Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

"Ciee ... Ersa sekarang banyak senyum, ya. Apa lagi kalau ada Jena. Uhuy!" Binar tentu saja menyadari perubahan hubungan Ersa dan Jena.

Ersa menatap tajam padanya. Sementara Jena tertawa.

"Udah, nggak usah diledekin, Bin. Ngambek nanti dia." Jena coba menengahi, sebelum terjadi perang dunia.

Binar hanya terkekeh, melanjutkan langkahnya ke tempat bimbel.

Ersa cepat-cepat memakai celemek. Jaga-jaga jika setelah ini minimarket mendadak ramai.

"Mulutnya suka asal bunyi banget," gerutu Ersa.

"Ya gitu Binar orangnya. Dia begitu bukan karena usil. Dia mau lebih dekat sama lo aja. Kan enak makin banyak teman, Sa."

Tatapan Ersa melembut pada Jena. Apa pun yang Jena katakan seolah memiliki efek magis, yang selalu berhasil menyulap Ersa. Yang semula dalam mode darah tinggi. Menjadi berubah drastis dalam mode kurang gula darah, jadi kalem dan lemas.

Sampai Ersa merasakan lemas yang sesungguhnya, saat melihat seseorang yang tiba-tiba masuk ke minimarket. Ersa membeku di tempat. Seolah-olah waktu di sekitarnya berhenti.

Seseorang itu tanpa basa basi berjalan mendekati Ersa. Dan kini ia berdiri di hadapan Ersa, dipisahkan oleh meja kasir.

"P-Papa ...." Ersa sampai tergagap.

Bukan hanya Ersa yang membeku sekarang. Jena juga.

Raut wajah Damara menyiratkan kemarahan yang besar. Rahang tegasnya mengeras. Sorot matanya begitu tajam.

"Ternyata kecurigaan Papa benar. Akhir-akhir ini kamu jadi aneh. Jadi sering terlambat pulang. Juga menginap di rumah teman? Sementara Papa tahu kamu selama ini nggak pernah punya teman. Ternyata ini yang kamu lakukan! Papa kerja keras siang malam demi kamu bisa mendapatkan pendidikan terbaik. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu sia-siakan segala usaha keras Papa. Kamu ngapain di sini? Kenapa nggak bimbel?"

Damara benar-benar tidak ragu untuk menunjukkan amarahnya. Untung minimarket sedang sepi.

"M-maaf, Pa."

"Apa maaf kamu bisa mengubah kekacauan yang sudah terjadi? Kamu udah besar, Ersa! Kamu punya tanggung jawab untuk memperbaiki prestasi kamu di sekolah! Kalau begini caranya, gimana kamu bisa ngalahin si juara bertahan itu? Kamu bakal kalah terus sama dia!"

"P-Pa ...."

"Apa susahnya nyenengin Papa, Sa? Kamu itu seenak-enaknya manusia hidup di muka Bumi! Anak lain banyak yang mau ada di posisi kamu, tapi orang tua mereka nggak mampu. Harusnya kamu bersyukur! Dan sekarang kamu malah bekerja seperti ini? Jadi kasir? Apa uang saku dari Papa kurang? Kamu bahkan punya kartu kredit unlimited!"

Jena bisa merasakan aura dominan yang kentara. Sampai Ersa sama sekali tak punya kesempatan untuk menyela ucapannya penuh intimidasi dari ayahnya sendiri.

Sekarang Jena paham, kenapa Ersa tumbuh menjadi pribadi yang ambisius, banyak iri, dan cenderung menyebalkan. Ia dididik dengan penuh tekanan dan ekspektasi tinggi.

Ersa pasti selalu dilarang melakukan apa pun yang ia suka. Ersa selama ini pasti banyak tertekan. Jena merasa bersalah karena ia juga tak punya keberanian untuk ikut bicara.

***

Bimbel yang hanya 1 jam itu cepat sekali berlalu. Hari ini adalah kelasnya Pak Thomas lagi. Seperti biasa, lelaki paruh baya itu selalu mengajak Binar ngobrol selepas kelas berakhir.

"Malam ini saya janjian sama Papa kamu, Sa. Kami akhirnya ngopi bareng lagi setelah sekian lama. Kenapa kamu nggak sekalian ikut aja? Di cafe dekat sini kok."

Binar meringis. Bagaimana ia bisa ikut? Kenal dengan ayahnya Ersa saja tidak.

"Saya langsung pulang saja, Pak. Besok pagi banget saya harus berangkat sekolah. Ada guru galak yang hobi hukum murid-murid terlambat." Pikiran Binar langsung menggambarkan wajah Pak Sastro.

Pak Thomas tertawa. "Ya udah, kamu pulang aja istirahat. Nanti saya bakal banyak ngobrol sama papa kamu. Saya bakal banyak puji kamu. Soalnya kamu pinter banget. Dijelasin apa pun cepat pahamnya. Benar-benar persis papamu dulu saat sekolah. Dia paling pintar di kelas. Selalu berhasil jadi ranking 1 paralel."

Duh, Binar bingung harus menanggapi bagaimana. Basa-basi Pak Thomas selalu seperti ini. Memirip-miripkan dirinya dengan ayahnya Ersa. 

Obrolan Binar dan Pak Thomas usai sesampai di parkiran. Pak Thomas masuk ke mobilnya. Binar menunggu hingga lelaki itu berlalu, sebelum melanjutkan langkah menuju minimarket.

Ada 2 mobil mewah terparkir. Satunya milik Ersa.

Binar kadang heran, orang kenapa bisa kaya-kaya sekali? Istilahnya cari uang mudah sekali.

Binar mendorong pintu minimarket. Bersiap menjalani pekerjaannya kembali. Namun ia mendengar keributan.

"Papa nggak mau tahu, cepat sekarang kamu pulang! Kalau nggak mau bimbingan belajar tambahan, mending belajar di rumah. Setidaknya kalau belajar di rumah kamu bisa lebih pinter. Bukannya malah kerja nggak jelas!"

Binar butuh waktu untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Melihat Ersa menunduk dalam tanpa bisa berkata-kata, membuat Binar merasa prihatin. Sisi lain Ersa yang sebelumnya tak pernah terlihat.

Ersa yang biasanya dominan. Sekarang sedang menunjukkan sisi lemahnya. 

Damara tiba-tiba menyeret Ersa. Jena pun terkejut sekali dengan hal itu. Ersa hanya pasrah.

Damara terus menyeret Ersa, hingga keduanya sama-sama melihat keberadaan Binar.

Damara menghentikan langkahnya. Melepaskan genggaman tangannya dari Ersa.

Binar sebenarnya juga takut. Tapi ia berusaha memberanikan diri. "P-Pak ... maaf. Saya rasa alih-alih memperlakukan Ersa seperti itu, lebih baik semua dibicarakan dengan kepala dingin."

Binar menyadari tatapan lelaki itu semakin menajam padanya.

"Apa dia yang kamu maksud teman, Ersa? Waktu kamu bilang nginep di rumah teman, apa saat itu kamu nginep di rumahnya?" Damara membahas masalah itu lagi.

Ersa tidak langsung mengaku. "Siapa pun temanku, aku rasa Papa nggak perlu tahu. Papa mau aku pulang, kan? Oke, ayo kita pulang sekarang, Pa."

"Jangan mengalihkan topik! Iya, kan? Dia teman yang kamu maksud?" Damara menunjuk Binar.

Binae tidak mengerti, kenapa lelaki ini terlihat begitu membencinya?

"Papa minta kamu ngalahin dia! Tapi sekarang kamu malah berteman sama dia? Kamu taruh mana otakmu, Sa?"

Ersa baru menyadari ... jadi Damara tahu Binar? Maksudnya, selama ini Damara memang sering menyebutkan nama Binar setiap kali menuntut prestasi Ersa. Tapi Ersa pikir, ayahnya hanya sekadar tahu nama Binar saja.

Ersa tak menyangka jika Damara bahkan langsung mengenali Binar seperti ini. Apa itu tandanya,selama ini sang ayah juga memata-matai Binar? Hanya perkara saingan prestasi sekolah anaknya?

"Pak ... tolong, sebaiknya dibicarakan dengan kepala yang dingin." Binar lagi-lagi berusaha memberanikan diri.

"Diam kamu! Jangan sok jadi pahlawan! Kamu selama ini pasti benci sama Ersa, kan? Sehingga kamu terobsesi terus untuk jadi yang pertama di sekolah. Sama sekali nggak ada celah buat anak saya ngalahin kamu!"

Binar menggeleng. "Saya nggak pernah ada niat seperti itu. Saya juga nggak benci Ersa. Saya berusaha berprestasi hanya demi beasiswa. Saya nggak tahu kenapa Anda bisa mengenali saya. Tapi yang saya pahami, Anda adalah ayahnya Ersa, kan? Saya mohon, jangan terlalu keras pada anak Anda. Nggak selamanya didikan harus dilakukan dengan cara yang keras!"

"Ngerti apa kamu? Kamu bahkan nggak punya orang tua, kan?" Damara tega sekali mengatakannya. "Pantas saja kamu berani ngomong sama saya begitu! Karena kamu nggak punya orang tua buat didik kamu!"

Bukan hanya Binar yang kaget. Tapi juga Ersa. Damara bahkan juga tahu Binar adalah yatim piatu.

"Saya nggak mau tahu. Kamu udah bikin anak saya jadi begini. Dia menggantikan pekerjaan kamu, selama kamu menggantikan dia ikut bimbel, kan? Saya nggak akan tinggal diam. Saya akan tuntut ganti rugi. Saya akan bicara sama bos kamu. Supaya kami dipecat!"

Binar tertegun di tempat. Sementara Damata lanjut menyeret Ersa.

***

Binar diizinkan pulang lebih awal dari warung pecel tumpang. Dikira bosnya, Binar masih sakit karena tidak konsentrasi kerja. Padahal Binar banyak melamun, akibat masih kepikiran soal ancaman Damara.

Bagaimana jika ia benar-benar dipecat? Padahal gaji terbanyaknya adalah dari minimarket. Bagaimana cara menjelaskan pada Pijar juga?

Binar berharap, ucapan Damara hanya sekadar ancaman kosong. Alias gertak sambel, supaya Binar takut.

***

"Sebenarnya mau kamu apa, Ersa? Papa suruh kamu mengalahkan Binar! Bukan malah berteman sama dia!"

"Apa salahnya, Pa?" Ersa tidak mau mengakui Binar sebagai temannya. Tapi nyatanya hatinya tidak demikian. "Aku sama dia bisa saling belajar. Aku janji, aku akan jadi juara pertama semester ini."

"Kamu juga mengucapkan janji yang sama semester lalu!"

"Tapi tahun ini aku benar-benar akan membuktikannya!"

"Terserah kamu aja. Papa tunggu pembuktiannya. Tapi jangan lagi kamu berteman sama dia! Paham?"

"Coba Papa jelaskan dulu, apa sebabnya? Papa cuma ingin aku ngalahin dia, kan? Oke aku aka kalahin dia. Tapi bukan berarti kami nggak boleh berteman!"

"Tentu aja nggak boleh!" tegas Damara. "Ersa, jangan dikira kamu nggak akan Papa hukum, ya! Karena mangkir dari bimbel, kamu akan Papa beri sanksi. Mobil kamu akan Papa sita 1 minggu. Kartu kredit kamu juga sementara Papa tarik."

"Apa harus bertindak sejauh itu, Pa?"

"Binar juga akan dapat ganjarannya nanti. Papa benar-benar akan melaporkan dia ke atasan minimarket itu."

Ersa menatap tajam ayahnya sendiri. "Pa, di sana mata pencaharian utama, Binar. Dia butuh biaya berobat buat adiknya. Papa setega itu mau bikin Binar dipecat?"

"Ini sudah risikonya. Dia keenakan ikut bimbel mahal gratis. Papa cuma mau bikin dia membayar semuanya!"

"Papa ini sebenarnya kenapa? Ayo lah, itu cuma bimbel! Uang Papa nggak akan habis, hanya karena bayarin bimbel buat Binar. Lagian itu juga kan bimbel aku. Binar cuma ambil peran. Karena aku udah mual belajar terus tanpa jeda!"

"Mau jadi apa kamu kalau nggak rajin belajar? Kamu dulu selalu menurut kalau Papa nasihati. Tapi sekarang kamu jadi tukang bantah! Pasti karena pengaruh buruk Binar!"

"Nggak sama sekali. Sejak dulu aku mau berontak. Tapi baru sekarang berani melakukannya!"

"Lanjutkan aja jadi pembangkang. Papa nggak akan segan-segan kasih kamu hukuman. Juga nggak akan segan-segan menyelakai Binar, karena sudah bawa pengaruh buruk ke kamu!"

Ersa benar-benar tak mengerti. Ia mengenal ayahnya. Damara memang raja tega. Tapi selama ini hanya menunjukkan sikap itu pada Ersa.

Ersa tidak tahu kenapa Damara juga jadi sangat tega pada Binar?

Damara pergi dari rumah setelah itu. Dan belum kembali hingga detik ini.

Ersa pun sama. Masih duduk di kursi yang sama. Dengan pikiran yang masih berputar pada masalah yang sama. Tidak tidur semalaman sampai pagi.

Ersa merogoh ponselnya. Ia mendial nomor seseorang. Berharap seseorang itu akan segera mengangkat teleponnya.

***

Pijar senang sekali tahu kakaknya pulang lebih awal. Pijar banyak khawatir mengingat kakaknya baru saja sembuh.

Di rumah, Binar tidak bisa menunjukkan sisi rapuhnya. Ia bersikap seolah semua baik-baik saja. Supaya Pijar tidak tanya macam-macam.

Binar mempersiapkan diri berangkat sekolah. Ia juga makan sarapan yang disiapkan Pijar.

Mereka sama-sama berangkat sekolah setelah itu. Binar mengayuh sepedanya lebih lambat. Karena jamnya tidak mepet. Ia tidak akan terlambat hari ini.

Tiba saatnya guru membacakan presensi. Baru Binar tahu, Ersa ternyata tidak masuk.

"Ke mana si Ersa?" celetuk Roy. "Lo kan bestian sama dia sekarang, Bin. Ke mana bestie-mu?"

Binar menggeleng. Ia juga tidak tahu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Dessert
1056      556     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
710      353     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
A Girl With Wedding Dress
612      408     1     
Short Story
Cerita mereka, tentang seorang gadis cantik dengan gaun pengantin warna putih dan senyum pilu sarat luka yang selalu menemaninya.
KUROTAKE [SEGERA TERBIT]
6227      2175     3     
Romance
Jadi pacar ketua ekskul tapi hanya purapura Hal itu dialami oleh Chihaya Hamada Ia terpaksa jadi pacar Mamoru Azai setelah foto mereka berdua muncul di akun gosip SMA Sakura dan menimbulkan kehebohan Mamoru adalah cowok populer yang menjadi ketua klub Kurotake klub khusus bagi para otaku di SMA Sakura Setelah pertemuan kembali dengan Chihaya menjadi kacau ia membuat kesepakatan dengan Chih...
Cinta Sebatas Doa
612      429     0     
Short Story
Fero sakit. Dia meminta Jeannita untuk tidak menemuinya lagi sejak itu. Sementara Jeannita justru menjadi pengecut untuk menemui laki-laki itu dan membiarkan seluruh sekolah mengisukan hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Padahal tidak. Cukup tunggu saja apa yang mungkin dilakukan Jeannita untuk membuktikannya.
Da Capo al Fine
342      280     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Delapan Belas Derajat
11255      2317     18     
Romance
Dua remaja yang memiliki kepintaran di atas rata-rata. Salah satu dari mereka memiliki kelainan hitungan detak jantung. Dia memiliki iris mata berwarna biru dan suhu yang sama dengan ruangan kelas mereka. Tidak ada yang sadar dengan kejanggalan itu. Namun, ada yang menguak masalah itu. Kedekatan mereka membuat saling bergantung dan mulai jatuh cinta. Sayangnya, takdir berkata lain. Siap dit...
U&O
21072      2108     5     
Romance
U Untuk Ulin Dan O untuk Ovan, Berteman dari kecil tidak membuat Rullinda dapat memahami Tovano dengan sepenuhnya, dia justru ingin melepaskan diri dari pertemanan aneh itu. Namun siapa yang menyangkah jika usahanya melepaskan diri justru membuatnya menyadari sesuatu yang tersembunyi di hati masing-masing.
Je te Vois
812      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1370      898     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...