Loading...
Logo TinLit
Read Story - SECRET IN SILENCE
MENU
About Us  

"Mereka di sini!"

Seseorang berteriak, mengundang kewaspadaan. Molly menoleh, mendapati seorang penjaga bertubuh tinggi dan kekar tengah menunjuk ke arah mereka berdua. Suaranya yang lantang berhasil memanggil dua rekannya, yang tak kalah atletis dan tinggi, berpakaian dinas lengkap. Dinilai dari ekspresi mereka yang penuh siaga dan tak ramah, bisa dipastikan mereka tengah mencari Molly dan Rolan.

"Rolan." Molly bergumam, menepuk dada lelaki berambut merah itu.

Alih-alih menoleh dan memperhatikan, Rolan malah semakin mengencangkan pegangannya pada pinggang Molly. Teramat erat dan kuat yang mungkin akan menimbulkan kemerahan.

Molly ingin meronta, berhenti jika diperlukan. Namun, separuh bagian dalam diri Molly menyatakan untuk tetap percaya pada Rolan, dan itu sukses membuatnya mengurungkan niatnya.

"Jangan menoleh ke belakang. Terus berlari dan ikuti tempo kakiku," perintah Rolan dalam nada rendah dan penuh urgensi.

Satu per satu prajurit menyadari posisi keduanya dari kejauhan. Sesuai dugaan, para prajurit mempercepat langkah kaki hingga benar-benar berlari, mengikuti keduanya dari belakang, bergabung bersama para prajurit yang juga mengejar.

"Kalian berdua yang ada di sana, berhenti!" geram si prajurit mirip predator buas.

Rolan berdecak, mempercepat langkah hingga ke perbatasan desa-yang hanya para leluhur yang tahu-dua prajurit yang berjaga masih tertidur pulas sejak kemarin. Tak berhenti di situ, mereka terus berlari. Molly menggunakan tenaga ekstra saat dia melangkah di tanah yang tak rata.

Suasana semakin menegang ketika Iefyr memerintah, "Kejar pencuri dan pengkhianat itu! Jangan sampai mereka keluar dari hutan ini!"

Pencuri? Pengkhianat? Kami?

"Rolan!" pekik Molly ketakutan. Kemudian, terdengar suara-suara hewan buas yang mengaum, melolong, dan memekik. "Mereka berubah!"

"Kau tak perlu memberitahuku, percayalah padaku!" Rolan menggertakkan giginya.

Pikiran Molly berputar-putar, setiap sudutnya dipenuhi tanda tanya. Dia tidak mengerti.

Mengapa Iefyr memerintahkan para prajuritnya untuk menangkap Molly dan Rolan?

Mengapa pula mereka mereka harus pergi dari Desa ini dengan terburu-buru?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa yang telah dilakukan oleh Rolan sampai membuat para druid menganggap mereka sebagai ancaman?

Kendati dilanda badai penasaran yang tak menentu, Molly tetap mengimbangi langkah Rolan. Mereka berlari memasuki bagian dalam hutan, melintasi semak-semak, tanah becek, serta beberapa tanah yang tidak rata. Dalam pelariannya, Rolan semakin mengencangkan pegangannya pada pinggang Molly, terlalu erat hingga mungkin akan timbul memar esok pagi.

Ajaibnya, tubuh Molly tak cepat lelah. Langkah kakinya ringan seperti bulu, melompati lumpur dan batu besar dengan lincah. Meskipun sesekali menoleh, tempo langkahnya tetap stabil-tak terjatuh, tersandung, atau terpeleset.

Dirasa suasana telah aman, barulah Rolan melepaskan pegangannya dari pinggang Molly. Saat itulah, Molly merasakan dorongan rasa lelah yang luar biasa. Rasa sakit dan panas menyeruak di area tungkai tanpa permisi, seluruh bagian pinggul ke bawah teramat nyeri dan hampir kram. Keningnya basah oleh keringat hingga menetes dari bagian poninya. Dadanya terasa perih, kepalanya pusing, dan tanpa sadar Molly menguap kencang untuk mendinginkan bagian kepalanya.

Molly ingin beristirahat, dia bersumpah pandangannya berangsur-angsur buram. Ia lantas menyandarkan tubuhnya pada batang pohon, berencana beristirahat.

"Kita tidak bisa berhenti di sini, teruslah berjalan," kata Rolan seraya memegangi lengan atas Molly, menariknya untuk bangkit kembali. "Bangun."

Baru saja hendak berdiri, seekor elang terbang mengagetkan keduanya. Itu adalah familiar milik Iefyr!

Molly menengadah, mendapati elang itu mulai memekik kencang, terlalu kencang sampai memekakan telinga, memaksa Molly dan Rolan membungkukkan tubuh mereka seraya menutup telinga erat-erat.

Moko, si kawan monyet yang setia, harus jatuh ke tanah seraya meringkuk kesakitan.

"Sebelah sini!" Suara prajurit sayup-sayup terdengar di antara pekikan elang.

"Sialan!" Rolan mengumpat.

Kemudian, tangannya terulur meraih sebuah batu. Sekuat tenaga Rolan berdiri, melemparkan batu itu ke udara membidik bagian kiri si elang. Lemparannya berhasil mengenai bagian sayap kiri si elang, membuatnya oleng dan terjatuh.

Sejenak suasana menjadi hening kembali. Inilah kesempatan yang terbaik bagi keduanya untuk mengambil langkah seribu.

"Ikuti aku!" Rolan berseru bergegas menjauh. Diikuti Molly di belakang bersamaan Moko.

Keduanya kembali berlari, mengabaikan rasa sakit dan pegal di bagian tungkai, menuruni jalanan terjal yang ditutupi oleh daun-daun kering. Molly harus menjinjing roknya agar tak tersangkut ranting kering. Setelah itu, mereka berlari menyusuri pinggiran sungai.

Kendati telah berada sangat jauh, elang familiar milik Iefyr masih terbang mengejar dan memekik. Pekikan itu lagi-lagi menyiksa pendengaran dan kini mengaburkan pandangan Molly, membuatnya hampir terpeleset. Untung ada Rolan berhasil menangkapnya, mencengkram lengan atas dan menariknya untuk terus berlari.

"Molly, berhenti!" teriak Iefyr dari belakang. Diikuti oleh sekelompok druid yang lain.

"Teruslah berlari, percayalah padaku!" geram Rolan pada Molly. Mata hijaunya memindai, mencari celah untuk kabur-air sungai, batu, serta pohon-pohon.

"Kenapa mereka mengejar kita berdua?" Molly tak bisa menipu dirinya lagi. Dia sangat penasaran.

"Nanti aku jelaskan. Sekarang, dengarkan aku!" Keduanya kini berbelok masuk kembali ke hutan, melompati semak-semak, lalu menghindari pohon-pohon besar yang menghalangi jalan. Lelaki bermata hijau itu melingkarkan lengannya ke pinggang Molly, dan kembali memantrai Molly dengan bisikan, "Tubuhmu terasa seringan angin. Sekarang, larilah!"

Dalam sekejap, Molly mendapatkan dorongan energi yang meledak dari dalam tubuhnya, memungkinkannya kembali berlari. Tubuhnya terhuyung sendiri, rasa sakit pada kakinya mendadak hilang, napasnya menjadi lebih stabil dan kepalanya menjadi lebih segar.

"Lari, Mawar Merah, lari!" seru Rolan disertai pekikan Moko.

Molly berteriak saat berlari, tangannya menggenggam roknya kuat-kuat.

Walau begitu, para druid tetap tidak menyerah, mereka masih mengejar dan beberapa di antara mereka kembali dalam wujud manusia. Kali ini mereka tidak segan-segan menggunakan kemampuan ajaib nya. Satu orang pemanah, mengambil posisi dan bersiap untuk membidik Molly dan Rolan.

Moko berteriak dari bahu Molly, memperingatkan akan bahaya yang akan datang.

"Aku tahu, Moko! Jangan menoleh! Teruslah berlari!" Rolan berseru.

Si pemanah menarik tali pada busurnya kuat-kuat, kemudian dia melepaskan anak panahnya.

"Menunduk!" Rolan memerintah.

Anak panah itu melesat dengan dorongan mantra, memotong angin, menembus daun yang berguguran, dan berhasil bersarang di bagian bahu kiri Rolan. Membuat lelaki berambut merah itu mengerang kesakitan, memecah konsentrasinya atas Molly. Keduanya berhenti secara tiba-tiba, membuat mereka kehilangan keseimbangan dan jatuh berguling di tanah.

Begitu mendapatkan kembali keseimbangannya. Molly segera mengecek tubuh Rolan. Lelaki itu mengerang tersiksa.

"Rolan!" Molly merengek.

Dalam sekali tarikan, Rolan mencabut anak panah itu, menciptakan robekan di sekitar kulitnya, lalu darah biru perlahan membasahi bajunya.

"Panggil pelindung," desah Rolan dalam napas pendek.

Belum sempat Molly menjawab, satu anak panah melesat memotong udara, dan bersarang ke batang pohon tepat di belakang kepala Molly. Kejadiannya terlalu cepat hingga membuatnya mematung kaget. Beruntung ada Moko yang menampar wajahnya dan mengoceh dalam bahasa yang tak Molly pahami. Cepat-cepat ia membantu Rolan untuk berdiri.

"Panggil pelindung," erang Rolan kesakitan. Dia menolak untuk dipapah berdiri. Wajahnya pucat pasi, kilauan pada kulitnya meredup.

"Tapi, bagaimana caranya?" Molly mendesah panik, rasa bingung dan khawatir bercampur dalam ketegangan yang membuatnya kesulitan menemukan solusi.

"Bicara dengan mereka, kau itu Pembisik Daun!" bentak Rolan.

Molly mengangguk singkat. Masih dalam kondisi panik serta kebingungan, ia berdiri dan berbicara kepada pohon-pohon yang tidak jauh dari posisinya.

"Kami dikejar orang jahat," bisik Molly kental akan keputusasaan. Sebenarnya, dia sendiri tak yakin apakah para druid itu benar-benar orang jahat seperti yang dimaksudkannya. Namun, dalam kebingungan itu, Molly memilih mempercayai Rolan. "Bantu kami untuk pergi dari sini! Aku mohon!"

Mendengar permohonan Molly, dua pohon di hadapannya membuka mata bersamaan. Satu pohon bangkit, mencabut akar-akarnya dari bumi dengan kasar, menciptakan suara gemuruh yang menggema di udara. Tanpa diduga, pohon itu mengayunkan dahannya yang kokoh, tepat saat seekor macan kumbang menyerang Molly dari belakang.

"Astaga!" Molly menunduk.

Pohon itu lantas memposisikan dirinya untuk melindungi Molly dan Rolan. Dia membungkukkan tubuh, menempelkan dua dahannya ke permukaan tanah, memanggil akar-akar liar. Akar-akar itu meliuk bagai tentakel, suara deraknya bersahut-sahutan, mengirimkan sejuta sengatan pada tengkuk Molly. Kemudian, akar-akar itu melilit tubuh si macan kumbang dan melemparnya menjauh beberapa meter.

Tak berhenti di situ, pohon itu kemudian mengambil satu buah dari dahannya, dan dengan kekuatan yang luar biasa melemparkannya ke arah elang milik Iefyr. Buah itu menghantam dada si elang, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh terjun ke tanah dengan bunyi keras.

Kini giliran pohon yang satunya. Dia menunduk melindungi Molly dan Rolan dari hujan anak panah dan tombak. Setelah itu, meraup tanah bebatuan, membentuknya menjadi bola dengan cepat, dan melemparkannya ke arah Iefyr dan prajuritnya, membuat para druid kocar-kacir menyelamatkan diri.

Kemudian, pepohonan yang lain saling menyatukan dahan dan akar mereka. Meliuk-liuk cepat hingga akhirnya membuat jalan berupa lorong. Tiap sisinya terbilang rapat tanpa celah. Pohon-pohon itu terus menyatu ke depan, menuntun ke tempat aman.

Nettie benar. Mereka benar-benar mendengar ucapanku.

Ada ledakan rasa bangga dan terharu dari dalam hati Molly, sebelum akhirnya cepat-cepat memapah Rolan. Moko berlari lebih dulu, memekik panik sambil mengayunkan kedua tangannya.

Terakhir, kedua pohon itu saling bersatu untuk membuat penghalang kuat serupa pintu. Memungkinkan Molly dan Rolan untuk mengambil kesempatan kabur dari sana.

"Apakah itu essentia-ku yang kusangkal setengah mati?" gumam Molly tak percaya seraya terperangah. Namun, Rolan cepat-cepat mencengkram pergelangan tangannya, membuatnya berjingkat pelan.

"Kita pergi dari sini!"

Molly mengangguk setuju seraya beranjak dari tempat itu. Masih setengah berlari, keduanya melanjutkan perjalanan, masuk ke dalam hutan, melintasi lorong perlindungan itu dan menjauh dari pasukan Iefyr.

***

Hari menjelang sore saat hujan turun. Entah telah berapa lama mereka berlari, yang jelas mereka kini ada bagian lain hutan. Pohon-pohon kembali ke posisi masing-masing, mengisyaratkan keduanya telah berada di posisi yang aman.

Molly berjalan menyeret seraya mendesis kesakitan. Seluruh tubuhnya terasa nyeri, tak hanya itu, ia sering menguap akibat kelelahan. Namun, Rolan masih terus melangkah memimpin di depan, tak memberikan Molly waktu untuk beristirahat.

"Rolan, kita akan pergi ke mana—" Perkataan Molly terputus, digantikan kepanikan ketika melihat Rolan kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab ke tanah yang berlumpur.

Molly cepat-cepat membalikkan badan lelaki itu, membersihkan wajahnya cepat dari lumpur.

"Rolan," panggilnya.

Tidak ada respon.

Rolan menutup matanya rapat-rapat, wajahnya kini sepucat bulan di langit siang. Tangan Molly gemetaran ketika menepuk-nepuk kedua pipi lelaki itu, tetap saja tak ada respon.

Moko mengoceh, menunjuk genangan air dan lumpur yang tercemar oleh cairan biru di dekat paha Molly.

"Astaga, dia kehilangan banyak darah," Molly bergumam seraya menutupi luka Rolan dengan tangannya. "Moko, aku perlu membalut lukanya sekarang. Carikan aku tempat berteduh."

Moko menarik ikatan rambut Molly, menunjuk ke sebuah retakan batang pohon tua, yang berbentuk rongga besar di dalamnya, dan kebetulan posisinya tidak begitu jauh.

"Sempurna," bisik Molly penuh dengan harapan dan kelegaan. "Ayo, Rolan. Kita pergi ke sana, bertahanlah."

Dengan susah payah, Molly menyeret tubuh Rolan menuju ke retakan pohon besar. Dulu, ia pernah menggendong Hugo saat mereka masih remaja, seharusnya hal ini cukup mudah baginya. Sayangnya, tubuh Rolan jauh lebih tinggi dibanding tubuh Hugo saat itu. Molly membutuhkan tenaga ekstra untuk menyeret Rolan.

Molly mendesah lega, begitu mereka telah di dalam rongga pohon, dia menyandarkan tubuh Rolan dan mulai membersihkan luka lelaki itu dengan air hujan.

Moko mengawasi dengan penuh kekhawatiran. Ia menggoyangkan lengan Rolan, meskipun tahu kalau majikannya sedang tidak sadarkan diri. Dia tidak bisa tinggal diam, dengan kecerdasannya, Moko membantu Molly untuk mengambilkan kotak obat dari dalam tas. Monyet itu mengoceh dalam suara rendah, seolah memohon agar Molly segera membalut luka majikannya.

"Terima kasih, kawan," kata Molly mengusap kepala Moko. "Kita rawat Rolan bersama-sama, ya."

Moko mengangguk, kemudian mengambil botol kosong milik majikannya dan menaruhnya di luar untuk menadahi air hujan.

"Aku dulu sering melakukan ini," kata Molly pada Moko, membuat monyet itu mendekat dan duduk di sampingnya, menengadah menatapnya. "Dulu, Agatha dan Hugo sering berkelahi, dan mereka selalu berakhir penuh luka-luka. Paman dan Bibi kami selalu sibuk berdagang di pasar, jadi, mau tidak mau aku yang harus merawat mereka."

Moko mengoceh, seolah merespon ucapan Molly.

Molly tertawa kecil seraya membalutkan perban pada bahu Rolan. "Pandia itu tipikal gadis yang kikuk, dia sering sekali membuat Hugo mendesah kesakitan—"

Ucapan Molly terpotong saat Rolan mendesis, seolah mereka ulang adegan ceritanya.

"Tanganmu kasar sekali," komentar Rolan lemah.

"Berisik." Molly membalas ketus. "Harusnya kau bersyukur, aku cukup cekatan membalut lukamu."

"Aku sudah bersyukur." Rolan menjawab lemas, seraya melirik tangan Molly yang masih bekerja untuknya.

"Kapan?" tanya Molly.

"Barusan." Rolan lantas menutup matanya.

"Yang mana? Kau hanya berkomentar sinis sejak tadi." Molly mengernyit bingung.

"Aneh sekali, padahal aku mengatakannya keras-keras dalam hati." Rolan mengusap dadanya lemah. "Coba kau tempelkan telingamu di dadaku, siapa tahu kedengaran."

Mengerti apa yang dimaksud oleh Rolan, pipi Molly hampir saja merona. Ia lantas mengencangkan ikatan perbannya, membuat lelaki berambut merah itu terperanjat dan menjerit kesakitan.

Pandangan mereka bertemu, yang satu melotot kaget, yang satunya memandang penuh kejengkelan.

"Kasar," desis Rolan sambil mendorong tangan Molly turun dari bahunya. Ia menggeleng seolah tak habis pikir.

"Itu untukmu yang tidak memberitahuku alasan para druid mengejar kita," balas Molly kesal, mengalihkan topik pembahasan.

"Oh itu." Rolan berkata pelan. Matanya tertutup rapat, tangannya bergerak pelan merogoh saku celananya.

Rolan tak mengatakan apa pun, namun ia mengeluarkan sebuah lilin berwarna hijau tua, sepanjang dua puluh sentimeter, dengan aksara kuno yang ditulis tinta emas mengelilingi bagian lilin. Lilin itu lantas diberikan kepada Molly perlahan.

"Benda apa ini, Rolan?" tanya Molly mengamati lilin di tangannya.

"Sebuah lilin," jawab Rolan datar, alisnya dinaikkan satu karena bingung.

"Aku juga tahu kalau ini lilin!" bentak Molly, membuat Rolan dan Moko berjingkat kaget. "Tapi mengapa lilin? Untuk apa? Dan mengapa para druid sampai mengejar kita seperti tadi?"

Molly mengatur posisi duduknya lebih tegap.

"Oh, itu karena konsentrasiku pecah sewaktu aku ingin meminjam lilin itu dari Iefyr." Rolan menjawab santai tanpa dosa. Ia membuka kedua kakinya, mencari posisi nyaman.

Kata meminjam lebih terdengar seperti mencuri jika mengingat bagaimana Iefyr dan para prajurit druid mengejar mereka.

"Kau mencurinya, kan?" tuduh Molly menggoyangkan lilin itu. Tuduhannya menuai kekehan dari Rolan, seolah membenarkan. "Hanya untuk sebuah lilin?"

"Itu bukan sekadar lilin biasa," Rolan mendengus. "Namanya Lilin Lintas. Benda itu yang akan membawa kita ke Lembah Besar Esterdon."[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lusi dan Kot Ajaib
8387      1462     7     
Fantasy
Mantel itu telah hilang! Ramalan yang telah di buat berabad-abad tahun lamanya akan segera terlaksana. Kerajaan Qirollik akan segera di hancurkan! Oleh siapa?! Delapan orang asing yang kuat akan segera menghancurkan kerajaan itu. Seorang remaja perempuan yang sedang berlari karena siraman air hujan yang mengguyur suatu daerah yang di lewatinya, melihat ada seorang nenek yang sedang menjual jas h...
The Red Eyes
23510      3663     4     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Fidelia
2072      893     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Anak-Anak Dunia Mangkuk
503      298     6     
Fantasy
Dunia ini seperti mangkuk yang biasa kalian pakai untuk makan dan minum. Kalian yang tinggal di lembah hidup di dasarnya, dan pegunungan batu yang mengelilingi lembah adalah dindingnya.
Exerevnitis
46      42     2     
Fantasy
Setiap orang memiliki rahasianya masing masing, tapi bagaimana jika dibalik rahasia itu ada hal lain yang menanti?. Fannia memiliki sebuah rahasia besar yang ia rahasiakan dari orang lain, tapi tanpa ia ketahui dibalik semua itu terdapat rahasia tersembunyi dan dibaliknya ada seseorang yang selalu mengawasianya. Tiba-tiba sebuah kejadian datang kepadanya dan mengubah hidu...
My World
739      501     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Tanpo Arang
38      32     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
ETHEREAL
1793      792     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Forestee
482      340     4     
Fantasy
Ini adalah pertemuan tentang kupu-kupu tersesat dan serigala yang mencari ketenangan. Keduanya menemukan kekuatan terpendam yang sama berbahaya bagi kaum mereka.
Petualangan Angin
271      228     2     
Fantasy
Cerita tentang seorang anak kecil yang bernama Angin. Dia menemukan sebuah jam tangan yang sakti. Dia dengan kekuatan yang berasal dari jam itu, akan menjadi sesuatu kekuatan yang luar biasa, untuk melawan musuhnya.