Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

Rumah Dafa dalam keadaan ramai begitu aku tiba. Selain timku, juga ada tim Dafa yang jumlahnya seabrek-abrek itu. Siapa pun yang melihat keriuhan ini pasti enggak menyangka ini cuma demi kebutuhan konten YouTube.

Tante Dian, mamanya Dafa, berada di ruang tamu bareng Mama. Ruang tamu itu disulap jadi lokasi syuting, lengkap dengan lighting yang sudah diatur sedemikian rupa, juga deretan kamera yang sudah stand by.

“Akhirnya kalian sampai juga. Kok lama, sih?” tanya Mama. Beliau menatapku dengan mata menyipit.

“Macet,” sahutku, dengan alasan yang sangat enggak masuk akal, sebelum Dafa mengadu yang enggak-enggak.

Tatapan Mama makin menyipit, jelas enggak percaya dengan alasanku.

“Ya sudah, kamu ganti baju dulu, ya.” Tante Dian menengahi.

Mama menyerahkan tote bag berisi baju ganti, sementara Tante Dian mengantarku menuju kamar tamu. Aku mengunci pintu kamar, membuat keriuhan di luar teredam untuk sementara waktu. Dengan malas-malasan, aku mengganti seragam sekolah dengan baju yang dibawa Mama. Aku juga memanfaatkan waktu untuk memperbaiki penampilan. Setelah belajar delapan jam di sekolah, wajar kalau aku tampak kusut. Wajahku sudah berubah jadi tambang minyak, membuat wajahku terlihat mengkilat.

Aku mengelap wajah dengan kertas minyak lalu membubuhkan bedak tipis. Sebelum Mama protes, aku juga memakai makeup tipis. Blush on peach ini setidaknya bisa membuat wajahku lebih berseri, bukan kusut sesuai dengan suasana hati. Terakhir aku memakai lip tint pink agar terlihat lebih presentable. Aku menyisir rambut dengan tangan, sengaja memberikan efek messy, berhubung rambutku sudah enggak ada bentuknya dan enggak ada waktu untuk styling rambut.

Aku menyimpan tote bag berisi seragam sekolah, juga tas sekolahku di dalam kamar tamu dan menuju ke ruang tamu. Namun, langkahku terhenti ketika melihat adik Dafa, Deon, asyik sendirian di ruang tengah. Dari semua orang, cuma dia yang enggak terpengaruh dengan keriuhan ini.

Mama dan Tante Dian sibuk mengatur set dan Dafa entah di mana. Aku mendekati Deon, sebelum nanti menghadapi keribetan di ruang tamu.

Deon melirikku sekilas sebelum kembali fokus ke handphone. Dia baru sepuluh tahun. Aku enggak begitu akrab dengannya, karena aku juga enggak pernah sengaja mendekatkan diri dengan keluarga Dafa. Bahkan, ini kali pertama aku menginjakkan kaki di rumah Dafa. Aku juga baru bertemu Deon beberapa kali, dan dia sangat cuek. Deon lebih tertarik main game di handphone ketimbang mengobrol dengan orang lain.

“Ah ketembak….” Deon membanting handphone ke atas sofa lalu bersedekap dengan wajah cemberut.

Aku melirik handphone miliknya yang menunjukkan game tembak-tembakan. Aku lupa nama game itu, tapi pernah memainkannya sekali bareng Ansel. Tentu saja aku kalah, meski Ansel juga enggak jago-jago amat.

“Kak Key pernah main game ini. Susah banget.”

Deon melirikku dengan wajah datar. Dia mirip Dafa, tapi karena sering cemberut, dia terlihat lebih menyebalkan.

“Kak Key bisa main game?”

Aku tertawa kecil. “Pernah main, sih, tapi enggak jago.”

“Cewek, kok, main game tembak-tembakan?” Deon menatapku dengan raut ingin tahu.

“Iseng aja waktu itu main bareng teman. Padahal dia mainnya juga ngaco, tapi Kak Key lebih ngaco lagi.” Aku tergelak.

Deon ikut tertawa. Dia mengambil handphone lagi dan me-reset game yang tadi dimainkannya. “Temannya Kak Key asyik pasti, enggak kayak Kak Dafa.”

“Kak Dafa kenapa?” tanyaku. Meski aku enggak dekat dengan Deon, tapi aku tahu kalau Dafa dan Deon sering berantem.

“Nyebelin. Kerjaannya nyuruh-nyuruh mulu atau marah-marah. Katanya main game enggak bakal jadi apa-apa.” Deon kembali bersungut-sungut.

“Sekarang gamers banyak yang sukses, kan bisa jadi atlet e-sports.”

Deon mengangguk antusias. Kini wajahnya malah berseri-seri. “Aku mau jadi atlet e-sports. Nanti mau bikin akun YouTube games kalau udah gede.”

“Kenapa enggak sekarang aja? Kan bisa di-handle Mama atau Kak Dafa,” tanyaku.

Sepanjang yang aku tahu, Tante Dian kurang lebih sama kayak Mama. Tante Dian juga manajernya Dafa, dan yang paling gencar mengurus konten YouTube Dafa. Jadi, aku agak heran kalau Tante Dian enggak tertarik menyeriusi hobi gaming Deon. Apalagi sekarang konten games juga diminati, dan Deon masih kecil, sehingga punya unique selling point.

“Enggak, ah. Kalau sekarang bikin YouTube, ntar mainnya enggak enjoy lagi.” Deon berkata cepat.

“Enggak disuruh sama Mama atau Kak Dafa?” tanyaku ingin tahu.

“Disuruhlah. Kata Mama, adsense pasti tinggi. Soalnya aku kan, masih kecil. Tapi kata guruku jangan. Bisa-bisa aku malah punya banyak haters. Mama juga bisa dikritik karena ngizinin anak kecil main games mulu,” jawab Deon.

“Guru kamu keren.” Aku berkata pelan, untuk menimpali rasa malu yang merambati hatiku.

“Miss Lily memang keren. Enggak kayak Mama.” Deon berkata lantang.

“Kirain kamu homeschooling juga, kayak Kak Dafa.”

Deon terbahak. “Ngapain? Mending sekolah, bisa ketemu teman. Daripada Kak Dafa, kerjaannya nge-vlog mulu atau foto-foto. Followers-nya sih banyak, tapi temanku lebih banyak.”

“Teman beneran, kan? Bukan teman main game?” selidikku.

“Ya teman beneran. Kayak Kak Key, kan punya teman juga. Yang suka main game itu. Kalau Kak Dafa, kan, enggak punya teman.”

Saat itulah, Dafa tiba-tiba berada di dekat kami. Dia menoyor kepala Deon, yang disambut oleh teriakan anak itu. Deon yang enggak terima memanjat sofa dan membalas Dafa. Kini giliran Dafa yang jadi berang karena tindakan Deon membuat rambutnya jadi berantakan.

“Anak kecil rese. Tahu enggak lo susah buat ngatur rambut gue?” omelnya, yang dibalas Deon dengan memeletkan lidah.

Aku menunduk, berusaha menyembunyikan tawa. Untuk hal ini, aku mendukung Deon.

Melihat Dafa yang kembali mengambil ancang-ancang untuk membalasnya, Deon melompat turun dari sofa dan berlari menaiki tangga sambil berteriak. Dafa balas berteriak, mengancam Deon untuk membalasnya nanti.

Dengan berat hati, aku menghampiri Mama dan Tante Dian. Tidak lama, Dafa menyusul sambil ngedumel.

Tante Dian menyambut dengan senyum lebar. “Tante dan Mamamu sudah ngobrol banyak soal ide konten kalian. Seru, deh, pasti kalau udah dieksekusi.”

Aku memaksakan diri tersenyum. Apa pun ide yang tercetus, pasti enggak jauh-jauh dari konten yang sudah dibuat Dafa.

“Asal jangan nge-prank aja,” tolakku.

Tante Dian tertawa. “Kenapa enggak? Kan, banyak yang suka konten begitu.”

“Tahu tuh Key. Enggak pernah mau kalau aku ajak, padahal Dafa Prank itu selalu trending, lho.” Dafa membanggakan dirinya.

Trending, sih, trending, tapi buat dihujat orang.

“Sekarang juga lagi hits konten bongkar harga. Nanti kalian juga bisa bikin, tuh.” Mama menimpali.

Aku meringis membayangkan konten enggak bermutu, tapi Dafa malah berseri-seri menanggapi ide Mama. Aku meyakinkan dalam hati untuk menolak kalau Mama menyuruhku membuat konten berisi pamer harga dari barang yang dimiliki.

“Kalian sering-sering aja bikin konten kolab kayak gini. Usahanya enggak banyak, tapi adsense lumayan.” Tante Dian menimpali sambil menepuk lenganku pelan. “Bisalah nambah-nambah buat arisan, papanya Dafa udah enggak kerja lagi.”

“Kan, Om Jeremy baru dapat peran baru,” seruku.

Tante Dian mengibaskan tangan di depan wajahnya. “Setelah berapa tahun enggak kerja? Sejak sering bikin konten YouTube bareng Dafa aja, tuh, jadi ada panggilan lagi.”

Sekali lagi, aku cuma bisa tertawa canggung. Menurutku ini too much information.

“Makanya, Tante selalu bilang sama Dafa, jangan lengah kalau enggak mau jadi kayak papanya. Kamu juga, mumpung demand lagi tinggi, ya harus dimanfaatin. Daripada ntar nyesal,” beber Tante Dian.

“Tuh, kamu dengar, kan? Mama udah sering bilang, tapi kamu enggak mau dengar,” sambar Mama.

Dalam diam, aku menatap Mama, Tante Dian, dan Dafa yang satu suara. Membuatku serasa jadi alien yang nyasar ke bumi karena cuma aku satu-satunya yang enggak setuju dengan pembicaraan ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kenangan Masa Muda
7011      1939     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
Manusia Air Mata
1270      749     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Bunga Hortensia
1652      101     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
Trasfigurasi Mayapada
213      163     1     
Romance
Sekata yang tersurat, bahagia pun pasti tersirat. Aku pada bilik rindu yang tersekat. Tetap sama, tetap pekat. Sekat itu membagi rinduku pada berbagai diagram drama empiris yang pernah mengisi ruang dalam memori otakku dulu. Siapa sangka, sepasang bahu yang awalnya tak pernah ada, kini datang untuk membuka tirai rinduku. Kedua telinganya mampu mendengar suara batinku yang penuh definisi pasrah pi...
Bisikan yang Hilang
72      65     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Menanti Kepulangan
46      42     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Dalam Satu Ruang
159      107     2     
Inspirational
Dalam Satu Ruang kita akan mengikuti cerita Kalila—Seorang gadis SMA yang ditugaskan oleh guru BKnya untuk menjalankan suatu program. Bersama ketiga temannya, Kalila akan melalui suka duka selama menjadi konselor sebaya dan juga kejadian-kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Ada Apa Esok Hari
222      172     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Love 90 Days
4652      1862     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
589      333     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...