Loading...
Logo TinLit
Read Story - SECRET IN SILENCE
MENU
About Us  

Kemudian entah bagaimana kelanjutannya, si lelaki kini telah berada di hadapan Molly. Berdiri menjulang sedikit membungkukkan badan, mendekatkan wajahnya. Seringaian lancang khas predator itu memerangkap Molly dalam sebuah penjara tak terlihat. Napas panas yang membelai lembut pipinya seolah merantai kewarasannya.

Mengambil satu langkah maju, menutup jarak di antara mereka berdua, lalu jatuh ke dalam pelukan tubuh itu terdengar lebih menarik dari semua hal yang ditawarkan dunia kepada Molly.

Dari jarak sedekat ini, Molly dapat melihat sesuatu yang tidak beres dari sorot pernik mata hijau ini. Bagai berhadapan dengan malaikat hitam bengis yang berbahaya, lalu Molly ... dia rela menjadi mangsa empuknya.

Tunggu dulu. Kenapa aku tiba-tiba berpikiran begitu?

Dia mengerjapkan mata beberapa kali, menarik kesadarannya kembali ke masa kini. Bisa-bisanya Molly memikirkan hal kotor, vulgar, tidak pantas terhadap orang asing yang baru ditemuinya. Gagasan jatuh ke pelukan serta menjadi mangsa empuk sangat tidak mencerminkan seorang wanita terhormat.

Molly kemudian membuang muka, memaksa dirinya bersikap tenang meskipun dadanya berdebar aneh.

Lelaki itu tertawa kecil, lalu mengambil jarak. Ia mengambil gelas, menyesap minumannya sambil terus memandangi Molly. "Jatuh hati dengan warna mataku?"

Gila!

"Kepercayaan diri dalam dirimu patut diapresiasi, Tuan." Molly berkata datar, suaranya dingin namun bergetar halus. "Tapi, tidak semua wanita akan terbuai senyuman manismu."

"Ya ampun, Nona. Kau melukai hatiku." Lelaki itu memegang dadanya dramatis, bertingkah tengah terluka. "Yah, setidaknya kau menyebut senyumanku manis. Tidak semua orang mampu membeli gula."

Molly meremas roknya di samping tubuh, berusaha tetap rileks.

Si pemilik kedai, yang ternyata mengamati mereka berdua tiba-tiba ikut tertawa. Namun tawanya seolah ditahan untuk menghormati perasaan Molly.

Tidak. Molly tak akan terpancing. Dia harus tetap tenang dan bersikap selayaknya perempuan terhormat.

Sungguh, harga diri Molly tercoreng secara terang-terangan. Namun, berdebat dengan orang-orang mabuk hanya akan membuatnya terlihat jauh lebih bodoh dan tentunya malah menjadi bahan komedi—kemungkinan terburuk adalah gosip. Tidak, Molly tak menginginkannya. Lebih baik untuk tak meladeni laki-laki yang tidak waras dan kembali memfokuskan pencariannya.

Dia adalah penyair, dan mungkin memiliki kekuatan ajaib seperti yang dirumorkan dalam surat kabar. Pertama adalah koin, sekarang ... sekarang ini!

"Jadi, mengenai pertanyaanku tadi, bagaimana pendapatmu?" Molly mengalihkan perhatiannya kepada si pemilik kedai.

Si pemilik lantas menegakkan tubuhnya, menggosok tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, ya. Tentang apa yang dibicarakan oleh kakakmu yang berambut merah itu?"

Molly mengangguk, wajahnya menegang akibat kesabarannya yang hampir setipis busa ale.

"Ya, aku mendengar kalau dia mencari artefak sejarah milik mendiang permaisuri pertama Kerajaan Musim Semi." Si pemilik menjelaskan. "Kalau tidak salah namanya Keajaiban Bilena. Dia hanya mengatakan tentang hal itu."

"Bagaimana sosok informan yang berbicara bersama kakakku? Apakah kau benar-benar tidak mengingatnya?" Molly kini benar-benar terdengar memohon. Akan tetapi, si pemilik kedai menggelengkan kepalanya.

Padahal mudah bagi Molly melacak Agatha bila saja informan itu ada di sini. Mungkin saja posisi kakaknya tak jauh-jauh dari desa dan masih bisa terkejar hingga ke dalam hutan.

Tak ada petunjuk maupun solusi, satu pun tak ada. Molly mendengkus putus asa, memikirkan Pandia. Lalu, di mana lagi dia harus mencari petunjuknya?

"Akhir-akhir ini banyak sekali yang mencari Keajaiban Bilena, ya. Untuk apa orang mencari benda itu jika mereka bisa menciptakan keajaiban sendiri?" Si penyair itu ikut menimpali. Suaranya terdengar sinis, seolah merendahkan. "Artefak itu tidak lebih dari sekadar dongeng."

"Orang-orang mencarinya karena benda itu bernilai untuk dijual." Si pemilik kedai menjawab acuh tak acuh seraya memberikan sebotol rum kepada seorang pengunjung di sebelah kiri Molly.

Si lelaki bermata zamrud itu mengusap dagunya, lalu menanyakan, "Dan untuk apa, seorang perempuan manis sepertimu mencari artefak itu?" Mendadak, gaya bicaranya diselimuti oleh sopan santun ketika bertanya.

Molly menyipitkan mata, curiga. Alih-alih menjawab pertanyaan lelaki asing itu, dia malah bertanya, "Kau mengetahui sesuatu?" Ya, ada sebuah perasaan yang menggumpal dalam hatinya. Perasaan dejavu. "Kau pernah bertemu kakakku?"

Si penyair menaikkan satu alisnya, seolah bingung sekaligus geli dengan nada tajam Molly.

"Katakan padaku di mana kau terakhir kali melihatnya, aku akan menyusulnya." Molly bersikeras.

"Tidak. Aku tidak pernah bertemu atau melihat kakakmu, Nona." Lelaki itu mendengkus, lagi-lagi bosan, lalu meneguk ale-nya. "Tapi aku tahu seseorang yang memiliki informasi tentang Keajaiban Bilena."

Seumpama harapan adalah sepasang sayap putih yang bersinar, maka sekarang Molly pasti merentangkan sayapnya lebar-lebar. Lalu mengepakkan sayapnya terbang melintasi langit malam, menyinari jalanan gelap Nevervale dan membuat bulan cemburu .

Molly secara tidak sadar mendekatkan tubuhnya kepada si lelaki. Matanya membulat penuh oleh harapan saat mengonfirmasi, "Sungguh?"

Si penyair mencondongkan tubuhnya ke belakang, sedikit menjauh. Wajahnya setengah cemberut dan terbata sewaktu menjawab, "Ya." Sebelum Molly sempat membuka mulutnya untuk berbicara, si lelaki menyahut, "Tapi, tidak."

Molly mendengus kecewa saat mendengarnya. "Apa maksudmu berkata begitu?"

"Menyusul kakakmu adalah ide yang berbahaya. Saranku, kau kembali ke rumah, duduk manis sambil berdoa agar dia pulang selamat." Lelaki itu turun dari kursi tinggi sambil membawa gelasnya. Dia tersenyum angkuh melihat wajah Molly yang tertegun.

"Kembali pulang? Aku tidak ingat meminta pilihan darimu, Tuan." Molly mendengus, menahan perasaan jengkel dalam hatinya. Ia melipat tangannya di dada. "Jika kau tahu sesuatu, beritahu aku. Sikap sinismu tidak akan menghentikanku."

"Kau benar-benar berpikir aku akan menyia-nyiakan waktuku pada seseorang yang begitu naif? Itu menggemaskan." Si penyair membalas dengan nada menggoda namun penuh sarkasme.

Pernik mata Molly menajam, meskipun hatinya tertegun oleh kata-katanya. "Naif? Maksudmu, usahaku mencari kakakku adalah hal yang naif? Oh, aku tersanjung atas penilaianmu padaku." Suaranya tidak kalah lancang dan berani dari si lelaki. "Jangan anggap aku sepele. Aku tidak butuh belas kasihanmu, yang aku butuhkan adalah informasi"

Dia menyeringai skeptis, mengatakan, "Sekilas info: itu bukan urusanku. Dunia ini tidak seindah pikiranmu. Jadi, menyerahlah."

Molly tertawa kecil tanpa sadar. Jengkel, kecewa, dan kesal bercampur aduk menjadi satu—menggumpal di bagian terdalam hatinya. Dia menganggukkan kepalanya lalu mengatakan, "Aku setuju dengan kalimat terakhirmu. Tapi, aku tidak akan membiarkan keraguan mengikatku. Dan bilamana kau tidak menghendaki untuk membantu, aku mengerti. Aku juga tidak akan menyia-nyiakan waktuku bersama orang vulgar sepertimu."

Lelaki itu tertegun mendengar perkataan Molly, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga lebar. Dia ingin membalas, namun tak menemukan kalimat yang pas, alhasil kembali mengatupkan mulutnya.

Molly berencana pergi dari tempat itu. Selain malam semakin larut, dia juga tidak ingin terbakar api amarah seperti Agatha, kakaknya. Sayangnya, ketika hendak membalikkan badan, Molly malah menabrak seorang pemabuk yang melintas, menyebabkan botol rum milik pria itu jatuh pecah di lantai.

"Hei! Kalau jalan pakai mata!" hardik pria mabuk itu. Dia mengangkat tangannya hendak menampar Molly, namun perempuan muda itu berhasil menepis tangannya cepat dan mendorongnya menjauh. Membuat beberapa pria di sana tertegun menyaksikan kemampuan Molly membela diri. "Ganti rum-ku!" protes si pemabuk.

Molly mengepalkan tangan di samping tubuh, hebatnya dia masih bisa berbicara tenang. "Baik." Matanya melesat ke pemilik kedai. "Tuan, berikan aku satu botol rum untuk tuan di sebelahku ini, sebagai permintaan maafku. Berapa harganya?"

Sekarang Molly melirik tajam kepada si lelaki bermata zamrud, membuat si penyair menaikkan satu alisnya.

Si pemilik mengeluarkan sebotol rum dari dalam laci di belakang meja bar, membuka tutup botol, dan menjawab, "Satu keping koin emas, Nona."

"Tentu." Molly tersenyum tipis. "Tagihannya akan dibayar oleh tuan muda ini."

Dia mendekat kepada si lelaki, matanya menatap tajam penuh keberanian.

Pandangan si penyair bergerak turun, menyambut tatapan kedatangan Molly yang mendekat padanya, namun dia tidak berkata apa pun.

"Dua keping koin untuk satu senar kecapi yang putus."[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
VampArtis United
971      638     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
The Last Cedess
904      608     0     
Fantasy
Alam bukanlah tatanan kehidupan makroskopis yang dipenuhi dengan makhluk hidup semata. Ia jauh lebih kompleks dan rumit. Penuh dengan misteri yang tak sanggup dijangkau akal. Micko, seorang putra pekebun berusia empat belas tahun, tidak pernah menyangka bahwa dirinya adalah bagian dari misteri alam. Semua bermula dari munculnya dua orang asing secara tiba-tiba di hadapan Micko. Mereka meminta t...
Wabi Sabi
96      74     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Bye, World
7803      1839     26     
Science Fiction
Zo'r The Series: Book 1 - Zo'r : The Teenagers Book 2 - Zo'r : The Scientist Zo'r The Series Special Story - Bye, World "Bagaimana ... jika takdir mereka berubah?" Mereka adalah Zo'r, kelompok pembunuh terhebat yang diincar oleh kepolisian seluruh dunia. Identitas mereka tidak bisa dipastikan, banyak yang bilang, mereka adalah mutan, juga ada yang bilang, mereka adalah sekumpul...
Exerevnitis
46      42     2     
Fantasy
Setiap orang memiliki rahasianya masing masing, tapi bagaimana jika dibalik rahasia itu ada hal lain yang menanti?. Fannia memiliki sebuah rahasia besar yang ia rahasiakan dari orang lain, tapi tanpa ia ketahui dibalik semua itu terdapat rahasia tersembunyi dan dibaliknya ada seseorang yang selalu mengawasianya. Tiba-tiba sebuah kejadian datang kepadanya dan mengubah hidu...
Mic Drop
759      448     4     
Fan Fiction
Serana hanya ingin pulang. Namun, suara masa lalu terus menerus memanggilnya, dan tujuh hati yang hancur menunggu untuk disatukan. Dalam perjalanan mencari mic yang hilang, ia menemukan makna kehilangan, harapan, dan juga dirinya sendiri. #bangtansonyeondan #bts #micdrop #fanfiction #fiction #fiksipenggemar #fantasy
Tentang Penyihir dan Warna yang Terabaikan
7933      2212     7     
Fantasy
Once upon a time .... Seorang bayi terlahir bersama telur dan dekapan pelangi. Seorang wanita baik hati menjadi hancur akibat iri dan dengki. Sebuah cermin harus menyesal karena kejujurannya. Seekor naga membeci dirinya sebagai naga. Seorang nenek tua bergelambir mengajarkan sihir pada cucunya. Sepasang kakak beradik memakan penyihir buta di rumah kue. Dan ... seluruh warna sihir tidak men...
GLACIER 1: The Fire of Massacre
782      580     2     
Fantasy
[Fantasy - Tragedy - Action] Suku Glacier adalah suku yang seluruhnya adalah perempuan. Suku damai pengikut Dewi Arghi. Suku dengan kekuatan penyegel. Nila, anak perempuan dari Suku Glacier bertemu dengan Kaie, anak laki-laki dari Suku Daun di tengah serangan siluman. Kaie mengantarkannya pulang. Namun sayangnya, Nila menjatuhkan diri sambil menangis. Suku Glacier, terbakar ....
Jalan Menuju Braga
391      305     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Forestee
482      340     4     
Fantasy
Ini adalah pertemuan tentang kupu-kupu tersesat dan serigala yang mencari ketenangan. Keduanya menemukan kekuatan terpendam yang sama berbahaya bagi kaum mereka.