Di hari Minggu yang panas Sora, Sera, dan Davian pergi ke lapangan basket untuk bermain. Sera sudah membawa banyak es krim dan camilan, Davian hanya membawa diri dan bola basket, sedang Sora membawa air mineral dan permen mint.
Mereka meletakkan barang bawaan mereka setelah sampai, lalu pemanasan. Beberapa menit mereka habiskan untuk pemanasan setelahnya mereka langsung bertanding siapa yang banyak memasukkan bola ke ring.
Davian unggul tentu saja. Cowok itu dengan mudah merebut bola basket di tangan Sora dan Sera dan memasukkan ke ring. Sora lebih dulu menyerah dan melipir ke pinggir lapangan.
Sera masih berusaha keras merebut bola di tangan Davian. Davian terkekeh karena Sera berdecak kesal dan menarik-narik kausnya. "Mau Kakak bantu masukin bola ke ring?" tanya Davian.
"Gimana caranya?" tanya Sera.
"Pegang!" Davian menyerahkan bola yang sedari tadi ia pantul-pantulkan pada Sera.
Sera memeluk bola basketnya. Davian mengangkat Sera dari belakang membuat Sera berteriak terkejut. Davian membawa Sera mendekati Ring.
Sampai di depan ring Davian menyuruh Sera memasukkannya. "Masukin, Ser."
Sera memasukkan bolanya ke ring. Ia bertepuk tangan senang dan kemudian memegang ring dengan kedua tangannya, ia menatap bolanya yang jatuh ke bawah dan memantul di lantai.
Davian melepaskan tangannya dari ketiak Sera yang tadi ia gunakan mengangkat Sera. Sera menjerit kaget dan menjadi gelantungan di ring.
"Huaaa! Kak Davian jahat! Aku aduin ke Tante Ersa nanti!! Kakak!" adu Sora pada Sera.
"Turunin, Vi!" perintah Sora.
Davian dengan masih tertawa-tawa membantu Sera turun. Begitu kakinya menapak lantai Sera langsung menyerang Davian bertubi-tubi dengan pukulan. "Jahat-jahat!"
Berikutnya Davian dan Sera jadi saling berkejaran mengelilingi lapangan. "Tadi kamu kayak monyet, Ser!" goda Davian.
"Kakak jahat kayak Rothbart!"
Kelelahan Davian menghampiri Sora dan merebahkan dirinya di lapangan. Davian hanya tertawa-tawa ketika Sera menangkapnya dan memberikan banyak pukulan.
"Seryl, udah! Nanti Rothbart bonyok," lerai Sora.
Sera berhenti memukuli Davian dan meminta minum pada kakaknya. Mereka bertiga menikmati es krim yang sudah sedikit mencair. Usai tenaganya terisi lagi Sera berlari masuk ke lapangan untuk memasukkan bola ke ring, sebelum ia bisa memasukkan bola ke ring dengan keringatnya sendiri ia belum lega.
"Lo pacaran sama Rai, ya?" tanya Davian membuka obrolan juga untuk menuntaskan rasa penasarannya.
Sejak melihat sendiri Sora memeluk Rai setelah pertandingan basket membuat Davian merasakan sesuatu yang beda di antara Rai dan Sora. Tapi Davian sebenarnya sudah curiga sejak Sora mengajak Rai makan malam di rumahnya. Rai ini cowok pertama yang diajak Sora ke rumahnya tanpa kepentingan kerja kelompok.
"Pacaran? Enggaklah!" jawab Sora.
"Tapi lo ada rasa sama dia?"
Sora menggaruk rambutnya yang tak gatal. Entah kenapa ia merasa Davian sedang mengintrogasinya. Kadang Davian memang suka bertingkah layaknya kakak padanya.
"Suka atau cinta gitu?"
"Iya."
"Gue rasa nggak ada. Gue sama Rai murni berteman aja kok."
Davian mengusap dagunya dengan dengan jari telunjuknya. Ditatapnya Sora lekat-lekat, ia sedang mencari-cari kebohongan dari mata Sora.
"Dia ada rasa sama lo?"
"Ha?"
"Dia pernah tanya gue cemburu sama dia nggak kalau dia dekat sama lo," balas Davian.
"Lah, baru dua hari kemarin Rai bilang ke gue kalau salah satu yang membuat pertemanan hancur itu gara-gara cinta! Terus dia bilang seandainya gue jatuh cinta sama lo tapi lo nggak memiliki perasaan yang sama gimana?"
Sora bertatapan dengan Davian. Mereka berbicara lewat mata. "Apa yang lo pikirkan seperti yang gue pikirkan?" tanya Davian.
"Gue mikir mau goreng cumi buat nanti malam atau besok aja," jawab Sora.
"Gue mikir mau makan mie instan di rumah lo lagi."
Mereka mengangguk bersama, lalu bertepuk tangan. "Dia nggak mungkin suka sama gue kan?" tanya Sora.
"Nggak mungkin cemburu sama gue kan?" tanya Davian.
Mulut mereka langsung mingkem berusaha mencerna apa yang baru mereka obrolkan. "Gimana kalau Rai beneran suka sama lo, Ra?!"
Sora menggeleng. "Nggak mungkinlah! Kesambet apaan tuh cowok bisa naksir sama gue!" sangkal Sora.
Suka gue dari mananya! Orang Rai dikit-dikit menjauh. Bahkan resiko gue bakal di ghosting itu besar sekali!
"Kita kan nggak tahu perasaan orang, Ra."
"Kalau kita tahu berarti kita cenayang, Vivi!"
🍬🍬🍬
Mata Sora berkaca-kaca dan beberapa kali ia mendongak agar air matanya tidak jatuh. Namun, semuanya percuma karena sebelum ia selesai mengupas semangkuk bawang merah maka ia harus berurusan dengan air mata. Harusnya tadi ia memakai kacamata renang saja seperti yang disarankan Sera.
Davian menyaksikan derita Sora itu sambil makan mie instan. Tak tanggung-tanggung Davian tadi memasak dua bungkus mie instan langsung.
Sesekali Davian menyeka air mata dan ingus Sora dengan tisu. Kasihan juga lihat Sora bercucuran air mata gitu. Walaupun ia sudah sering melihat Sora menangis tetap saja ia tidak tega.
"Kenapa lo kupas semua sih, Ra? Dikit-dikit dulu aja," kata Davian.
"Sekalian aja, biar nggak kerja dua kali," balas Sora.
"Sambil lo ngupas bawang dan gue makan mie mau main permainan andai-andai?" saran Davian.
"Lo mau berandai-andai apa lagi sih, Vivi?"
Sora sudah sering diajak Davian bermain permainan ciptaanya itu. Waktu kecil Davian sering mengajak bermain andai-andai saat setelah dimarahi Tante Ersa. Semakin beranjak besar permainan itu lebih sering menjurus ke arah romansa seperti 'andai si A suka sama lo, lo bakal terima pas ditembak kan?', 'andai si B nggak pergi pasti lo sama dia bisa pacaran kan?', dan banyak pengandaian lainnya.
"Bukan gue tapi lo."
"Oke, gue. Jadi apaan?"
Davian menyeruput mienya dulu sebelum meluncurkan serangannya. Ia mengunyah mie di mulutnya sambil memandangi Sora yang masih fokus dengan bawang merahnya.
"Andai Rai beneran jatuh cinta sama lo, lo bakal gimana?"
Sora menghembuskan napas kasar dan menghentikan kegiatannya. Jadi pertanyaan dari sahabatnya masih berputar-putar di sana saja sejak main basket tadi?
"Andai Rai beneran jatuh cinta sama gue, gue bakal tanya alasan kenapa dia jatuh cinta sama gue."
Sekali lagi gue tegaskan hampir nggak mungkin Rai jatuh cinta sama gue. Kalau Rai beneran jatuh cinta sama gue, gue bakal kayang tiga kali!
Davian mengangguk-angguk mengerti. Masuk akal untuk Sora bertanya alasan kenapa Rai jatuh cinta padanya, walau kadang jatuh cinta tidak memiliki alasan. Bahkan kadang kita nggak pernah tahu alasan kenapa jatung kita berdetak karuan hanya karena saling bertatapan, perut kita geli seperti dihuni ulat bulu kala dia mengusap rambut kita, pipi kita merona hanya karena dia memuji kita. Dan bahkan kita nggak sadar kalau sebenarnya kita sudah jatuh cinta.
"Andai Rai nembak lo, lo bakal terima?" tanya Davian lagi.
Sora mengigit bibir bawahnya. Kakinya yang yang ada di bawah meja sudah naik turun tak terkontrol. Entah, kenapa ia harus sampai memikirkan pertanyaan konyol yang dilontarkan sahabatanya.
"Andai Rai nembak gue, gue---gue bakal ... terima dia?"
Davian menyeringai puas. "Andai lo terima Rai, apa alasan lo? Bukan karena lo nggak enak sebab dia teman dekat lo kan?"
"Andai gue terima Rai, gue terima dia karena nggak tahu. Mungkin gue harus tolak dia?" Ingin rasanya Sora mengacak-acak rambutnya, kalau saja tangannya tidak bau bawang.
"Lo sama Aksel gimana? Udah ada yang inisiatif ajak ngobrol duluan?"
Pergantian topik yang sangat tidak Sora duga. Davian tahu mengenai ia dan Aksel, dan baru kali ini Davian bertanya mengenai soal Aksel lagi setelah ia bercerita alasannya keluar ekskul radio.
"Aksel yang inisiatif datengin gue duluan. Dia minta maaf dan jelasin alasan nggak nahan gue."
"Andai Aksel ngajak lo balikan, lo bakal terima?"
Oh, permainan halu ini masih berjalan.
"Gue nggak pernah pacaran sama Aksel!"
"Tapi pernah deket, hts, ttm, apalah itu! Jadi anggap aja balikan."
Sora mendengus sebal. Ia masih nahan-nahan agar tidak menjambak rambut Davian dan mendorong kepala Davian ke mangkuk penuh bawang yang ada di depannya.
"Andai Aksel ngajak balikan, gue tolak!"
"Serius? Emang perasaan lo ke dia udah nggak bersisa sama sekali?"
"Sejauh yang gue rasakan nggak ada lagi perasaan seperti dulu saat gue deket sama dia. Nggak se-excited dulu. Sekarang gue sama Aksel itu teman dan kakak kelas."
"Bukannya dulu pun juga cuman teman ekskul sama kakak kelas?"
Tiga buah bawang merah melayang mengenai wajah Davian dan turun ke panci berisi mienya. "B a ba c o co t, bacot, Vi!"
"Mulutnya nggak boleh kasar."
"Maaf."
"Permintaan maaf diterima!"
"Andai lo ketemu Princess Melati lagi, apa yang akan lo lakukan?" tanya Sora. Sudah waktunya ia melempar bom pada Davian.
"Andai gue ketemu Melati, gue bakal langsung mengutarakan perasaan gue!"
Seringaian terbit di wajah Sora. Ia menaruh pipinya yang menyiku di meja. "Andai lo ketemu Princess Melati lagi tapi dia udah ada pacar, lo bakal gimana?"
Davian bungkam, matanya menyendu. Mengingat Melati bukan hal yang mudah untuknya, tapi Melati sangat sulit dilupakan. Melati cinta monyet dan cinta pertamanya. Namun, sebelum sempat ia tembak Melati pindah keluar kota di kelas 9. Mereka masih saling kontak hingga dua tahun lalu. Begitu memasuki kelas 12 Davian sudah tidak lagi menerima pesan dari Melati. Sosial media cewek itu pun tidak ada update sama sekali. Melati tiba-tiba menghilang.
Rasa bersalah merambati hati Sora melihat wajah menyedihkan Davian. Sampai sekarang Davian masih mencari tahu cara menghubungi sang pujaan hatinya itu bahkan tidak lelah menunggu. Walau Davian sering bergonta-ganti pacar Melati tetap memiliki sebagian hati Davian.
"Oke, cukup! Kita hentikan permainannya sebelum lo nangis!" ujar Sora menghentikan permainan mereka.
[ ]