Loading...
Logo TinLit
Read Story - That's Why He My Man
MENU
About Us  

-That's Why He My Man-

•••

If I could get another chance

Another walk

Another dance with him

I'd play a song that would never ever end

How I'd love, love, love

To dance with my father again

(Dance With My Father – Celine Dion)

 

            Shadira Hanum selalu menempati posisi peringkat pertama sejak dirinya duduk di bangku SMP. Jadi bukan lagi hal mengejutkan bagi teman satu angkatannya ketika peringkat pertama kelulusan diumumkan dan nama perempuan itulah yang disebut oleh Pak Salim─pembawa acara purnawiyata tahun ini.

            Ibu dan kedua kakak Dira menatap bangga si anak bungsu yang berada di atas panggung ditemani oleh ayahnya. Dira menerima penghargaan tersebut dengan senyum yang terbit sampai ke mata. Primadona sekolah yang pada kesempatan hari ini memakai gamis warna peach dan hijab hitam itu nampak anggun saat berjalan menuruni panggung dibantu oleh sang ayah.

            Bukan rahasia lagi jika Dira dipuja banyak siswa di sekolahnya, bahkan para siswi pun segan untuk mendekat padanya. Dira gadis pintar yang menyumbangkan banyak prestasi di sekolahnya. Olimpiade sains dan matematika dari tingkat kecamatan sampai nasional sudah pernah ia raih kejuaraannya. Tak hanya itu, ia juga memiliki segudang prestasi lain, aktif di bidang organisasi baik di dalam maupun luar sekolah.

            Suara Dira kini terdengar mengisi aula yang luasnya cukup untuk menampung 600 orang lebih. Gadis itu berdiri di podium, mewakili angkatannya untuk membawakan pidato. Senyum tak lepas dari wajahnya membuat Bella ikut tersenyum.

            Perempuan dengan balutan tunik putih, rok span hitam, heels runcing beralas merah dengan tinggi 7 cm, serta jilbab hitam yang menjadi warna favoritnya─Bella duduk bersama Dimas, Isabel juga Damar.

            “Curiga kalo Dira bukan anak Ibu sama Ayah, soalnya aku nggak sepinter dia,” bisik Dimas pada Bella.

            Perempuan itu mengernyit mendengar penuturan adik lelakinya. “Nggak usah belagak lupa, kamu juga peringkat 1 kali waktu kelulusan,” ujarnya yang hanya mendapat cengiran dari Dimas.

            Diantara ketiga anak Isabel dan Damar, mungkin Bella lah yang paling bodoh. Bella tidak seperti Dira yang sejak kecil selalu masuk 5 besar di setiap lomba yang diikutinya. Bella juga tidak seperti Dimas yang selalu juara 1 sejak SD sampai SMA. Bella biasa saja, ia pernah masuk 3 besar saat SMP. Ia juga pernah masuk 20 besar saat SMA dan ketika lulus, ia mendapat peringkat ke 10. Bella cukup puas dengan dirinya. Meskipun bagi orang lain dirinya masih terus terlihat kurang. Tak jarang para saudara baik dari Ayah maupun Ibunya membandingkan Bella dengan adik-adiknya.

            Setiap kali seperti itu, Damar akan membela habis-habisan Bella. Baginya Bella adalah anak perempuan yang juga patut dibanggakan, ia mengorbankan mimpinya demi bisa bekerja lebih giat untuk pendidikan adik-adiknya. Bella─putrinya akan selalu jadi anak kecil di mata Damar. Maka dari itu, Damar tak pernah menentang keputusan Bella. Pria tua itu menatap sekilas putri sulungnya yang tersenyum lebar menatap si bungsu. “Bahagia terus ya, Nak. Ada ayah di sini,” batinnya.

            Bella tidak sedih setiap kali dirinya harus menghadapi situasi kurang mengenakkan itu. Dulu mungkin Bella akan marah dan menangis di dalam kamarnya, namun sekarang tidak lagi. Bella berubah jadi lebih kuat. Perempuan dewasa itu sudah mampu mengontrol dirinya. Selama tidak ada yang mengusik teritorialnya, maka Bella akan tetap bersikap santai.

            Acara purnawiyata di tutup dengan foto bersama. Bella dan keluarganya keluar dari aula dan memilih untuk mencari spot foto lain di sekolah Dira. Ramainya orang-orang tak menyusutkan semangat Dira untuk mencari tempat yang bagus untuk keluarganya mengambil gambar sebagai kenangan.

            “Lang, tolong potoin aku sama keluargaku bentar dong,” pinta Dira pada Elang─adik tingkatnya yang menjabat sebagai ketua osis.

            Elang mengangguk antusias, lelaki itu segera melakukan permintaan Dira. Keluarga itu nampak bahagia meski hanya foto di bawah pohon mangga, semua terpancar dari senyum ceria dan tatapan bangga mereka pada Dira.

            “Thanks a lot, Lang. Nanti kirim ke aku, ya,” pesan Dira sebelum memberikan selembar uang berwarna merah pada Elang.

            “Sama-sama, Kak Dira. Nanti biar aku edit sekalian, ya? Hari ini aku pakai kamera kakakku jadi harus ketemu dia dulu. Mungkin agak lama,” ujar Elang.

            “Oh, okay, gapapa. Aku duluan kalo gitu,” pamit Dira yang langsung pergi menghampiri orang tuanya.

            “Adek abang kok hari ini masyaAllah sekali cantiknya, Kak Bella aja sampe kalah loh,” puji Dimas tiada henti sepanjang perjalanan pulang.

“Apa sih, Bang Dimas nih, stop ledekin aku dan Kak Bella. Kak Bella juga cantik. Tapi lebih cantikan Ibu sih,” ucap Dira.

            Bella mendelik mendengarnya. Namun perempuan itu tak ingin ribut. Ia sudah cukup lelah dengan heelsnya yang ia yakini akan membuat betisnya pegal bukan main. Bella mencebik pelan sembari menyamankan posisi duduknya. Bella duduk di bangku belakang, ia jadi senang karena bisa menggunakan waktu di perjalanannya untuk tidur.

            “Bella? Tadi kamu lihat Pak Agam? Beliau yang isi acara sambutan perwakilan don …” Isabel menghentikan ucapannya ketika melihat Bella sudah berbaring di bangku belakang. “Astaga cepetnya,” lanjut Isabel.

            “Pak Agam kenapa, Bu?” tanya Dira penasaran. Pasalnya sejak minggu lalu, usai bertandang ke asramanya, Isabel jadi suka menelpon dan menanyakan soal Pak Agam─donatur sekolahnya.

            Isabel mesam-mesem tak jelas, sedangkan Damar yang memegang kemudi hanya mampu menggeleng melihat tingkah istrinya. “Ibu suka sama Pak Agam, ya?” tutur Dimas dengan nada geli.

            Dira terkikik mendengar penuturan abangnya. “Abang itu loh kalo bicara harusnya disaring dulu. Eh, tapi beneran Ibu suka Pak Agam?” tanyanya menambahi.

            Isabel mendelik. “Kalian ini bicaranya sembarangan banget ke Ibu. Ibu itu nanya soal Pak Agam karena kakakmu itu nggak nikah-nikah!” serunya.

            “Ibu mau punya menantu setua Pak Agam?” tanya Dimas.

            “Bukan Pak Agamnya, tapi ya anaknya atau saudaranya gitu lah.”

            Dira mengangguk-angguk mendengar jawaban Ibunya. “Tapi setahuku, anak Pak Agam udah nikah semua sih, Bu,” ujarnya.

            “Oh, iya kah? Tapi ibu denger dia punya cucu yang udah lumayan mapan, Dira. Tadinya sih ibu ngarep kalo Pak Agam lagi nyari jodoh buat cucunya, tapi kayaknya susah juga ya kalo mau berbesan sama Pak Agam,” ucap Isabel lesu.

            “Intinya sih, kita nggak setara sama Pak Agam, Bu. Ibarat bangunan, beliau ini hotel bintang lima sedangkan kita cuma rumah susun.” Dimas mengeluarkan fakta yang tidak dapat Isabel bantah.

            “Harus banget rumah susun, ya, Bang? Nggak ada yang bagusan dikit gitu? Keluarga kita nggak jelek-jelek amat kok. Abang punya prestasi di kampus, Ayah kerja di BKD, Ibu mantan pegawai bank, kakak juga bentar lagi sertifikasi. Kita setara villa pribadi nggak si?”

            “Cerewet banget sih kamu, Dir. Terserah kamu deh mau jadi apa, abang pengin tidur. Ngantuk banget,” ujar Dimas yang mulai mencari posisi ternyamannya.

            “Dimas, kamu kan mau gantian nyetir sama Ayah. Jangan tidur kamu. Ayah udah bela-belain nyetir tadi malam, kamu enak-enakan tidur,” omel Isabel yang hanya numpang lewat di telinga Dimas.

            “Udah, Bu. Nggak apa-apa, biarin Dimas tidur. Dia semalam juga capek karena baru kelar kegiatan kan?” ucap Damar.

            Sebagai Ayah sambung Damar sangat menyayangi anak-anak sahabatnya. Damar menikah dengan Isabel setahun usai Angger meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Damar dan Angger adalah sahabat sejak SMA namun keduanya berpisah karena Damar harus kuliah di luar pulau mengikuti ayahnya yang berpindah kerja. Angger menikah dengan Isabel satu tahun usai perempuan itu lulus SMA.

            Damar bertemu lagi dengan Angger saat usia Bella baru 6 tahun. Mereka bertetangga cukup lama sampai Damar memutuskan untuk merantau lagi ke luar kota dan baru pulang saat usia Bella 15 tahun. Usia Damar yang cukup matang tidak membuatnya berkeinginan menikah, sampai keluarganya menyerah membujuk Damar. Membiarkan Damar memilih jalan hidupnya.

            Damar datang ke kehidupan Isabel dan Angger, menjadi penolong saat kedua orang itu tak dapat mengurus anak-anaknya. Damar dengan senang hati merawat 3 anak yang tak dapat dipungkiri sangat rewel dan cukup susah diatur. Damar menjadi yakin, tanpa menikah pun ia sudah mampu merasakan rasanya berperan menjadi seorang Ayah. Ketiga anak itu dekat dengan Damar, bahkan menganggap Damar sebagai Ayah kedua mereka.

            Angger turut bahagia melihat anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak hebat. Sampai ketika dirinya divonis mengidap penyakit jantung koroner, pria itu bahkan menyiapkan sebuah wasiat untuk Damar.

            Malam itu, Damar, Isabel dan Angger berkumpul di ruang rawat inap. Angger menyerahkan sebuah surat pada Damar. Surat perjanjian yang berisi tentang hal-hal yang harus Damar lakukan apabila operasi tidak dapat menyelamatkan Angger.

            “Kamu gila, Angger?” tanya Damar kesal.

            “Aku waras, Damar. Aku hanya memikirkan risiko dari penyakitku ini. Aku rasa umurku sudah nggak akan lama. Aku nggak mau melihat istri dan anakku terhambat jalannya karena masih memikirkan kepergianku. Berjanjilah, kamu akan menikahi Isabel dan menjadi ayah yang baik untuk anakku, Damar.”

            “Tapi, Ngger. Nggak semudah ini. Kamu pikir anakmu akan mudah menerimaku sebagai ayah sambung mereka? Kamu pikir istrim─”

            “Anak-anakku sudah mengenalmu lama, Damar. Istriku pun begitu. Aku percaya kamu mampu menyayangi dan merawat harta berhargaku di dunia ini. Tolong aku untuk yang terakhir kalinya, Damar,” pinta Angger dengan wajah pucatnya.

            Isabel menangis mendengar ucapan suaminya. Wanita itu bahkan tak mampu melihat wajah Damar saat pria itu akhirnya mengiyakan permintaan Angger. Keesokan harinya, Angger menjalani operasi bypass jantung selama 4 jam lamanya. Operasi itu dinyatakan sukses dan Angger hanya tinggal menjalani pemulihan di ICU selama beberapa hari.

            Dua minggu sejak kepulangan Angger dari rumah sakit, hari-hari berjalan normal. Damar lega bukan main. Namun di satu hari menjelang isya saat Angger pulang dari tempat kerjanya, pria itu mengalami kecelakaan lalu lintas. Seorang supir truk yang mengantuk menerobas lampu merah, sedangkan dari arah berlawanan banyak kendaraan yang hendak berbelok. Kecelakaan beruntun tak terelakan, sekitar 5 korban meninggal di tempat dan 9 lainnya cedera berat hingga luka-luka ringan. Termasuk sang supir truk yang ternyata mengkonsumsi narkoba─juga meninggal.

            Isabel dan ketiga anaknya jelas terpukul dengan kepergian orang yang mereka cintai. Satu-satunya yang jadi panutan hidup mereka telah pergi menghadap sang kuasa. Bella mendengar kabar itu saat dirinya berada di Jawa Timur menempati salah satu kamar hotel bintang 5 yang menawarkan pemandangan kota Surabaya. Kamar yang jadi saksi, dirinya hampir meregang nyawa.

            Setahun setelahnya, suasana rumah Bella berubah. Bella berubah menjadi anak yang cukup kalem. Tidak ada lagi Bella yang cerewet dan manja, dia tumbuh kuat tanpa berminat untuk menggantungkan harapan pada siapapun termasuk Ibunya.

            Hingga pada suatu malam, Bella menangis di taman samping rumahnya. Ia merindukan Papanya yang tidak lagi bisa mendengar semua keluh kesahnya. Hati Damar remuk mendapati Bella yang ternyata tidak sekuat kelihatannya. Anak itu dipaksa meninggalkan semua kebiasaannya semasa bersama Angger. Bella yang dulu selalu jadi anak ceria dan senang bicara, terpaksa mengunci bibirnya dengan senyum kaku demi menutupi remuk redamnya diri setelah ditinggal Angger.

            Bella mengambil cuti kuliahnya dan memilih bekerja di berbagai tempat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun tabungan Angger masih cukup untuk membayar kuliahnya, namun Bella memilih untuk tetap mencari tambahan. Gadis itu memahami bagaimana sulitnya sang ibu mengurus kedua adiknya yang masih bersekolah.

            Mengetahui hal tersebut Damar akhirnya meneguhkan hatinya untuk memenuhi janji terakhirnya pada Angger. Isabel menerimanya, begitu pula ketiga anaknya. Tahun pertamanya bersama Damar, Bella kadang menemukan Isabel tengah menangis lirih sembari menatapi album foto Angger. Mungkin definisi jatuh cinta hanya sekali dan sisanya hanya melanjutkan hidup, cocok disematkan pada Isabel. Namun teori tersebut juga hanya bertahan sementara, karena menurut semesta, Isabel layak menjatuhkan hatinya sekali lagi pada sosok seperti Damar.

Damar juga menawarkan obat untuk Bella yang terluka. Meski hasil dari obat tersebut butuh jangka waktu yang cukup lama, namun Damar ingin Bella bisa kembali seperti sedia kala. Damar akan setia menunggunya. Damar akan jadi sosok pertama yang merentangkan tangannya selebar mungkin untuk menerima peluk hangat yang datang dengan senyum ceria Bella. Damar akan memastikan dirinya ada saat Bella-nya kembali.

            Damar masih ingat betapa bangganya Angger ketika memiliki Bella di hidupnya, tiada hari yang Damar lewati tanpa mendengar cerita Angger tentang Bella yang begini, Bella yang begitu. Sampai saat gadis itu beranjak remaja dan jadi anak bandel nan manja, Angger masih terus membanggakan anaknya.

            Angger bukan tipe orang tua yang suka mengatur anak-anaknya untuk patuh dan menjadi anak baik berprestasi seperti yang orang-orang lain lakukan. Ketika anak-anak orang lain mengikuti les sepulang sekolah, maka Bella dan kedua adiknya bebas bermain di rumah. Tidak perlu les, karena Angger mampu mengajari mereka di rumah. Meskipun acapkali dirinya kesulitan karena harus ekstra sabar dalam menghadapi tingkah ketiga anaknya, namun Angger tetap merasa senang.

            Kini peran tersebut berpindah pada Damar. Berbeda dengan Bella, dekat dengan Shadira dan Dimas justru jauh lebih cepat. Mereka cepat terkoneksi dan nyaman satu sama lain. Maka tak heran melihat kedua anak tersebut kadang kala menunjukkan tingkah manjanya di depan Damar.

            “Yah, Dira boleh mampir ke tempat Papa?” tanya Shadira ditengah perjalanan pulang. Damar mengiyakan dengan senang hati. Pria itu yang selalu mengajak anak-anak dan Isabel untuk berkunjung ke makam Angger tanpa harus menunggu hari-hari tertentu. “Temui papa kalian kapanpun kalian mau, tanpa harus ditemani Ayah sama Ibu. Papa kalian pasti senang, karena kalian selalu ingat sama dia.” Begitu kata Damar.

            Di sinilah Dira berada, berjongkok di samping pusara Angger. “Papa, Dira hari ini bawain lily buat Papa. Papa suka lily kan? Kata papa lily cantik kaya Dira. Pa, hari ini Dira udah lulus SMA. Dira seneng banget, Ayah Damar sama Mama juga bangga sama Dira. Dira nggak mau kecewain mereka, Pa. Dira nggak pernah lupa kirim doa buat papa, papa jangan bosen liat Dira, ya!” tuturnya yang kemudian beranjak dari TPU.

            Mobil Avanza hitam memasuki pekarangan rumah tipe 54 yang memiliki 2 lantai. Isabel, Damar dan Dira keluar dari mobil tersebut, kecuali Bella yang masih tertidur pulas. Damar masuk ke mobil dan menurunkan serta melipat kursi tengah, Pria itu membopong tubuh ramping putri sulungnya yang tampak tidak terganggu.

            “Astaga, molornya kebangetan banget anak ini. Taruh di karpet depan tv aja, Yah. Jangan di bawa ke atas, bisa encok nanti pinggang kamu,” ucap Isabel yang disambut dengan kikikan geli oleh Dira.

            Damar tidak mengikuti saran istrinya. Pria itu meletakkan tubuh putrinya dengan hati-hati di atas ranjang. “Papamu pasti sekarang lagi ngomel karena kamu digendong Ayah, Bell. Ayah nggak minta Bella buat cepet-cepet nikah kok. Bella boleh lajang selama yang Bella mau. Ayah justru masih pengin liat kamu tumbuh, Bell. Buat ayah, kamu masih anak kecil yang baru ayah tolongin kemarin sore waku kamu jatuh dari sepeda. Bella sehat-sehat, ya, Nak,” ucap Damar lirih, sebelum pria itu mengecup puncak kepala Bella dan pergi keluar kamar. Damar pergi tanpa menyadari setitik air mata mengalir dari sudut mata kirinya.

            Mata Bella terbuka tepat saat pintu ditutup rapat oleh Damar. Perempuan itu menutup mulutnya, menahan tangis. Ia memutar tubuh tengkurap, menenggelamkan wajah dan berteriak. “Papa, Bella capek, Pa. Jemput Bella, Pa. Bella nggak mau jadi beban di keluarga ini, Pa,” batin Bella.

            Selama ini ia merasa bersalah karena belum mampu terbuka pada Damar. Bella tahu seberapa keras Damar berusaha untuk berperan menjadi ayahnya. Pria itu membaca semua buku harian Angger dan mencoba mengingatnya. Pria itu mewujudkan satu per satu mimpi dan keinginan Angger yang belum tercapai. Pria yang Bella panggil Ayah adalah gambaran nyata dari tulusnya cinta seorang pria pada Ibunya. Papanya tidak salah ketika menjatuhkan pilihannya pada Damar.

            Damar mencurahkan semua kasih dan sayangnya pada keluarga Bella yang saat itu kehilangan sayapnya. Damar datang di kehidupan mereka, ia tak membawa sayap pengganti untuk keluarga itu. Damar tidak mampu membawa keluarga itu terbang dan menikmati indahnya semesta dari atas sana. Namun Damar dengan tekad bulatnya menawarkan keindahan semesta di sekitarnya. Memulai sebuah perjalanan hidup baru.

            Bella juga ingin menemukan bentuk cinta yang mirip seperti yang Damar berikan pada keluarganya, bisakah Bella menemukannya pada diri Rakha?

 

•••

-That's Why He My Man-

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
God, why me?
182      150     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
Ikhlas Berbuah Cinta
814      645     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Kertas Remuk
96      79     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...
Menanti Kepulangan
39      35     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Kaca yang Berdebu
89      70     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Manusia Air Mata
867      514     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
The First 6, 810 Day
524      370     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Finding My Way
541      363     2     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
OWELL’S TALE
483      341     4     
Short Story
A children sgort story about an albino otter called Owell
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...