Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

"JANGAN... JANGAN RUSAK DANGAN SAYA BU.." isak seorang gadis berseragam putih abu-abu.

"KAMU TUH UDAH BIKIN DAGANGAN SAYA SEPI!"

"NGAPAIN JUAL-JUALAN! SEKOLAH SEKOLAH AJA! GAK USAH JUALAN!" sentak bu yuyun kesal. Ia masih berusaha mengacak dagangan seorang siswi.

Suasana cukup panas tak ada yang berusaha melerai. Siswa dan siswi malah asik menonton pertengkaran yang terjadi.

"Eh, apaan si kok rame-rame?" tanya Andra pada Nata.

"Kaga tau yak," jawab Nata.

"Ah gak asik lo!" ujar Andra.

"Lu nanya gua. Terus gua nanya siapa?"

"Orang gua sama lo baru mau sama-sama jajan."

"Ya udah kalo gitu yuk samperin. Penasaran gua!" Andra melangkah terlebih dahulu.

"Permisi... Permisi." Andra berusaha melewati kerumunan orang-orang dengan susah payah. Yang akhirnya ia bisa sampai di depan.

"Ibu, jangan! Cukup bu!"

"Engga! Saya belum puas!" cetus Bu Yuyun. Ia pun membuang cup makanan yang berisi cilok dan seblak yang seharga lima ribuan.

Dengan sekali sentakan makanan tersebut berhamburan. Kini bukan hanya dangangan moci saja yang berada di lantai. Seblak dan cilok kuahnya juga bernasib sama.

"Luna?" ujar Andra tidak percaya.

Andra sungguh terkejut melihat kejadian itu. Apalagi semua dagangan milik Luna sudah habis. Habis dibuang oleh Bu Yuyun, salah satu pedangan yang juga berjualan di kantin sekolah.

"Stop! Stop!"

"Ibu, apa-apaan sih!"

"Buang-buang dagangan teman saya?!" pekik Andra.

"Apa kamu?"

"Mau jadi pahlawan kesiangan?" cetus Bu Yuyun sambil berkacak pingang.

"Ibu tau gak! Apa yang ibu lakukan itu udah buat Allah marah!"

"Ibu udah buang-buang makanan! Ibu gak tau apa atau gak pernah mau tau? Banyak orang diluar sana yang kelaparan. Tapi ibu malah buang makanan. Contohnya di Gaza, bu!"

Bu Yuyun terdiam sejenak, matanya tajam memandang Andra, lalu kembali menatap Luna yang berdiri gemetar, terisak dengan tangannya yang memegang beberapa potongan moci yang masih utuh.

"Siapa kamu?" tanya Bu Yuyun dengan nada geram. "Kenapa jadi ikut campur?!"

Andra tidak gentar, meskipun ketegangan semakin memuncak.

"Saya Andra, teman Luna. Dan saya gak suka melihat orang yang gak tahu berterima kasih sama rezekinya sendiri. Ibu itu sudah salah besar, buang-buang makanan di depan mata. sementara banyak orang di luar sana yang harus berjuang untuk bisa makan."

Suasana di sekitar semakin hening. Beberapa siswa yang awalnya hanya menonton mulai merasakan ada yang aneh dengan peristiwa ini. Mereka mulai menundukkan kepala, seolah tidak ingin terlibat, tetapi tak bisa mengabaikan apa yang terjadi.

"Kenapa kamu ngomong kayak gitu, huh? Kamu gak ngerti. Gara-gara teman kamu ini, dagangan saya jadi gak laku!" Bu Yuyun berteriak dengan wajah marah.

"Justru ibu yang gak ngerti! Ibu mungkin merasa semua ini milik ibu, tapi ibu lupa bahwa rezeki itu bukan cuma milik kita. Tuhan sudah memberi kita lebih dari cukup, dan sekarang ibu membuang semuanya begitu saja. Sadar, Bu! Banyak yang kelaparan di luar sana!"

Andra pun mendekati dagangan milik Bu Yuyun ia mengacak-ngacak beberapa botol minuman yang masih tersegel. Karena perbuatan itu botol minuman yang tadinya tertata rapi menjadi berantakan bahkan beberapa diantaranya terjatuh di lantai.

"Dan kalau pun dagangan ibu gak laku. Itu bukan kesalahan teman saya! Ya seharusnya ibu introspeksi diri dan berinovasi!" lanjut Andra, matanya penuh emosi.

"Ada apa ini. Kenapa berantakan? Dan kenapa kamu Andra berteriak kepada seseorang yang usianya lebih tua dari kamu?!" teriak kepala sekolah yang tiba-tiba datang bersama guru BK.

"Ada apa ini, Andra?!"

"Bukan saya Pak! Ini Bu Yuyun!" bela Andra.

"Andra, Luna. Ikut saya ke ruang BK!"

Di ruang BK, suasana hening setelah Kepala Sekolah dan guru BK meminta Andra, Luna, serta Bu Yuyun untuk duduk di meja yang terpisah. Luna masih terlihat tampak pucat, wajahnya memerah karena malu dan terisak. Andra tetap teguh, matanya menatap tajam ke arah Bu Yuyun yang masih marah, sementara Bu Yuyun terlihat kesal dengan situasi yang semakin tidak menguntungkan untuk  dirinya.

“Ceritakan apa yang terjadi, Andra,” kata Kepala Sekolah dengan suara tenang namun tegas. Ia mengarahkan pandangannya ke Andra, ingin mendengar penjelasan.

Andra pun mulai membuka suara, menceritakan kejadian dari awal sampai saat ia mendekati kerumunan. “Saya lihat Bu Yuyun membuang semua dagangan Luna dengan kasar. Luna cuma berjualan di kantin untuk mencari uang, nggak ada yang salah dengan itu. Tapi Ibu malah langsung marah-marah tanpa alasan jelas,” jelas Andra.

Luna menggigit bibirnya, menahan tangis yang semakin sulit ia tahan. “Saya… saya cuma berjualan, Bu… Cuma jualan moci dan makanan ringan supaya bisa bantu orang tua. Tapi Ibu Yuyun langsung marah dan…” Luna terhenti, suara tangisnya mulai pecah.

Bu Yuyun tampak menatap Luna dengan penuh penyesalan, namun kemarahan masih terlihat di wajahnya. “Saya cuma ingin mengingatkan dia, Bu. Dagangan saya jadi sepi karena dia jualan di kantin juga. Ini kan masalah bisnis. Kalau saya nggak marah, siapa lagi yang akan mengingatkan dia?”

“Bu Yuyun, saya paham Ibu merasa kesal, tapi cara Ibu menghadapinya salah. Luna nggak punya niat untuk merusak dagangan Ibu. Semua orang berhak berusaha mencari rezeki dengan cara mereka sendiri,” kata guru BK yang ikut hadir.

Kepala Sekolah mengangguk. “Bu Yuyun, dalam hal ini kita perlu lebih bijak. Dagangan yang Ibu buang, meski hanya makanan ringan, tetap rezeki yang harus disyukuri. Jangan karena perasaan pribadi kita merusak hak orang lain.”

Bu Yuyun menundukkan kepala, tampak merasa bersalah, tapi egonya masih tinggi. “Tapi… kalau dia terus jualan di sini, saya bisa mati kelaparan, Bu! Ini kan usaha saya!”

"Ya tapi engga dengan merusak dagangan orang lain dong, bu!" gertak Andra ia menjadi emosi. Luna yang melihat hal itu langsung berusaha menenangkan Andra.

“Saya nggak mau bikin masalah, Bu. Saya cuma ingin jualan untuk bantu keluarga. Saya nggak pernah mau merugikan siapa pun," ujar Luna.

Kepala Sekolah memandang kedua belah pihak. “Kami harap masalah ini selesai di sini. Bu Yuyun, semoga Anda bisa lebih bijak dalam menghadapi situasi seperti ini."

"Dan Luna, Bu putuskan untuk melarang kamu untuk berjualan di sekolah. Mengingat tugas kamu seharusnya lebih fokus untuk belajar bukan berjualan," jelas kepala sekolah.

"Lho Bu? Kok Luna jadinya dilarang berjualan? Ibu gak adil dong!" protes Andra mengebu.

"Ini sudah keputusan terbaik. Daripada masalah terus berlanjut. Lebih baik seperti ini. Lagi pula di sini murid dilarang untuk berjualan."

"Keputusan terbaik apa, Bu? Keputusan yang hanya sepihak dan tidak baik!"

"Kalau seperti ini, bagaimana Luna membantu orang tuanya?" tanya Andra heran dengan keputusan kepala sekolahnya.

"Ibu kamu atau ayah kamu bisa berjualan di sekolah. Di sana masih tersedia kantin kosong. Ya—"

"Tapi ada biaya untuk sewanya."

Luna menarik napas panjang. Iya mengusap air matanya. Ia sudah pasrah dengan keputusan kepala sekolah.

"Tapi orang tua saya gak bisa bayar sewa untuk kantin, Bu."

"Ya sudah terserah bagaimana kamu. Ibu sudah memberikan keputusan dan solusi terbaik."

"Gak bisa seperti itu, Bu! Ini namanya keputusan sepihak!" Andra berdiri dan berkacak pinggang.

"Andra yang sopan dengan kepala sekolah!" ujar Bu Sesil selaku guru BK.

"Keputusan tidak jelas. Ayo Luna. Kita balik ke kelas!" Andra mengandeng tangan Luna mengajaknya keluar dari ruang BK.

"Andra saya belum selesai berbicara!" teriak kepala sekolah dari dalam ruangan.

Andra berhenti tepat tiga langkah dari luar ruangan ketika tangan Luna seperti enggan untuk beranjak.

"Maaf Bu jika itu keputusan sepihak Ibu. Saya rasa tidak bisa saya ubah. Maka dari itu saya mohon pamit. Terima kasih."

"Ayo, Lun."

"Jangan khawatir, Luna. Semua akan baik-baik saja. Kita cari solusi sama-sama ya," jawab Andra dengan senyum di wajahnya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
No Life, No Love
1277      951     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
131      108     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1370      898     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Let me be cruel
5566      2802     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Sepotong Hati Untuk Eldara
1649      775     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
Senja di Balik Jendela Berembun
25      24     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Sweet Like Bubble Gum
1361      917     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Anak Magang
122      114     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
Fidelia
2157      940     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5753      1914     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...