Loading...
Logo TinLit
Read Story - Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
MENU
About Us  

Bab 14

Didi dan Nana

 

 

Lala sudah keluar dari rumah sakit khusus dan dijemput oleh kedua orang tuanya. Ia sudah mandi karena petugas selalu membentaknya untuk mandi saat rawat inap. Ia sudah mengganti piama merah mudanya dengan kaos kuning dan celana jeans biru. 

 

Kini, Lala dalam masa pemulihan. Mama Papa mengajaknya ke gereja setiap hari Minggu. Mereka menyuruh Lala mendekatkan diri kepada Tuhan. Mereka menilai Lala kurang iman karena penyakit mentalnya. Hal itu bertolak belakang dengan apa yang pernah seorang psikiater katakan bahwa terdapat kelainan di otak Lala.

 

Lala tidak betah hanya duduk diam di salah satu bangku kayu cokelat panjang gereja yang diletakkan berjajar di antara bangku-bangku lainnya. Ia gelisah. Sebenarnya, ia ingin jalan-jalan, tetapi Mama Papa melarangnya. Akhirnya, kata Lala, "Aku ingin ke kamar mandi."

 

"Baiklah, tapi jangan lama-lama," ujar Mama.

 

"Cepat kembali ke sini! Kalau tidak, bangkumu akan kami berikan kepada orang lain," ancam Papa.

 

Lala tidak begitu memedulikannya karena ia memang benar-benar ingin buang air kecil. Ia tidak berbohong karena ia selalu merasa bersalah setiap kali melakukannya. Ia jadi tidak suka berbohong.

 

Namun, sekembalinya dari toilet, matanya tertarik pada papan pengumuman yang berdiri tegak di samping toilet. Ia melihat-lihat sejenak dan menemukan iklan retret di papan itu. Ia mengambil kertas dan bolpoin dari daIam tasnya dan mencatatnya. Ia memutuskan untuk mengikutinya. Ia minta izin kepada Mama Papa sepulang gereja. Mama Papa mengizinkan.

 

Lala ikut retret di hari Senin dan akan selesai di hari Rabu. Jadi, orang tuanya akan menjemputnya di hari Rabu siang.

 

Lala memasukkan beberapa potong pakaian dan celana ke dalam tas kopor merahnya. Tak lupa dimasukkannya peralatan mandi dan handuk. Mama mengingatkannya, "Sudah bawa pakaian dalam dan pakaian tidur juga?"

 

"Oh, iya." Lala segera memasukkan beberapa potong pakaian dalam dan sepotong pakaian tidur dari dalam lemari ke dalam tas kopor. Ia sengaja tidak membawa skin care karena saat itu ia belum terbiasa memakai skin care.

 

Kini, Lala sudah siap berangkat ke tempat retret. Orang tuanya mengantar sampai ke Kaliurang, tempat di mana retret diselenggarakan. Mereka mewanti-wantinya, "Ingat, La, kamu jangan sampai kumat. Nanti beritanya tersiar ke mana-mana. Apakah kamu tidak malu?"

 

Lala hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memang tidak mau kambuh, tetapi kekambuhan itu bukan atas kehendaknya. Sekuat apa pun ia menolaknya, kekambuhan yang lalu itu memang kambuh sendiri. Bisiknya, "Apakah kali ini aku akan mampu mencegah kekambuhanku? Oh, Tuhan, tolonglah aku!"

 

Segera pikiran Lala teralihkan karena di tempat retret ini, Lala bertemu dengan teman-teman baru. Ia menyimpan nomor telepon genggam mereka di telepon genggamnya sendiri. Ia memang baru saja dibelikan telepon genggam oleh orang tuanya. Saat itu adalah saat awal di mana telepon genggam mulai marak.

 

Ada dua orang teman yang lantas menjadi sahabat Lala. Yang pertama bernama Nana dan yang kedua bernama Didi.

 

Nana adalah seorang gadis yang ceria dengan potongan rambut lurus sebahu. Ia mengikuti ke mana pun Lala pergi. Bahkan, saat Lala hendak ke kamar mandi, ia ikut mengantar Lala ke kamar mandi. Ia mengikuti Lala masuk ke ruangan-ruangan di tempat retret itu.

 

Terdapat ruangan dengan kursi-kursi dan meja-meja yang ditumpuk. Lala keluar diikuti Nana. Mereka memasuki ruangan di sebelahnya. Kali ini, ruangannya dipenuhi gambar-gambar orang kudus.

 

Lala dan Nana keluar dari ruangan itu dan memasuki ruangan ketiga. Rupanya, ruangan ini adalah ruangan perpustakaan. Banyak buku yang diletakkan berjajar di sebuah rak. Lala memutuskan untuk membolak-balik sebuah buku. Nana ikut-ikutan.

 

Lala dan Nana keluar ruangan dan duduk-duduk di pinggir sebuah kolam yang banyak ikan koinya. Lala berkata, “Aku bisa berenang, lho!”

 

“Jangan berenang di situ, ya?” celetuk seorang cowok yang sedang lewat di dekat mereka sembari menunjuk kolam itu.

 

Sahabat Lala yang kedua yang bernama Didi, bertemu dengan Lala saat Lala tidak mempunyai pasangan. Maklum, retret ini adalah retret untuk mencari jodoh seiman. Nana sudah dipasangkan dengan seseorang, sementara Lala hanya sendirian karena jumlah peserta yang ganjil.

 

Beberapa saat kemudian, ketika Lala sedang termenung sendirian di bangku beton di area retret yang menghadap keluar, datanglah Didi di tengah hujan sambil menudungkan jaket di atas kepalanya.

 

“Maafkan, aku! Aku terlambat. Aku Didi.” Didi menyalami Lala.

 

“Lala,” sahut Lala. Mereka berdua pun duduk-duduk di bangku beton sambil berbincang-bincang.

 

“Aku tahu kamu sakit.” Ucapan Didi mengejutkan Lala.

 

“Lho, kok kamu bisa tahu?” tanya Lala.

 

“Aku ini indigo,” jelas Didi.

 

“Aku mau cerita,” pinta Lala.

 

“Silahkan!” Didi mempersilahkan Lala bercerita terlebih dahulu.

 

“Kita tidak perlu kuatir dapat jodoh yang lebih tua karena zaman telah modern. Sekarang, nenek-nenek bisa hamil dengan metode penyuburan, tetapi hanya bisa dilakukan di negara maju sana.” Lala teringat kepada buku kedokteran berbahasa Inggris yang pernah dibacanya.

 

“Terima kasih pemberitahuannya. Aku punya nasehat untukmu,” kata Didi.

 

“Apa?” tanya Lala.

 

“Kamu kalau sakit jangan berkecil hati. Bukan berarti Tuhan tidak sayang padamu. Kamu hanya sedang dicobai sama seperti Ayub di Kitab Suci yang dicobai untuk membuktikan kemurnian imannya kepada Tuhan,” ujar Didi.

 

Tanpa sengaja, seseorang duduk di kursi sebelah Lala dan Didi. Rupanya, seorang perempuan hamil. Kandungannya seperti berusia tiga bulan. Lala mengenalinya sebagai salah satu anggota panitia.

 

“Maaf, aku tidak sengaja mendengarkan kalian,” kata perempuan itu.

 

“Tidak apa-apa, Mbak,” kata Didi.

 

“Tidak. Sebaiknya, aku pergi saja.” Perempuan berambut bergelombang sebahu itu tersenyum dan berdiri meninggalkan mereka.

 

Penyakit Lala mulai kambuh lagi. Ia mengeluh kepada Didi, "Sakit."

 

"Aku tahu rasanya jadi kamu seperti apa," terang Didi.

 

Lala merasa sedikit lega. Selama ini, ia mengira bahwa hanya ia yang bisa merasakan rasa sakit itu. Bahkan, ia tidak yakin jika Tuhan tahu karena tidak ada yang kasihan kepadanya kalau ia sakit. Ia juga merasa bahwa Tuhan juga tidak kasihan kepadanya karena Ia tidak segera menyembuhkan penyakitnya. Ternyata, Tuhan mengirimkan orang yang juga bisa mengetahui apa yang dirasakannya dan maklum kepadanya.

 

Di hadapan Lala dan Didi, terdapat dua gelas teh manis hangat. Barusan, seorang panitia mengantarkannya kepada mereka. Mereka menyeruputnya pelan-pelan. Setelah selesai, Didi menawarkan, “Maukah kubawakan gelas kosongnya ke dapur?”

 

“Boleh. Bantuanmu terlihat kecil, tapi sangat berarti bagiku,” puji Lala. Maka, Didi bangkit dari duduknya dan membawa gelas-gelas kosong itu ke dapur. Sementara itu, Lala memutuskan untuk kembali ke kamarnya karena hari sudah gelap.

 

Ternyata, pikiran Lala yang tidak fokus menyebabkannya salah berbelok. Seharusnya, ia berbelok sekitar satu blok lagi. Sekarang, ia malah berbelok begitu saja sehingga ia masuk ke asrama cowok. Ia keluar lagi, berharap Didi tidak mengetahuinya, dan cepat-cepat menuju blok berikutnya. Ia takut dicap gila, setidaknya oleh Didi.  

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sweet Punishment
212      140     10     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Let me be cruel
5540      2795     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Cinta Wanita S2
7243      1823     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...
Atraksi Manusia
514      380     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Interaksi
429      331     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Premium
GUGUR
15449      2039     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
Kenapa Harus Menikah?
92      86     1     
Romance
Naisha Zareen Ishraq, seorang pebisnis sukses di bidang fashion muslimah, selalu hidup dengan prinsip bahwa kebahagiaan tidak harus selalu berakhir di pernikahan. Di usianya yang menginjak 30 tahun, ia terus dikejar pertanyaan yang sama dari keluarga, sahabat, dan lingkungan: Kenapa belum menikah? Tekanan semakin besar saat adiknya menikah lebih dulu, dan ibunya mulai memperkenalkannya pada pria...
EFEMERAL
143      130     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Langkah yang Tak Diizinkan
195      163     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Survive in another city
145      121     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...