Suara keyboard yang melantunkan melodi Rasa Ini milik Vierra terdengar di ruang latihan band. Alvin terlihat fokus memainkan keyboardnya di saat teman-teman bandnya yang lain asik memakan buah manggis.
"Dia lagi galau, ya? Dari tadi mainin lagu galau mulu," tanya Seth.
Pertanyaan Seth diangguki Sora dan Nathan. "Dia suka sama Mentari, tapi Mentari masih ada rasa gitu sama mantannya," kata Sora.
"Buset tahu dari mana lo? Gue yang sekelas aja baru tahu hari ini!" tanya Nathan.
"Shasa lah!"
"Oalah dari ratu gosip," balas Seth.
Sora mengambil mikrofon dan kursi untuk dibawanya ke dekat Alvin. Dia duduk di samping Alvin dan mulai bernyanyi. Kasihan juga melihat Alvin galau sendirian. Lebih baik ia nyanyiin sekalian, biar galaunya lebih dalam.
"Mungkinkah kau merasakan ... Semua yang ku pasrahkan ... Kenanglah kasih ...." Sora mulai bernyanyi.
Sore itu Sora menemani Alvin menggalau dengan menyanyikan banyak lagu. Dari lagu Vierra, Kangen Band, Armada, Hijau Daun, Letto, sampai Wali. Tenggorokan Sora rasanya sampai kering, tapi Alvin tidak capek-capek menekan tuts keyboardnya.
"Vin, udah Vin! Kasihan itu vokalis utama kita!" tegur Seth.
Alvin mendesah, lalu berhenti memainkan keyboardnya. Sora merangkul bahu Alvin dan mengusapnya. "Kutulis cerita tentang aku dan dia sehingga membuat terluka. Sudah usai sudah cerita kita jangan menangis lagi kurasa sampailah di sini." Sora membisikkan lirik lagu Antara, Engkau, dan Dia milik Kangen Band.
"Terima kasih banget loh, Ra," sarkas Alvin yang ditanggapi kikikan oleh Sora.
Mereka berempat melingkar lesehan di lantai. Kembali mendiskusikan lirik lagu yang mereka buat, tadi sempat tertunda karena buah manggis dan kegalauan Alvin.
Seth yang paling aktif membuat lagu, lirik lagu yang mereka diskusikan juga dibuat oleh Seth. Seth punya otak brilian untuk membuat lirik, sekalipun lemah di pelajaran. Ya, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Bakat Seth bermusik didukung oleh orang tuanya, bahkan laki-laki itu sering mangung di kafe sepupunya.
Alvin dan Nathan tak kalah hebat. Mereka bisa membuat nada dan menyusun melodi dan harmoni.
Sora selalu merasa bangga bisa satu ekskul dan berteman bersama mereka. Mereka saling memberi kesempatan kepada yang lain, dan tidak berusaha menonjol sendiri.
"Coba kau pikirkan, coba kau renungkan, apa yang kau inginkan sudah ku lakukan," gumam Sora. Di kepalanya sekarang sedang terputar lagi Doy milik Kangen Band.
Berteman dengan Alvin yang pengemar Kangen Band membuat Sora hapal lagu-lagu Kangen Band. Ia akui lagu dari band itu sangat enak didengar.
Sebuah kulit manggis mengenai kepala Sora. Sora meringis melihat Alvin yang sudah memelototinya. "Diam dan fokus!" tegur Alvin.
"Setelah gue pikir-pikir musik kesukaan kita semua beda, ya," celutuk Nathan.
"Si Alvin suka band-band lama Kangen Band, Wali, Letto, Armada. Sora suka lagunya Mazzy Star, Sixpence None The Richer sama The Beatles. Seth suka Arctic Monkeys, Goo Goo Dolls, sama The Smiths. Gue suka band Korea Day6, The Rose, Sama Wave To Earth," lanjut Nathan.
"Tapi kita nyambung-nyambung aja," balas Sora.
Seth menyahut, "Karena kita sama-sama suka musik. Saat kita tampil kita nggak lagi mikirin perbedaan kita, kita fokus untuk saling menutupi jika terjadi kesalahan di panggung. Saling melengkapi. Dan tentu saja kita menikmati masa-masa kita bermain di panggung, apalagi kalau penonton ikut nyanyi!"
Tidak ada pemimpin di band mereka. Namun, mereka semua tahu Seth lah yang selalu dapat mereka andalkan. Buaya-buaya gitu Seth memiliki jiwa kepimpinan yang tinggi.
Begitu selesai membahas lirik lagu mereka, mereka bersiap-siap pulang. Seth lebih dulu keluar dari ruang band dan diikuti yang lain. Mereka berempat dikejutkan oleh keberadaan Rai yang bersandar di tembok ruang band dekat pintu.
"Cieee, Sora dijemput pangerannya," ledek Seth sambil menyenggol bahu Sora.
Sora berdecak kemudian mencubit pinggang Seth. Mulut sampah Seth memang harus dibungkam.
Rai hanya bisa tersenyum canggung ditatapi teman-teman band Sora. Ia mengenal mereka sekalipun tidak pernah berkenalan secara langsung.
"Udah lama di sana, Rai?" tanya Sora.
"Baru saja kok. Gue juga baru selesai latihan taekwondo."
"Ya udah, gue duluan ya teman-teman!" pamit Sora pada ketiga temannya. Sora menarik tangan Rai pergi dari sana sebelum mereka digoda-goda lagi sama teman bandnya.
Mereka beriringan berjalan menuju parkiran. Sora menatap tangannya yang masih melingkar di lengan Rai. Dahinya berkerut memikirkan tingkah Rai belakangan ini.
Sudah seminggu penuh Rai jadi supir pribadinya tanpa ia bayar sedikit pun. Dan ia tidak pernah meminta Rai untuk menjemput dan mengantarnya pulang.
Awal-awal Rai menjemputnya saja Sora keheranan, tidak hanya Sora, papanya pun ikut heran. Biasanya Sora berangkat bersama papanya atau Davian. Tidak seperti Sora dan papanya yang keheranan Davian malah bertingkah biasa saja, seperti tidak terkejut lagi.
Setiap Sora dijemput Rai, Davian sudah ada di depan gerbang rumahnya. Saat Sora dan Rai lewat di depannya ia membalas tatapan Sora yang ada di boncengan Rai sambil tersenyum miring dan menaikan alisnya. Seolah-olah bilang, "Apa gue bilang!"
Tingkah aneh Rai ini berhasil membuat Sora kepikiran pengandaian Davian soal dirinya yang akan ditembak Rai atau Rai ada rasa padanya. Namun, Sora lebih kepikiran dengan jawaban yang ia berikan pada Davian bahwa ia akan menerima jika Rai menembaknya.
Bisa-bisanya gue kepikiran buat nerima Rai! Kenapa gue harus nerima dia? Dia nembak gue aja nggak! Jangan kejauhan, dia ada rasa sama gue aja jelas nggak!
"Mikirin apa sampai ngelamun?" tanya Rai memecahkan lamunan Sora.
Rai mengulurkan helmnya kepada Sora. Sora menerimanya, tetapi tak kunjung ia pakai. Ia masih memindai wajah Rai dengan dahi yang bertaut.
Kenapa sih tingkah lo itu sulit banget ditebak!
Rai salah tingkah ditatap intens seperti itu oleh Sora. Semoga pipinya tidak memerah. Ia sudah menahan-nahan agar tidak menggaruk ujung hidungnya sebab kata Milo kebiasaannya itu bikin ketara sekali kalau lagi salting. "Apa?" tanyanya.
"Nggak papa," jawab Sora.
"Ada belek di mata gue, ya?"
"Nggak ada."
"Ada upil keluar dari hidung gue?"
"Nggak ada kok."
"Ada cabai di gigi gue?" kejar Rai sebelum mendapatkan alasan Sora menatapnya begitu dalam.
Sora berdecak. "Nggak ada. Wajah lo ganteng, meskipun lagi berminyak nggak ngaruh!"
Rai berusaha mati-matian agar tidak tersenyum. Sora baru saja memujinya ganteng. Kalau Bunda yang memujinya rasanya biasa saja, tetapi kenapa Sora memiliki efek yang berbeda?
Sora sudah seperti pemantik yang menyulut petasan yang ada di jantungnya.
Sepertinya ia sudah mengalami salah satu efek jatuh cinta yang disebutkan Milo saat sahabatnya itu berkunjung ke rumahnya sambil membawa banyak tumpukan novel fiksi remaja. Milo ke rumahnya untuk memberi wejangan dan pinjaman novel untuk Rai belajar.
Salah satu efek yang Milo bilang saat jatuh cinta adalah menjadi alay. Dan tadi Rai baru saja merasakan efeknya.
Bisa-bisanya gue menyamankan Sora sama pemantik! Harusnya kan Rapunzel! Siapa tahu Sora balas nyamain gue sama Flynn Rider haha.
Rai berdehem sok cool. Ia harus menyelamatkan image cowok cool yang selama ini ia pertontonkan. Ya, walaupun ia tidak cool sama sekali.
Rai mengambil alih helm yang masih berada di tangan Sora dan memakaikannya di kepala Sora. Ia tepuk kepala Sora yang dibalut helm pelan. "Udah," katanya.
Sora mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia semakin kebingungan, tapi jantungnya malah bersenang-senang.
Si Possie bersaudara pasti sedang bersenang-senang di perut gue! Geli banget!
Sora naik ke motor Rai setelah Rai duduk di motornya. Di perjalanan Sora masih menenangkan Si Possie bersaudara, kupu-kupu di perutnya.
Ia sadar dulu Si Possie bersaudara suka bersenang-senang saat ia dekat dengan Aksel. Jangan bilang Rai memberikan efek yang sama kepada kupu-kupu di perutnya?!
"Rai, Rai!" panggil Sora sambil sedikit berteriak agar Rai mendengar.
"Kenapa, Ra?!" balas Rai.
"Kenapa lo tiba-tiba jadi supir dadakan gue?!"
Rai terkekeh. "Gue mau buat kenangan masa-masa SMA sama lo. Kan masa SMA nggak bakal ke ulang!"
Boom!
Jantung Sora kembali berpesta pora. Kupu-kupu di perutnya kembali menggepakkan sayapnya, dan kali ini tidak bisa ditenangkan.
[ ]