Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

Langkahku terhenti di lobi sekolah. Di parkiran, aku melihat Dafa menungguku sambil bersandar di mobilnya yang sangat mencuri perhatian itu. Seperti biasa, dia sengaja mengatur pose agar tampak menarik kalau ada yang curi-curi kesempatan untuk memotretnya.

Aku sengaja berdiam di tempat, bukan karena enggak mau ketemu Dafa. Biarin aja dia menunggu lama di parkiran, kepanasan karena sibuk tebar pesona. Siapa suruh pakai jaket tebal, padahal matahari lagi terik-teriknya?

“Cowok lo, tuh.” Arisha menyenggol lenganku. “Maksud gue, pacar setting-an lo.”

“Mantan pacar setting-an,” ralatku. Aku ikut tertawa bersama Arisha. Sejak jujur kepadanya, Arisha sering meledekku soal hubungan pura-pura itu. 

“Kok gue yang kegerahan ya lihat dia?” tanya Arisha.

“Gue juga. Pasti jaket endorse, makanya dipakai padahal lagi terik begini. Dia tuh nyadar enggak ya kalau saltum?” timpalku.

Arisha terbahak, membuat beberapa orang menatap ke arah kami.

Saat itulah aku enggak sengaja bersitatap dengan Ghania. Dia menatapku dengan pandangan penuh permusuhan.

“Ghe, langsung balik?” tanyaku.

Ghania mendengkus. “Bukan urusan lo.”

Ucapannya terdengar ketus dan dingin. Ghania langsung berlalu setelah sekali lagi menunjukkan tatapan mengajak berantem.

“Enggak ngerti, deh, gue sama dia. Kenapa marah sama lo?” tanya Arisha sambil menatap kepergian Ghania.

“Dia juga marah sama lo kayaknya.”

Arisha memutar bola matanya. “Dia enggak pernah consider gue sebagai teman. Kan dia cuma mau temenan sama lo, tapi ikutan stuck sama gue karena kita lebih dulu temenan.”

Sejak video pertengkaranku dengan Dafa viral, Ghania langsung memutus hubungan pertemanan denganku. Otomatis, dia enggak lagi berteman dengan Arisha.

“Kayaknya dia suka sama Dafa, tapi marah ke gue karena omongan Dafa di videonya. Salah alamat marahnya,” seruku.

“Udah dari dulu kali dia suka sama Dafa, jadi enggak heran kalau dia ada main sama Dafa di belakang lo. Kalau dia tahu hubungan lo cuma setting-an, pasti bakalan makin marah.” Arisha terkekeh. “By the way, tuh Dafa liatin lo mulu. Awas, ntar dia ngamuk karena kepanasan.”

Aku mengalihkan pandangan ke arah Dafa. Meski tertutup kaca mata hitam, aku bisa merasakan tatapannya yang tajam tertuju ke arahku.

“Gue samperin dulu, deh. Mau tahu maunya apa. Ketemu di auditorium, ya,” ujarku.

“Jangan telat, lima belas menit lagi mulai latihan.”

Aku mengangguk dan menuju ke arah Dafa, sementara Arisha menuju arah sebaliknya. Enggak banyak waktu yang kupunya karena ada jadwal latihan teater sore ini. Namun, aku tahu sebaiknya enggak nyuekin Dafa. Kalau dibiarin, dia bisa jadi duri dalam daging. Terus mengganggu sampai keinginannya terpenuhi.

“Mau apa lagi?” serbuku begitu tiba di depannya.

Dafa membuka kacamatanya. “Ngomong di mobil, ya.”

“Aku mau ada latihan teater,” seruku.

Dafa mendecakkan lidah. “Sebentar doang. Panas, nih.”

Tanpa mengindahkanku, dia masuk ke mobilnya. Melihatnya membuatku merasa geli. Mengapa dia bisa sekonyol ini? Terlepas dari wajahnya yang ganteng itu, tingkah konyolnya yang menggelikan ini membuatku enggak akan pernah bisa menyukainya.

Aku akhirnya masuk ke mobil Dafa. Dia sudah membuka jaket itu dan tengah bersungut-sungut karena kepanasan.

“Spill it,” desakku.

“Kapan kamu bikin video klarifikasi? Aku udah punya plan, tapi mundur karena kamu jadi ribet begini,” ujarnya dengan nada ketus.

“Penting, ya, video klarifikasi? Kan kamu bisa ngedrama sendiri, narik simpati sendiri,” balasku.

Dafa menatapku dengan ekspresi sengit. “Aku enggak mau kehilangan peran di series itu.”

“Apa hubungannya?”

Dafa memutar tubuhnya hingga berhadapan denganku. Wajahnya terlihat keras, jelas dia enggak bisa mengendalikan emosinya.

“Aku cuma bisa dapetin peran itu kalau kita masih pacaran. Itu janji sama produser, karena lebih menjual,” aku Dafa.

“Kalau gitu, ya udah lupain aja.”

Dafa menarik tanganku yang siap membuka pintu mobil.

“Jangan kayak gini, dong, Babe. Please, mau ya. Bikin videonya.” Kini, Dafa menatapku dengan wajah memelas.

Babe? Apa aku enggak salah dengar?

Di telingaku, kata itu terdengar kayak ejekan.

“Kamu aja sana bikin sendiri. Kemarin juga bikin sendiri, kan? Enggak peduli kalau video itu isinya bohong dan mojokin aku, yang penting orang bersimpati sama kamu,” semburku.

Dafa menggeram. “Sekali ini aja, Key. Janji, ini yang terakhir.”

Aku mengurungkan niat untuk keluar dari mobil. Alih-alih aku meneliti wajah Dafa. Selama mengenalnya, aku belum pernah melihat Dafa serius seperti ini.

“Beneran? Setelah itu kita putus.”

Dafa mengibaskan tangannya di depan wajahku. “Terserah kamu, I don’t care. Yang penting sampai series ini kelar, kita barengan terus. Kalau pun putus, jangan sampai ada yang tahu. Kayak selama ini aja, kamu untung, aku untung.”

Apanya yang untung? Aku sering makan hati, itu sama sekali jauh dari kata untung.

“Oke, tapi terserah aku mau bikin video klarifikasi kayak apa.”

Senyum cerah terkembang di wajah Dafa. Akhirnya dia melepaskan cengkeramannya di tanganku.

Dafa enggak bertanya lebih lanjut, dan aku memendam sendiri video seperti apa yang ingin kubuat. Dia enggak perlu tahu soal rencanaku.

“Thanks, Babe. Enggak sia-sia aku sengaja ke tokonya Ansel. Benar, kan, jadi viral dan kita bisa punya banyak stok konten?” Dafa tertawa puas.

Di tempatku, aku tertegun. “Sengaja? Jadi semuanya udah direncanain?”

Tawa Dafa makin menjadi-jadi. “Kamu senaif ini, ya. Kamu pikir aja, ngapain aku marah-marah sampai nuduh selingkuh? Sama Ansel? Aku juga tahu itu ngaco.”

Aku terpana mendengar pengakuan itu. Kenapa aku enggak menduga kalau semua ini sudah direncanakan oleh Dafa? Kedatangannya jelas disengaja, makanya dia membawa teman-temannya untuk mengabadikan momen itu. Dasar bodoh, mengapa aku bisa termakan ke dalam setting-an enggak penting ini?

“Lagi sepi, Babe. Jadi harus bikin sesuatu biar rame lagi. Eh, rame banget malah. Bilangin makasih buat temanmu itu. Ada juga gunanya dia.”

Tanganku mengepal, sekuat tenaga menahan diri untuk tidak melayangkan tinju ke wajahnya yang tengah tersenyum pongah. Dia benar-benar menyebalkan.

Akhirnya, aku meninggalkan Dafa yang tampak puas dengan dirinya sendiri. Aku sengaja membanting pintu mobilnya, untuk melampiaskan emosi yang terpendam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Simfoni Rindu Zindy
696      517     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
Winter Elegy
593      412     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Bittersweet My Betty La Fea
4592      1464     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
The Call(er)
1395      838     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Slap Me!
1566      714     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
1529      709     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Happy Death Day
561      308     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Cinta Sebatas Doa
607      426     0     
Short Story
Fero sakit. Dia meminta Jeannita untuk tidak menemuinya lagi sejak itu. Sementara Jeannita justru menjadi pengecut untuk menemui laki-laki itu dan membiarkan seluruh sekolah mengisukan hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Padahal tidak. Cukup tunggu saja apa yang mungkin dilakukan Jeannita untuk membuktikannya.
Premium
Akai Ito (Complete)
6740      1343     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...