πππ
Kita memang harus selalu waspada dengan sekitar. Karena, tidak tahu apa yang akan terjadi. Dan, bisa saja ada sesuatu yang buruk sudah mengancam diri kita tanpa diduga. Oleh karena itu, harus mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi. Agar, terhindar dari hal buruk pada kita.
πππ
Razel menyunggingkan senyum selesai membaca pesan dari teman rahasianya. Sepertinya, orang itu mengetahui apa yang sedang dipikirkan.
Sera mengerutkan kening, melihat Razel tampak tiba-tiba tersenyum seusai memeriksa ponselnya.
"Bisa pesan dari siapa sih, Kak? Kok, kayaknya senang banget. Mana senyum-senyum aneh tau." Sera sedikit penasaran apa yang bisa membuat Razel seperti bahagia.
Razel menoleh, berusaha mencari alasan. Agar, adiknya tidak curiga dengan pesan yang didapatnya. Bila Sera tahu, bisa saja meledek dirinya. Karena, bertukar pesan dengan orang yang belum pernah ditemui. "Bukan dari siapa-siapa, sih. Cuma, gue lagi keinget kelakuan teman-teman kakak kadang random. Jadi, bikin ketawa deh."
Sera menganggukkan kepala, seraya menghela napas. Sebenarnya, aku sedikit tak percaya dengan perkataan Razel. Hanya saja, itu memang merupakan urusannya. Yang terpenting, Razel terlihat bahagia maka ia pun akan merasakan hal yang sama.
"Kak, kenapa Papa sekarang tuh jarang punya waktu bareng sama kita. Kayak terlalu sibuk sama pekerjaan. Padahal, harusnya bisa untuk waktu sesekali. Lagipula, dia pasti punya banyak karyawan. Itu bisa bikin kerjaan Papa lebih cepet selesai." Sera merasa Papanya semakin hari tak memiliki waktu bersama keluarganya.
Razel terdiam sejenak, lalu tangannya beralih mengelus kepala Sera dengan lembut. Berusaha memberi pengertian, bila paham bila pekerjaan orang tuanya memang tidaklah sedikit. Itu akan sedikit memakan waktu untuk menyelesaikannya. Mungkin, saat ini mereka belum merasakannya. Sehingga, belum terlalu paham betapa susahnya dalam dunia kerja. "Papa pasti emang lagi sibuk kerja. Jadi, kita harus ngertiin beliau. Doain ya, semoga secepatnya bisa punya waktu buat sama kita. Sekedar ngobrol atau pergi sama keluarga kita. Soalnya, beliau pasti punya tanggung jawab pada perusahaan."
Sera menghela nafas, berharap yang dikatakan Razel benar adanya. Meskipun demikian, kini mulai memiliki pemikiran negatif tentang Papanya. Apalagi, sudah jarang pulang tepat waktu. Sehingga, pikiran mulai berkelana berpikir buruk. Meski begitu, itu hanya dugaan belaka. "Tetap aja, Kak. Beliau tuh harusnya bisa lebih mentingin keluarganya. Walaupun, emang urusan kantor lebih banyak. Tapi, kan tetap punya tanggung jawab buat keluarganya."
"Iya sih, Dek. Tapi, kita nggak tau kondisi perusahaan Papa gimana. Jadi, kita sekarang cuma bisa nunggu Papa punya waktu buat kumpul sama kita lagi." Razel berusaha memberi pengertian pada Sera. Meskipun begitu, dia sebenarnya juga memikirkan hal yang mungkin sama seperti Sera.
"Nggak mungkin kan kalo Papa selingkuh di belakang kita sama Mama. Soalnya, Mama aja bisa pulang tepat waktu kerjanya. Padahal, kerjanya juga sama-sama sibuk." Sera sekarang mulai terang-terangan mengeluarkan pemikirannya pada Razel.
"Nggak boleh mikir gitu, Dek. Semoga aja, Papa beneran sibuk kerja. Soalnya, selama ini beliau kan emang kalo kerja tuh giat banget." Razel masih berpikir positif tentang Papanya. Meskipun, adiknya mulai memiliki pemikiran buruk. Meskipun, dirinya juga ada yang tidak beres dengan tingkah laku Papanya.
Sera mengangguk, akan tetapi tetap memiliki firasat tidak baik kepada Papanya."Maaf... Kak. Soalnya, dari beberapa drama yang gue tonton tuh kalo suami udah mulai jarang pulang tepat waktu. Terus, jarang punya waktu kumpul sama istri sekaligus anaknya. Kemungkinan besar, laki-laki itu berselingkuh tanpa diketahui keluarganya."
Razel kembali terdiam, memang pernah membaca tanda-tanda yang disebutkan adiknya benar. Akan tetapi, ia tak mau membuat pemikiran buruk terlalu dipikirkan olehnya. Karena, ia tidak memiliki bukti apapun.
"Udah, Dek. Sekarang kita fokus nonton dramanya aja. Nggak enak kalo sampai yang dengar kita punya pemikiran buruk tentang Papa." Razel mungkin diam-diam akan mulai menyelidiki kegiatan Papanya. Berharap, pemikiran buruk Sera serta dirinya tidaklah benar. Karena, kalau sampai itu terjadi. Maka, akan banyak yang tersakiti.
Sera menghela napas, menganggukkan kepalanya sembari kembali fokus menonton drama yang sedari sedang ditonton. Meskipun, ia tetap kepikiran tentang apa yang sebenarnya membuat Papanya sudah jarang mempunyai waktu bersama keluarganya.
Pun, Razel berusaha kembali fokus pada layar televisinya. Semakin banyak yang harus dilakukan. Harus mencari tau dibalik sosok teman rahasianya. Belum lagi, kecurigaan pada Papanya. Namun, ia akan memulai perlahan menyelidiki semuanya. Agar, dirinya tahu fakta yang ada. Maka, sudah tidak ada lagi ada rasa penasaran memenuhi isi kepalanya.
Sera beralih melirik ke arah Razel. Kakaknya. "Selama ini, emang nggak pernah tertarik buat punya pacar gitu. Apalagi, teman-teman sekelas kakak kan cantik dan pinter. Atau,--"
Razel terdiam, mendengar pertanyaan acak dari Sera. Adiknya. Karena, tak menyangka adiknya memulai pembicaraan cukup sensitif. "Mereka cantik dan pinter, kan nggak harus dideketin sama pacarin, Dek. Lagipula, kakak mau coba fokus belajar biar dapat nilai terbaik. Soalnya, tau sendiri Papa kan nggak mau sampai peringkat maupun nilai kakak turun."
"Iya juga, sih. Tapi, nggak seharusnya Kakak terlalu nurut sama Papa. Soalnya, kakak punya impian sendiri. Jadi, pasti sebenarnya kakak pernah punya ketertarikan sama cewek di sekolah, kan?" Sera tahu, bila Papanya sering menekan Razel untuk menjadi murid paling berprestasi. Walaupun, itu tidaklah mudah. Bahkan, bisa menjadi beban mental bagi Razel. Kakaknya.
Razel menyunggingkan senyum, memang merasa seperti pernah memiliki ketertarikan lagi pada seseorang. Namun, ia tak tahu siapa orang itu. Mungkin, karena sebagian ingatannya hilang akibat kecelakaan. "Kayaknya sih pernah. Cuma, kakak nggak ingat tertarik sama siapa."
Sera menghela napas seraya mengerutkan keningnya, ingin mengetahui sosok yang disukai Razel. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mudah. Karena, Razel lupa pada orang itu. Sepertinya, itu efek kecelakaan yang membuat Razel amnesia. "Kakak sih pake acara hilang ingatan sebagian. Lagipula, gue bingung kenapa bisa kecelakaan separah itu. Kalau sampai gue tahu siapa yang nabrak lari Kak Razel nggak akan biarin tuh orang lolos."
Pun, Razel tak tahu apa yang menyebabkan dirinya ditabrak. Serta, ia bisa berada di daerah itu. Ia merasa seperti ada sesuatu penting dilakukan pada tempat itu. Akan tetapi, ia tak bisa mengingat kejadian itu. Meskipun, ia berusaha ingat tapi justru membuatnya semakin pusing. "Polisi kayaknya kan masih cari tau pelakunya. Semoga aja, nemuin pelaku itu biar bisa dihukum sesuai apa yang dilakukan. Nggak usah khawatir, ya. Yang penting, gue baik-baik aja sekarang. Meskipun, hilang ingatan sebagian tapi nggak masalah kok."
Razel tak mau membuat Sera kembali memikirkan tentang kecelakaan yang dialaminya. Lagipula, ia yakin suatu saat nanti semua akan terungkap. Ia percaya, semua akan bisa ditangani dengan baik pihak berwajib. Walaupun, mungkin membutuhkan proses yang tidak mudah sekaligus cepat. Karena, CCTV jalanan ketika terjadi kecelakaan di sana mati.
"Kayaknya, lo malah jadi mikir kemana-mana. Udah nggak terlalu fokus nonton drama itu." Razel tersenyum, sedikit mengalihkan pembicaraan. Agar, adiknya tak lagi membahas kecelakaan yang pernah terjadi.
Sera cemberut, mendengar perkataan Razel. Padahal, dirinya masih tetap menonton drama pada layar televisi sembari mendengar perkataan kakaknya.
πππ
Libby sampai di rumahnya. Kini, ia berbaring pada ranjang. Menikmati waktu untuk beristirahat karena ia baru saja pulang dari pusat perbelanjaan. Ia harap, tidak ada yang mengganggunya.
Merasa haus, Libby memutuskan untuk pergi ke dapur rumahnya. Meminum air putih dingin, agar dirinya tidak merasa dehidrasi lagi. Ia memang lebih memilih banyak meminum air putih dibanding minuman lain.
Pandangannya beralih ke arah Yumika yang terlihat sedang belajar di ruang tamu. Sebenarnya, ia sudah tidak kaget dengan kegiatan saudari tirinya. Hanya saja, ia selalu merasa Yumika tidak jauh berbeda dengan Mawar. Mama tiri Libby. Namun, Yumika memang mempunyai wajah polos sekaligus kalem yang bisa membuat Papanya percaya dengan gadis itu. Bahkan, memberikan kasih sayang lebih dari yang diberikan kepada Libby.
Libby melangkah akan kembali ke kamarnya. Kini, mulai menaiki anak tangga rumahnya.
"Mama bangga sama kamu. Apalagi, selalu rajin belajar sekaligus berprestasi. Nggak kayak anak pembawa sial di sana." Mawar berkata seperti itu seraya menyindir Libby.
Libby menoleh ke arah wanita paruh baya yang terlihat baru saja pulang dari luar. Meskipun begitu, dia tahu dari mana Mama tirinya pergi. Akan tetapi, sekarang dia tidak mau mengurus hal itu.
"Apa lihat-lihat! Kayaknya kamu kesindir sama dengan kata saya, ya. Tapi, emang benar kamu nggak lebih berprestasi dari anak saya. Bahkan, kamu itu anak pembawa sial." Mawar kembali menyindir Libby, seraya memberikan kata-kata yang tidak pantas untuk Libby.
"Saya tidak perlu mengumbar prestasi. Soalnya, nanti orang-orang bakalan tau sendiri. Beda cerita sama Anda, yang sukanya mengumbar aib sendiri. Selingkuh di depan umum. Bahkan, berani-beraninya jalan sama selingkuhan di mall. Dasar wanita murahan!" Libby sambil menyuguhkan senyuman penuh kemenangan. Sebenarnya, tak mau mengatakan hal seperti itu. Hanya saja, Mawar terus memojokkan serta menghinanya. Sehingga, ia harus memberanikan diri melawan Mama tirinya itu. Agar, wanita paruh baya itu sadar Libby bukan lagi anak kecil lemah yang mudah ditindas. Semua sudah seiring berjalannya waktu. "Jangan pernah lagi hina saya. Karena, apa yang tanda tuduhkan tidaklah benar. Justru, sebenarnya semua hal buruk terjadi karena rencana licik Anda. Ingat, semua akan terungkap sendiri. Kebenaran akan menemukan jalan. Tidak akan kalah kejahatan."
Mawar sudah terpancing emosinya. Rasanya ingin mendekati anak tirinya. Ingin menampar Libby keahlian tenaga. Akan tetapi, Mawar ditahan oleh Yumika.
"Mah... Nggak perlu diladeni. Lagipula, dia nuduh Mama tanpa bukti." Yumika seraya sambil sebuah kode sesuatu pada Mawar. Yumika seperti sengaja menahan Mawar untuk melawan Libby.
Mawar mengerti kode apa yang diberikan Yumika. Anaknya. Sehingga, ia memilih mundur untuk tidak melawan anak tirinya. Tahu, itu bukan pilihan yang baik. Kemudian, Mawar beralih menatap Yumika sambil memberikan beberapa barang belanjaannya pada anaknya.
"Mama tadi beli ini buat kamu. Karena, Mama yakin itu cocok banget sama kamu." Mawar tersenyum sambil menampilkan beberapa pakaian pada Yumika.
Libby teringat, memikirkan hal apa yang membuat Mawar mengurungkan niatnya untuk melawan dirinya sendiri. Ia sadar, ternyata ada CCTV di sana. Di dalam saja, Yumika menahan Mamanya saat hendak mendekat ke arah Libby.
Libby tidak bisa menganggap Yumika. Karena, saudara tirinya memang cukup pintar sekaligus cerdik. Mewarisi sifat licin dari Mawar. Mama tiri Libby. Oleh karena itu, ia harus lebih waspada pada Yumika. Meskipun wajahnya kalem dan polos. Namun, dia yakin gadis itu tidak berbeda dengan Mawar. Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.
- Akan Dilanjutkan -