Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

Binar tidak ada waktu untuk ngos-ngosan. Ia langsung berlari menuju UGD. Ia disambut Pak Mukhlis, yang turut mendampingi Pijar selama anak itu ditangani oleh tim medis.

"Akhirnya kamu datang juga, Binar." Pak Mukhlis lega.

"Maaf ya, Pak. Sekali lagi, saya benar-benar berterima kasih."

"Nggak masalah, Bin." Pak Mukhlis meringis melihat Binar berkeringat banyak. Napasnya juga berat dan cepat. "Kamu duduk dulu nggak apa-apa, Bin. Pasti cape habis sepedahan jauh."

Binar menggeleng pelan. "Saya mau lihat Pijar, Pak."

Mereka berdiri di ujung brankar, menunggu tim medis menangani Pijar. Remaja itu tampak begitu pucat. Terpasang masker oksigen untuk membantu pernapasannya.

Dokter akhirnya selesai memeriksa kondisi Pijar. Para perawat yang membantunya juga sudah mulai membereskan peralatan medis yang sudah tidak diperlukan lagi.

"Gimana Pijar, Dok?"

"Kecapean dia. Tapi akan tetap kami lakukan pemeriksaan menyeluruh. Untuk jaga-jaga."

"Iya, Dok. Lakukan yang terbaik buat Pijar."

"Pasti. Sekarang sedang kami siapkan kamar buat Pijar. Saya tinggal dulu."

"Iya, makasih, Dok."

Binar segera mendekat pada brankar Binar. Binar berharap tidak ada yang serius. Apa lagi adiknya masih belum sadarkan diri.

"Dia kadang suka terlalu memaksakan diri. Padahal saya udah bilang, kalau di rumah istirahat aja. Cuma nyiapin makan buat dia sendiri cukup. Soalnya saya nggak selalu ada di rumah. Tapi dia selalu kayak bosen gitu. Kadang dia beres-beres, bersih-bersih seluruh rumah. Belum lagi kegiatan sekolah."

Binar bukan sedang protes atas Pijar yang coba berkelakuan baik. Ia hanya sedikit kecewa, dengan takdir yang tertulis untuk adiknya.

Pijar pasti juga mau seperti teman-temannya. Yang bebas mau melakukan apa pun yang ia suka. Tapi ruang lingkup Pijar sangat terbatas.

Binar bukannya tidak terima dengan ketetapan Tuhan. Tapi mungkin boleh ... untuk sedikit berkeluh kesah?

"Binar ... saya nggak bermaksud ngadu atau gimana. Tapi saya cuma mau tanya. Apa kamu tahu, kalau Pijar sedang ikut kompetisi menulis?"

Pak Mukhlis terlihat ragu untuk menyampaikannya. Tapi ia rasa memang perlu untuk melakukan ini. Mengingat Binar lah yang serumah dengan Pijar. Satu-satunya keluarga Pijar. Binar berhak tahu.

"Kompetisi menulis apa, Pak?" Binar terkejut. Karena ia memang tidak tahu.

Ia tahu adiknya itu suka sekali menulis. Dan juga sudah sering ikut lomba. Bahkan ikut ekstrakurikuler redaksi majalah sekolahnya.

Tapi biasanya Pijar selalu bilang padanya jika mau ikut apa pun. Sehingga Binar bisa memantau kegiatan Pijar. Mengatur waktu adiknya itu, supaya tetap bisa cukup istirahat.

Sedangkan kali ini ... Pijar tidak melakukannya.

"Kompetisi menulis novel di salah satu Universitas Kilisuci. Saingannya cukup ketat. Hadiahnya uang tunai lumayan besar. Sepertinya Pijar pengin banget menang. Dia semangat sekali revisi terus. Saya sudah tanya dia, apa sudah izin sama kamu. Dia bilang sudah."

Pak Mukhlis tampak merasa bersalah. Sebab ia kecolongan.

"Dia belum bilang sama saya, Pak."

Ia banyak memikirkan soal apa kira-kira alasan Pijar, sampai tidak mau jujur padanya?

"Dia pasti punya alasan, kenapa sampai belum bilang sama kamu, Bin." Pak Muklis coba sedikit memenangkan Binar.

Binar mengangguk, seraya sedikit memaksakan senyuman.

***

Ersa menghampiri Roy ketika jam istirahat. Masih dengan tampang datar dan dinginnya.

"Kenapa, woi?" Roy langsung emosi hanya dengan melihat tampang songong Ersa.

"Sana, urusin dispensasi si Binar!" titah Ersa.

"Lah, bukannya tadi Bu Endah nyuruh elo?" protes Roy.

"Males. Lo aja, yang temennya!"

"Tanggung jawab, lah! Jadi manusia yang amanah. Lo itu ketua kelas!"

"Justru karena gue ketua kelas. Gue punya hak buat merintah lo!"

"Lah, situ cuma ketua kelas. Bukan presiden! Enak aja nyuruh-nyuruh!" Roy bukannya tidak mau memintakan dispensasi untuk sahabatnya sendiri.

Ia hanya sedang sangat kesal pada manusia songong stadium akhir bernama Ersa ini.

"Nggak mau ya udah. Biar alfa aja absennya. Lagian urusan penting macam apa ... sampai dispen segala!"

"Yang jelas pasti urusan penting, lah! Bukan urusan elo juga. Urusan elo hanya tanggung jawab sebagai ketua kelas!"

Bukan menjawab, Ersa melenggang pergi keluar kelas. Ia sedikit terburu-buru. Karena dipanggil oleh Bu Aisyah untuk segera ke kantor.

Bu Aisyah adalah guru Sosiologi, yang merangkap dalam urusan penyalur bagi murid-murid berprestasi akademik, dengan berbagai lembaga yang sedang menyelenggarakan olimpiade.

Ersa semangat untuk segera ke sana. Berharap akan segera diikutkan lagi dalam olimpiade bergengsi. Mumpung Binar sedang tidak ada. Kalau ada, bisa jadi malah Binar yang akan dijadikan wakil sekolah.

***

Roy makin kesal saja pada kelakuan Ersa.

Sebenarnya Ersa itu ketua kelas yang cukup baik kok. Hanya saja, khusus pada Binar ... Ersa selalu saja sentimen.

Roy sebenarnya tahu alasannya. Tentu saja karena mereka saingan dalam hal prestasi. Dan Ersa belum pernah menang dari Binar.

Roy beranjak untuk segera menuju ke tempat guru piket.

"Astaghfirullah ... buodohnya saya!" Roy menampol jidatnya sendiri.

Ya bagaimana tidak? Ini kan jam istirahat. Yang otomatis tempat guru piket juga sedang kosong.

Roy menarik napas dalam. Ia menunggu di sana saja. Karena sebentar lagi juga bel masuk. Dari pada kejauhan jika harus berjalan jauh kembali ke kelas.

Roy mengecek ponselnya sekali lagi. Siapa tahu Binar sudah membalas chat-nya. Sayangnya ternyata belum. Padahal sudah cukup lama sejak Binar pergi.

Roy juga ingin tahu, sebenarnya Binar ada urusan apa ... sehingga sampai harus izin pergi di tengah pelajaran yang sedang berlangsung.

Dugaan Roy, pasti soal Pijar. Roy berharap Pijar baik-baik saja. Sebab hanya Pijar alasan Binar untuk tetap semangat hidup.

***

"Lho ... Binar mana?" tanya Bu Aisyah. "Kan saya panggil kalian berdua tadi."

Pertanyaan itu langsung merusak suasana hati Ersa.

"Iya, Binar dispen."

"Dispen kenapa?"

"Saya kurang tahu. Tahu-tahu pergi waktu ulangan geografi."

"Ya sudah, kamu silakan duduk dulu."

Ersa hanya menurut juru segera duduk hadapan Bu Aisyah.

"Saya sebenarnya ada informasi untuk kalian. Ini ada olimpiade berjenjang. Kalau nanti lolos tingkat kota, baru ke tingkat provinsi dan nasional."

Ersa mengangguk mengerti. "Jadi seperti biasa, saya sama Binar dites dulu. Lalu yang terbaik dikirim mewakili sekolah begitu?"

Bu Aisyah tersenyum. "Karena ini berjenjang, jadi kita diperbolehkan untuk mengirimkan lebih dari 1 perwakilan. Kali ini kalian nggak akan dites. Melainkan kalian berdua lah yang akan maju mewakili sekolah kita. Dengan harapan, salah satu dari kalian bisa lolos ke tingkat nasional."

Ersa tertegun mendengar penjelasan Bu Aisyah. Bukannya merasa senang. Tapi ini justru tekanan yang lebih berat dari sebelumnya. Karena yang menjadi saksi persaingan Ersa dan Binar, bukan hanya dari pihak dalam sekolah.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Yu & Way
167      136     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
2043      785     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Kamu
4002      1580     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Lost Daddy
5303      1200     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Happy Death Day
596      334     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Melody untuk Galang
522      323     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Arsya (The lost Memory)
953      627     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
When Flowers Learn to Smile Again
1002      730     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...
Maju Terus Pantang Kurus
1236      686     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
Heavenly Project
591      401     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...