Loading...
Logo TinLit
Read Story - Harsa untuk Amerta
MENU
About Us  

"Kebahagiaan kecil untuk sang keabadian."

Senja sore ini seperti potongan mimpi yang lupa pulang. Langit menari jingga, sementara angin membawa sisa-sisa hangat matahari yang enggan tenggelam. Di balik balkon apartemen, Harsa berdiri diam seperti patung ketika membiarkan angin membelai rambutnya dan menghapus lelah yang tersembunyi di balik wajahnya yang tenang.

"Harsa! Amerta menelepon lagi!" teriak Cliff dari ruang kerja. Robot asisten itu muncul tergesa, layar transparan menyala dalam genggamannya.

Harsa segera menoleh. Detak jantungnya sedikit berubah ritme. Ia menyentuh layar, menolak tampil di kamera dan langsung mengarahkan kamera ke langit yang tengah bersajak dalam warna.

"Indah sekali, apa itu?" Suara Amerta dari seberang layar terdengar lirih, seolah takut merusak keindahan yang ia lihat.

"Senja," jawab Harsa singkat. "Satu-satunya waktu yang mengizinkan langit menangis pelan dan tetap terlihat menawan."

Hening sebentar. Lalu suara Amerta terdengar lagi, lebih lembut, lebih dalam. "Bolehkah aku melihatnya secara langsung?" tanya Amerta.

"Kalau kamu datang, aku akan tunjukkan setiap hari," ucap Harsa. Ia pun membalik kamera, menatap wajah gadis itu dengan seksama. "Tapi kenapa kamu terus menghubungiku, Amerta? Kita bahkan belum benar-benar saling kenal."

Amerta menunduk sejenak, seolah memilih kata di tengah semak rahasia dalam dirinya. "Awalnya hanya iseng. Tapi balasanmu berbeda. Bukan sekadar balasan, tapi seperti kamu melihat aku."

Harsa terdiam. Jantungnya seolah menabrak tulang rusuknya sendiri.

"Saat itu aku tidak sengaja menyentuh ikon video dan aku melihatmu." ungkap Amerta, matanya terus menatap ke layar, berbinar dan terus takjub melihat senja yang selama ini tak pernah ia lihat.

Harsa tersenyum kecil. "Jadi karena tidak sengaja?" nadanya seperti tengah menggoda Amerta.

Amerta menggeleng. "Awalnya. Tapi sekarang aku sengaja," terang Amerta.

Dahi Harsa mengerut pertanda bingung, "Karena apa?" 

"Karena saat aku bicara denganmu, dunia terasa punya warna."

~

Di sebuah rumah berarsitektur klasik yang dikelilingi pagar listrik dan puluhan drone pengintai, Amerta berdiri kaku di hadapan sang papa.

"Kau menggunakan alat itu tanpa izin?" tanyanya dingin, datar seperti logam dingin yang menyayat kulit.

"Iya, Papa. Tapi Amerta tidak bermaksud..."

"Cukup!" Suara laki-laki paruh baya itu meninggi. "Berapa kali papa bilang? Jangan sentuh teknologi tanpa izin! Kau tahu batasan yang Papa buat, kenapa harus kau langar, huh?" 

Air mata Amerta jatuh. "Aku hanya ingin bicara dengan satu orang saja. Dia membuatku merasa hidup."

"Lupakan dia. Dunia luar bukan tempatmu. Berulang kali papa bilang kau hanya boleh berinteraksi dengan orang di rumah ini!" tegas laki-laki paruh baya itu dengan nada semakin meninggi.

"Kenapa Amerta selalu papa kekang, Amerta..." Tamparan itu datang sebelum kata-kata Amerta selesai. Perihnya bukan hanya di pipi tapi jauh lebih dalam lagi. Di tempat yang tak bisa dijangkau teknologi sekalipun.

~

Keesokan harinya, dengan bantuan sang bibi, Amerta menyusup keluar. Mereka menuju sebuah taman tersembunyi di pinggiran kota. Taman Nirashvara. Wajar bukan jika dirinya ingin menikmati keindahan dunia luar, ia bukan lagi anak-anak yang harus selalu patuh dan mudah dibohongi. Ia sudah remaja dan akan menuju dewasa, fase yang membuatnya merasa ingin bebas, ingin memberontak, dan belajar memutuskan hal yang ia ingin dan tidak selayaknya manusia lain.

Netranya melihat sekitar, tempat itu tidak ramai. Hanya ada bunga-bunga yang seolah tumbuh dari puing-puing harapan dan patung-patung logam usang yang entah mematungkan kisah siapa. Langit tertutup kabut tipis, dan matahari seperti ragu menyapa.

"Apakah keajaiban akan mempertemukan kita?" tanya Amerta, menggenggam es krim yang mulai mencair.

Sang bibi diam. Matanya penuh kekhawatiran, khawatir jika tuannya akan marah besar seperti waktu itu.

Beberapa menit berlalu. Jantung Amerta seperti menari di dalam dadanya. Seseorang muncul dari kejauhan. Langkahnya mantap. Tubuhnya tinggi dan tegap. Rambut hitam sedikit berantakan. Amerta melangkah pelan ke arahnya. Wajahnya bercahaya. Napasnya bergetar.

"Harsa?" gumam Amerta.

Tapi begitu sosok itu mendekat, cahaya di wajahnya padam. Itu bukan Harsa. Itu papanya. Tatapan sang papa dingin. Dan saat mata mereka bertemu, es krim yang tadi digenggam Amerta jatuh ke tanah, mencair bersama mimpi yang belum sempat mekar.

~

Amerta melemas, es krim yang masih di tangannya jatuh begitu saja ke tanah beraspal. Jantungnya berdebar tak karuan, ia merasa ketakutan menghimpitnya. Laki-laki paruh baya itu menatapnya dengan pandangan tajam, sorot matanya seolah menyayat seluruh keberanian yang tadi dikumpulkan Amerta hanya untuk melangkah keluar.

"Non! Kita pulang sekarang!" bisik bibi di telinganya, panik, berusaha menyeret Amerta perlahan menjauh dari tempat itu. Tapi Amerta masih terpaku. Di sela kerumunan, ia mencoba mencari-cari sosok Harsa. Tapi tak ada. Ah! Ini terlalu menyakitkan.

Mata Amerta mulai berkaca-kaca. Dunia luar yang tadinya tampak begitu memikat, kini terasa dingin dan menghakimi. Semua orang kembali sibuk dengan dunia mereka, tidak tahu bahwa seorang gadis muda baru saja menghancurkan batas dunianya sendiri untuk sesaat hanya untuk disambut dengan realitas yang mengecewakan.

Saat itu, langit ikut berubah, mendung. Awan tipis menyelimuti matahari, seolah ikut merasakan kekesalan yang menyesakkan dada Amerta.

"Kenapa aku seberani ini, hanya untuk melihat senja sejenak? Bahkan Harsa pun tak ada..." batinnya lirih.

Ia menoleh sekali lagi ke arah tempat pertunjukan robot tadi, berharap ada keajaiban bahwa Harsa tiba-tiba muncul dari balik kerumunan. Tapi yang ia temukan hanya hiruk-pikuk masyarakat, robot pelayan yang berjalan dengan ritme presisi, dan suara musik teknologi yang bahkan tak menyentuh relung hatinya sedikit pun.

Amerta memeluk lengannya sendiri, kedinginan bukan karena suhu, tapi karena kenyataan. Kenyataan yang selalu merenggut bahagianya.

~

Sementara itu di tempat berbeda, Harsa sedang berada di ruang kerja miliknya, bersama Cliff. Sebuah layar hologram menampilkan daftar informasi yang berhasil Cliff gali. Tapi tak satu pun dari data itu memberi tahu lokasi keberadaan Amerta.

"Aneh sekali, data gadis ini seperti disembunyikan. Bahkan aku tidak bisa menemukan keberadaan rumahnya secara pasti," gumam Cliff, nadanya terdengar frustrasi walau suaranya tetap seperti robot biasa.

"Mungkin karena dia bukan sembarang gadis," ungkap Harsa berdiri dari kursinya, matanya terpaku pada satu-satunya foto hasil rekam visual yang memperlihatkan Amerta sedang menatap senja dari layar ponselnya.

"Aku akan menemukannya, Cliff. Apa pun caranya."

Cliff menoleh, suaranya terdengar lebih serius, "Apakah kamu yakin, Harsa? Gadis itu bisa menjadi penyebab keruntuhanmu, jika dugaan kita benar."

"Aku tidak peduli." Tatapan Harsa tajam, seperti baja. "Dia satu-satunya hal yang terasa nyata di tengah semua kekacauan ini."

Cliff terdiam. Dalam sistemnya, ia menyimpan satu kemungkinan bahwa Amerta bukan hanya gadis biasa, tetapi robot itu memilih untuk tidak mengatakannya atau belum saatnya.

~

Malam harinya, Amerta duduk di atas tempat tidurnya. Rambutnya berantakan, matanya masih sembab. Di tangan kanannya, ia menggenggam erat gelang kecil yang dulu diberikan ibundanya sebelum wanita itu pergi untuk selamanya. Hatinya sesak, rindu bercampur takut. Ia siap dihukum ketika sang papa nanti kembali ke rumah setidaknya hari ini ia merasa sedikit bahagia telah merasakan dunia luar.

Tapi di sela semua kekacauan, satu suara dalam benaknya terus saja berbisik, "Aku ingin melihat senja bersamamu, Harsa. Setidaknya sekali saja."

~

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mars
1204      647     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Bye, World
7989      1885     26     
Science Fiction
Zo'r The Series: Book 1 - Zo'r : The Teenagers Book 2 - Zo'r : The Scientist Zo'r The Series Special Story - Bye, World "Bagaimana ... jika takdir mereka berubah?" Mereka adalah Zo'r, kelompok pembunuh terhebat yang diincar oleh kepolisian seluruh dunia. Identitas mereka tidak bisa dipastikan, banyak yang bilang, mereka adalah mutan, juga ada yang bilang, mereka adalah sekumpul...
The Maiden from Doomsday
10797      2419     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Pangeran Benawa
38429      6402     7     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
Ethereal
1293      637     6     
Romance
Ada cowok ganteng, imut, tingginya 173 sentimeter. Setiap pagi, dia bakalan datang di depan rumahmu sambil bawa motor matic, yang akan goncenging kamu sampai ke sekolah. Dia enggak minta imbalan. Dia cuma pengen lihat kamu bahagia. Lalu, ada cowok nggak kalah ganteng dari sebelumnya, super tinggi, cool, nyebelin. Saat dideket kamu dia sangat lucu, asik diajak ngobrol, have fun bareng. Ta...
My Soul
181      141     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
AMBUN
470      334     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
My Best Man
156      135     1     
Romance
Impian serta masa depan Malaka harus hancur hanya dalam satu malam saja. Dia harus menerima takdirnya. Mengandung seorang bayi—dari salah satu pelaku yang sudah melecehkan dirinya. Tidak mau dinikahkan dengan salah satu pelaku, karena yakin hidupnya akan semakin malang, Malaka kabur hingga ke Jakarta dalam kondisi perut yang telah membesar. Dia ditemukan oleh dua orang teman baik dari m...
Orange Haze
536      372     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Gagal Menikah
4953      1661     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...