Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Letter: Mission To Get You
MENU
About Us  

Sejak hari tragis penuh penolakan mentah-mentah itu terjadi, Sabrina menyadari satu hal besar dalam hidupnya.

Ia… bodoh. Se-bodoh-bodohnya manusia jatuh cinta.

Jelas saja Rizwan menolak. Pria sekelas dia mana mungkin tertarik dengan gadis seperti Sabrina? Gadis yang lebih sering menghabiskan waktu membantu bapak di kebun ketimbang berbaur dengan remaja-remaja desa.

Boro-boro memakai skincare lengkap, pakai pelembap aja kadang ingatnya seminggu sekali.

Sabrina berbaring di ranjang, menatap atap kamarnya seperti sedang membaca takdir yang ditulis di langit-langit rumah. Kepalanya penuh strategi: Bagaimana caranya mendekati Rizwan?

“Gila. Aku beneran naksir sama orang,” gumamnya sendiri, sambil memeluk guling.

Terakhir kali ia punya pacar? Diselingkuhi. Legenda yang menyedihkan.

“Udah cukup ditungguin jodoh, eh nggak datang-datang juga. Kalau gitu, sekarang giliran aku yang ngejar!” tekadnya membara.

Mendadak ia teringat seseorang.

“Tania!”

Tangan Sabrina lincah meraih ponsel yang tergeletak malas di atas meja. Ia menekan nama sahabatnya itu, dan beberapa detik kemudian suara khas Tania menyapa dari seberang.

“Halo? Astaga, akhirnya ada juga manusia ini nelpon lagi!”

Sabrina terkikik. “Halah. Jangan drama, Tan. Gue nggak lupa lo, cuma lagi pengen detox HP.”

“Detox HP? Itu alasan basi kalau udah punya gebetan baru!” tanya Tania kebingungan 

Sedikit berbisik Sabrina menjawab. “Eh bener ding. Gue emang ketemu cowok...”

“HAH? Siapa? Serius?”

“Namanya Rizwan. Gue ketemu pas bantuin bapak ke kebun... terus gue langsung to the point ngajak dia pacaran.” Ucap Sabrina dengan suara yang tertahan.

Hening. Lalu...

“...SABRINA! Lo ngajak pacaran LANGSUNGAN?? Tanpa basa-basi? Lo ini manusia atau peluru?”

Tania ngakak sampai batuk.

Sabrina ikut tertawa. “Ya gimana, mulut gue suka lebih cepat dari otak.”

“Pantesan ditolak!”

“Astaga Tania, nggak usah jujur banget juga...”

Tania akhirnya memberi saran. Katanya, ada teknik viral buat menarik perhatian gebetan. Namanya Love Letter Challenge.

“Jadi gini ya... Lo tulis surat selama tujuh hari. Tapi bukan surat buat dia langsung. Tulis aja surat tentang versi diri lo yang ingin dilihat dan diperlakukan oleh si cowok itu. Gampang, kan?”

Sabrina terdiam. Lalu dengan polosnya berkata, “Jadi gue harus kirim surat buat dia tiap hari selama seminggu gitu?”

“HAH?! Nggak gitu konsepnya begooo—astaga gue lupa ada janji sama orang, lanjut nanti lagi ya ngobrol nya, udah dulu! Googling aja sendiri!”

Klik.

Telepon terputus. Sabrina sedikit termenung. “Love letter buat Rizwan tiap hari selama seminggu? Hmm... Boleh juga tuh.”

Ia tersenyum licik. Tidak tahu kalau sebenarnya ia salah paham total soal teknik itu.

 

---

 

Setelah berguling-guling di tempat tidur sambil menertawakan imajinasinya sendiri yang kadang terlalu liar, Sabrina akhirnya bangkit. Ia membuka pintu kamar. Rumah sudah sepi, hanya terdengar suara ayam tetangga yang berkokok seenaknya—seolah sedang melakukan konser tunggal pagi-pagi buta.

Ia menghela napas pelan.

“Sepi banget... pada ke mana sih? Kirana juga nggak kelihatan. Semalam pulang jam berapa, coba?”

Sabrina berjalan ke ruang tengah.

"Bu? Ibu?" panggilnya sambil celingak-celinguk mencari keberadaan sang ibu.

Tak lama kemudian, terdengar suara pintu belakang terbuka. Ibu muncul dengan membawa sebuah rantang, siap untuk makan siang bapak. Bajunya agak basah, wajahnya terlihat berkeringat, tapi tetap semangat.

“Ada apa sih?” tanya ibu sambil meletakkan rantang dan mulai berkemas.

"Kirana ke mana, Bu? Semalam pulang jam berapa dari hajatan desa sebelah?"

"Kirana latihan nyanyi sama nari dirumah tetangga. Semalam pulangnya agak maleman. Kamu sendiri kenapa, nggak ke kebun?"

"Enggak dulu deh, Bu. Sabrina mau ke rumah Teh Melati, udah lama pulang masa belum main sama keponakan-keponakan tercinta," ujarnya sambil tersenyum. Terakhir Sabrina bertemu keponakan nya saat anak itu sedang tertidur pulas.

Ibu melirik dengan senyum penuh makna. “Gitu dong keluar rumah, jangan cuma rumah-kebun, rumah-kebun. Nanti tumbuh akar lho kamu di situ.”

"Ih, Ibu!" protes Sabrina. “Kemarin juga aku keluar rumah kok, sama Nayla.”

“Itu mah dadakan. Beda.” jawab ibu santai, lalu menambahkan, “Ya udah, sana berangkat. Tapi jangan sampe nyasar.”

“Iyaaa, Bu. Didoain yang baik-baik dong,” sahut Sabrina sambil mengikat rambutnya.

"Pintu ibu kunci, nanti kamu bawa kunci cadangan ya."

"Ibu mau ke kebun?" Tanya Sabrina.

Ibu tersenyum dengan kantong keresek besar yang sudah di genggam erat. "Iya, udah lama ibu gak makan siang berdua sama bapak."

"Aduh bikin iri deh dengan keromantisan Romeo dan Juliet desa Argasari ini."

Ibu hanya tersipu menahan malu, "Ah kamu ini, ya udah sana berangkat nanti keburu siang."

"Ya udah, Sabrina berangkat ya." Pamit Sabrina lalu bergegas menuju teras rumah mengambil sebuah sepeda berwarna merah muda.

Baru juga mengayuh dua meter keluar gerbang, suara khas terdengar dari kejauhan:

“Sabrinaaaa! Mau ke mana pagi-pagi udah sepedaan?”

Sabrina menoleh, tersenyum sopan pada seorang ibu tetangga yang sedang menyapu halaman.

“Mau ke rumah Teh Melati, Bu.”

“Sendirian aja?”

“Iya,” jawabnya singkat, mulai merasa was-was.

“Eleuh, cepet-cepet dapet pasangan ya, Neng, biar kemana-mana dianterin.”

“Aduh, makasih ya Bu doanya. Tapi Sabrina masih kuat kok kemana-mana sendiri.”

Dan sebelum sesi tanya jawab berkembang jadi seminar nasional tentang jodoh, Sabrina langsung tancap gas dengan sepedanya.

 

---

 

Setelah lima belas menit bersepeda, ditambah satu kali nyasar ke jalan buntu karena terlalu asyik melamun, akhirnya Sabrina sampai di rumah Teh Melati. Dari kejauhan, ia melihat kakak iparnya, Kang Galih, sedang mencuci motor di halaman.

“Assalamualaikum, Kang!” sapa Sabrina.

“Waalaikumussalam. Eh, udah lama nggak ke mari. Kamu sehat, Sab? Bapak Ibu sehat?”

“Alhamdulillah, sehat semua, Kang. Tapi kok Kang Galih belum juga mampir ke rumah? Aku udah mau sebulan lebih loh di sini.”

“Wah, maaf, Sab. Akang sibuk, apalagi pas musim panen. Ini aja baru pulang dari pasar, habis distribusi tomat.”

“Iya deh, juragan tomat yang super sibuk. Jangan lupa cipratin lembaran merahnya ya ke aku,” goda Sabrina sambil tertawa.

“Haha, siap!”

“Ya udah, Sabrina masuk dulu, ya.”

 

---

 

Sabrina masuk ke dalam rumah. Aroma tumisan dari dapur langsung menyambut dengan hangat. Teh Melati terlihat sibuk dengan wajan, suara minyak mendesis jadi backsound pagi itu.

Di ruang tengah, dua keponakannya sedang menonton kartun. Begitu melihat Sabrina, si kecil Jasmin langsung lari dan memeluk erat.

“Tanteee! Ayo main jual-jualan!”

"Ih, Jasmin! Tante baru juga dateng, tau!" sahut Raka, si kakak, dengan nada cemburu.

"A Raka sirik ya Jasmin mau main sama Tante! Wlee!"

Dan seperti itu, dalam waktu lima detik, Sabrina sudah berubah peran jadi wasit pertengkaran dua kakak-beradik yang menggemaskan.

Setelah cukup peluk-memeluk dan drama jual-jualan, makan siang pun disiapkan. Mereka makan bersama di meja, penuh obrolan ringan dan tawa kecil. Sampai tiba-tiba…

“Sabrina,” celetuk Kang Galih sambil menyendok nasi. “Kamu nggak tertarik sama anaknya Pak Acep? Yang suka ngurus kebun seberang itu?”

Sabrina hampir tersedak.

“Hah? Rizw... maksudnya siapa?” ucapnya, pura-pura bingung sambil nyuap nasi.

“Rizwan. Ganteng, rajin, udah punya kebun sendiri. Mapan. Soleh juga. Lumayan buat calon imam.”

“Hmm... aku mah nggak merhatiin dia, Kang,” jawab Sabrina se-santai mungkin, padahal dalam hati.

“Duh, bahkan semut yang lewat di kebun aja aku abaikan, asal bisa liatin Rizwan dari jauh.”

Teh Melati ikut menyambar, “Euleuh... nggak merhatiin tapi tahu namanya panjang-lebar. Hayo!”

Sabrina buru-buru menutupi wajah dengan tangan.

“Teh, serius deh... tumisannya enak banget rasanya nendang,” ujarnya berusaha mengalihkan topik.

“Tumisan atau perasaan yang nendang?” celetuk Teh Melati.

Jasmin malah menambahkan, “Tante Sabrina pipinya jadi pink! Ih, kayak buah naga matang!”

“Astaga, ini rumah keluarga atau tempat roasting terbuka?” keluh Sabrina sambil terkekeh pasrah.

 

---

 

Setelah makan dan bermain lebih lama, akhirnya Sabrina pamit.

“Hati-hati di jalan, Sab,” ujar Teh Melati sambil menyerahkan bungkusan tumisan.

“Makasih Teh. Dan... makasih juga buat... godaan hatinya,” ucap Sabrina penuh kode.

Ia mengayuh sepedanya pulang dengan hati yang hangat. Tapi juga… sedikit ribut. Karena pikirannya mulai sibuk.

“Rizwan, ya... Hm. Emang sih, dia ramah... rajin... kayaknya sabar juga. Dan pas waktu itu dikebun, senyumnya itu…”

Ia berhenti mendadak.

“OH TIDAK! AKU SUDAH TERLALU JAUH BERFIKIR!” jeritnya dalam hati.

Ia pun melanjutkan perjalanan, kini dengan kecepatan 30% lebih lambat karena sibuk merancang sesuatu.

 

---

 

Sesampainya di rumah, suasana masih sepi. Ibu sepertinya masih di kebun. Sabrina langsung masuk kamar dan mengunci pintu.

Ia duduk di depan meja, membuka laci, dan mengeluarkan buku kecil bersampul bunga. Buku ini biasanya dipakai buat nulis puisi. Tapi kali ini…

Ia membuka halaman kosong.

Menatapnya sebentar. Lalu menulis:

"Dear Rizwan..."

Baru satu kata, ia sudah menutup wajah dengan bantal.

“OH MY GOD. AKU BENAR-BENAR MELAKUKAN INI.”

Tapi ia bangkit lagi. Duduk lebih tegap. Pegang pulpen erat-erat.

“Pokoknya harus manis, puitis... nggak lebay... lucu dikit biar nggak kaku.”

Ia mulai menulis dengan semangat baru. Tangan bergerak cepat, hati deg-degan.

Sabrina membuat surat itu tanpa mencari tahu lagi tentang bagaimana cara membuat love letter yang baik dan benar seperti kata Tania.

Ah, tapi masa bodo. Pikiran Sabrina sedang dipenuhi oleh nama Rizwan, tak ada ruang untuk hal-hal lain lagi rasanya.

Di luar, senja turun perlahan. Dan mungkin—di kebun seberang sana—seorang pemuda sedang bersin tiga kali tanpa sebab.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
From Ace Heart Soul
586      353     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Dua Warna
647      445     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
Mendadak Halal
8042      2199     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
The Journey is Love
749      505     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
TRISQIAR
8694      1691     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
Dibawah Langit Senja
1607      943     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Search My Couple
552      315     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Asa
4658      1387     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Hujan
140      122     0     
Romance
Test
in Silence
460      328     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...