suami harus mengantarkan istrinya ke rumah sakit dan mendampinginya saat sedang melahirkan. Video yang menggambarkan adegan itu pun diputar.
Saat adegan wanita melahirkan, Soni bergidik. Gumamnya, “Ih, ngeri!” Ia memejamkan mata.
Pikir Lala, “Bagaimana mungkin ia bisa menemani kalau aku sampai melahirkan? Ia penakut? Atau pengecut?”
Saat disuruh menuliskan kekurangan pasangan yang tidak disukai, Lala berusaha menutup-nutupi dengan menulis ‘tidak ada’. Namun, Soni menulis ‘malas’. Padahal, beberapa kali, Lala mencuci piring saat Soni sedang berada di rumahnya.
Lala tak tahan lagi. Ia bertanya, “Kenapa aku malas?”
“Kamu tidak pernah terlihat menyapu rumah,” timpal Soni.
“Sebenarnya, sewaktu disuruh menulis kelebihan pasangan, aku mau menulis ‘cantik’ tetapi tidak jadi,” ucap Soni lagi.
“Kenapa?” tanya Lala.
“Karena kamu sakit-sakitan,” jawab Soni, enteng. Tambahnya, “Aku tidak suka cewek yang manja dan mengorok sewaktu tidur. Aku benci banget.”
“Memangnya siapa dia? Lagipula, aku mengorok saat tidur karena kelelahan,” pikir Lala. Lalu, Lala berkata, “Kamu juga mengorok saat tidur.”
“Ah, tidak. Buktinya, aku tidak pernah mendengar diriku sendiri mengorok saat tidur,” elaknya.
“Itu karena kamu sedang tidak sadar.” Lala berusaha meyakinkan.
“Ah, tidak. Aku tidak percaya,” tolak Soni.
Lala mengalihkan pembicaraan, “Tahukah kamu? Aku keluar dari pekerjaanku karena akan menikah denganmu dan mengikutimu ke Jakarta.”
“Apa?! Tidak bisa begitu. Kamu harus bekerja. Cepat tulis surat lamaran! Aku akan segera mencarikanmu pekerjaan. Kamu harus bekerja segera setelah sampai di Jakarta,” perintah Soni.
“Tapi aku tidak kuat bekerja penuh waktu,” keluh Lala.
“Apa pun itu. Kalau perlu kamu berjualan buku di bundaran HI,” sahut Soni. Ia memang sering melihat Lala menawarkan buku kepada seseorang dan laku, termasuk di kursus pernikahan ini.
“Kamu bisa memanjat kan? Kamu harus bisa membetulkan genteng rumahku kalau bocor nanti dan mengecatnya juga kalau sudah terlihat kusam,” suruh Soni.
Sejenak, Lala merasa ragu. Pikirnya, “Apakah ia adalah cowok yang tepat untukku? Bagaimana cara berpisah dengannya tanpa memutuskannya?”
Pada saat Lala dan Soni mampir ke supermarket, Lala yang membayar. Soni membeli sekotak besar jus buah dan buah persik.
Pulangnya, Lala kesakitan. Soni membonceng Lala, tetapi Soni tidak tahu jalan dan terus-terusan melihat map. Padahal, Soni sudah berkali-kali menyusuri jalan di Yogyakarta. Sambil menahan sakit, Lala berusaha mengarahkan Soni. Katanya, “Ini kan sudah sampai Tugu. Kalau sudah sampai Tugu, kamu tidak perlu berbelok. Cukup lurus terus saja walaupun masih ada beberapa perempatan lagi. Nanti kita akan sampai di gang rumahku di sebelah kiri jalan.”
Untungnya, Soni mau mendengarkan arahan Lala dan menurut. Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah Lala. Tanpa basa-basi lagi, Lala segera masuk ke dalam kamar dan tertidur. Tak dihiraukannya Mama yang menegurnya, “Lho kok tidak mengucapkan salam dulu kepada Soni?”