Read More >>"> Ketika Bom Menyulut Cinta (Bab 12: Sandiwara untuk Kebenaran dan Keselamatan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ketika Bom Menyulut Cinta
MENU
About Us  

Aku digiring masuk ke dalam mobil hitam yang ku kira mobil polisi, namun ternyata bukan. Tanpa sempat mengetahui siapa mayat yang ditemukan polisi di sungai, aku merasa kekalutan dalam hati, langkahku gontai, dan tenagaku telah habis. Hari ini terlalu berat, tanpa akhir yang terlihat. Dalam mobil, aku mendapati dua pria berbadan kekar yang sudah menunggu. Wajah mereka dingin, penuh intimidasi.

"Masuk!" salah satu dari mereka menghardik.

Aku menepis tangan yang mencoba menarikku. Rasanya risih dan tidak sudi disentuh. Wajahku masam, tanpa sedikitpun keinginan untuk berbicara. Sementara itu, pikiranku melayang ke Pak Fajar. Entah bagaimana nasibnya sekarang. Namun, ada hal lain yang lebih meresahkan. Saat aku duduk di kursi, salah satu dari mereka melilitkan kain di mataku. Aku melawan, tapi sia-sia. Mereka menahan gerakanku dengan kasar hingga aku terpaksa menerima perlakuan ini.

Gelap. Mataku tak dapat melihat.

"Apa yang kalian lakukan padaku?" tanyaku, suaraku bergetar oleh ketakutan.

Tak ada jawaban. Hanya suara mesin mobil yang menyala dan roda yang mulai melaju. Aku tak tahu ke mana mereka membawaku. Dalam kecemasan, pikiranku berputar. Sesekali aku tertidur karena lelah, namun terbangun tiba-tiba setiap kali mobil berbelok atau berhenti mendadak. Semua terasa begitu kasar. Hatiku terluka. Tidak seharusnya aku mengalami ini. Andai saja tadi pagi aku memilih untuk tetap di apartemen, tidur di kasur yang empuk. Mungkin kejadian mengerikan ini tidak akan pernah terjadi.

Setelah sekitar satu jam perjalanan, mobil berhenti. Aku dipaksa keluar, dengan tangan yang masih digenggam erat oleh kedua pria itu. Aku berusaha melawan, memohon agar mereka tidak bersikap kasar, tetapi permintaanku tidak diabaikan, seolah mereka tidak memiliki telinga untuk mendengar. Langkah kami menyusuri jalan berpasir—lembut, seperti pasir pantai. Ini khas tanah Palangka.

Lalu, sebuah suara pintu besar yang terbuka menggaung di telingaku. Sepertinya aku dibawa masuk kedalam ruangan. Mereka memaksaku duduk di kursi dingin, menyerupai kursi penyiksaan. Borgol di pergelangan tanganku dilepas hanya untuk diikatkan kembali di belakang kursi. Aku benar-benar tak bisa bergerak.

Aku takut.

Skenario terburuk memenuhi pikiranku: Apakah mereka akan membunuhku di sini? Aku hanya bisa berdoa untuk keselamatanku.

Setelah beberapa saat, kain penutup mataku dilepas. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya. Sebuah lampu redup menyorot wajahku. Sekelilingku gelap. Sehingga penglihatanku tidak jelas. Dari balik cahaya, samar-samar terlihat sosok manusia. Salah satu dari mereka mendekat dengan langkah cepat. Seorang wanita.

Tanpa peringatan, tamparan keras mendarat di pipiku.

PLAK!!

"Dasar jalang sialan! Kau bawa ke mana anakku?"

Sakit. Tamparannya begitu kuat. Pipiku terasa hangat memerah.

Suara wanita itu memekakkan telinga. Aku kenal suaranya. Dia ibu Fahmi.

Wajahnya dipenuhi amarah. Di sampingnya, ayah Fahmi berdiri dengan ekspresi dingin. Di belakang mereka, Detektif Rifqi berdiri dengan wajah datar, seperti tak terganggu.

"Apa maksudmu? Aku tidak membawa anakmu ke mana pun. Aku hanya mencoba menyelamatkannya!" jawabku, suara serak dan penuh emosi.

"BOHONG!" teriak ibu Fahmi lagi, suaranya menusuk telinga. Ayah Fahmi mencoba menenangkannya, tapi tatapan sinisnya mengarah padaku.

Aku menatap mereka dengan penuh kebencian. "Kalianlah yang telah membuat Fahmi celaka! Kalian mengirim orang-orang jahat untuk mengejar kami, bukan?" Tuduhanku terlontar begitu saja.

Ayah Fahmi maju selangkah, matanya melotot. "Apa maksudmu? Jangan asal tuduh! Mana ada orang tua yang tega mencelakai anaknya sendiri!"

"Kalian membuat Fahmi kabur dari rumah, lalu mengirim penculik untuk menyekapnya di bangunan kosong. Kemudian merencanakan pengeboman! Dan sekarang kalian menyiksa aku, dasar konglomerat brengsek".

Aku memuntahkan tuduhan dengan penuh kemarahan. Di ujung kalimatku, aku meludahkan air liur ke lantai di depan mereka. Wajah mereka berubah jijik. Ayah Fahmi mengepalkan tangan, siap memukulku. Namun, dia mengurungkan niatnya. Mungkin karena teringat kalau aku sudah di tampar oleh istrinya atau karena aku perempuan, aku tidak peduli.

"Pukul aku! Percuma saja. Anak kalian tetap akan menderita!" aku memprovokasi mereka.

Tapi kali ini detektif Rifqi maju ke depan sembari mencegah orang tua Fahmi melakukan tindakan penganiayaan lainnya terhadapku. Dia menyuruh mereka untuk mundur.

"Biarkan aku yang urus". Ucapnya.

Detektif Rifqi menjongkokkan tubuhnya sehingga wajah kami sesajar. Ingin sekali aku meludahi wajahnya, namun untuk apa. Hanya menambah masalah.

"Maya, semua yang kau tuduhkan kepada orang tua Fahmi tidaklah benar. Justru kami berusaha melindungi Fahmi".

"Apa buktinya?". Ucapku ketus tidak percaya.

Detektif Rifqi berdehem sejenak sembari meraih handphone yang ada di saku celananya. Kemudian menunjukkannya kepadaku.

Ada sebuah foto disana, foto seorang mayat yang mereka temukan di sungai hitam Sebangau.

"Kau tahu siapa orang ini?"

Aku melongo, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Mayat itu ternyata salah seorang yang mengejar aku dan Fahmi waktu di dalam gua. Gua di pinggir sungai Kahayan.

"Dia, salah seorang yang mengejar aku dan Fahmi ketika kami melarikan diri". Aku menjelaskan.

Lalu detektif Rifqi memperlihatkan lebih banyak foto padaku dan semuanya membuatku yakin kalau memang mayat itu adalah orang yang mengejar aku dan Fahmi.

"Jujur saja, kami tidak tahu ini siapa. Bukankah ini menunjukkan kalau kami tidak terlibat dalam penculikan Fahmi?"

Aku mencoba mencerna tanpa merespon.

"Bukan kami yang mengirim orang-orang jahat ini. Kami yakin, ada pihak lain yang merencanakan penculikan Fahmi dan membahayakan nyawanya. Namun entah apa yang terjadi, orang ini mati dan mayatnya ditemukan di sungai Sebangau".

Aku masih terdiam membisu.

"Kalau kau tidak percaya kepada kami, tidak masalah. Namun faktanya keberadaan Fahmi masih tidak diketahui dan mungkin saja sekarang dia masih dalam bahaya. Itulah mengapa kami belum mencarimu walaupun kami tahu kamu kabur dari tahanan rumah tempo hari".

"Kalian pasti bohong kan. Kalian merencanakan sandiwara ini untuk kepentingan kalian sendiri. Itu tidak akan mempan padaku, karena aku juga tahu kalau kalian menyimpan bom di salah satu gua dekat sungai Kahayan untuk menghancurkan gedung. Itu yang kalian lakukan bukan?".

"Dasar wanita rendahan, jaga mulutmu. Kami bukan penjahat, apalagi mencelakakan banyak orang dan juga anakku sendiri".

Ibu Fahmi masih terlihat benar-benar marah. tangannya mengapit dada suaminya.

Detektif Rifqi kembali menenangkan mereka.

"Mereka tidak menyembunyikan bom, justru mereka membuang bom-bom itu setelah mereka menonaktifkannya. Aku menyuruh mereka melakukannya untuk menghilangkan jejak. Berharap bom-bom itu akan hilang tenggelam atau ke laut. Namun entah bagaimana ada yang menemukan dan mengaktifkannya kembali untuk meledakan gedung".

"Lalu kenapa kalian punya bom? untuk apa?"

Detektif Rifqi dan yang lainnya terdiam saling pandang, seolah kebingungan menjawab pertanyaanku.

"Tidak bisa jawab?" Tanyaku ketus.

"Kau tahu kasus terbunuhnya bos kelapa sawit beberapa tahun lalu?". Detektif Rifqi akhirnya bicara. Aku mengangguk tanda mengetahui kasusnya.

"Penyebab sebenarnya dia terbunuh bukanlah karena rumahnya dibakar seperti yang diberitakan, melainkan karena di bom oleh seseorang. Aku yang menangani kasusnya waktu itu".

Aku terdiam tidak menimpali, menunggu kelanjutan cerita.

"Beberapa tahun kemudian, bom yang sama ditemukan di kediaman pak Yahya, .Artinya ada orang yang sengaja ingin membunuhnya. Namun aku berhasil menggagalkannya".

Kali ini aku benar-benar tidak menyangka dengan fakta yang dikatakan oleh detektif Rifqi.

"Lalu kenapa Fahmi harus kabur dari rumah? Itu pasti ada hubungannya dengan kejahatan kalian bukan?".

Mereka terdiam.

Kali ini ayah Fahmi—yang sekarang aku tahu namanya pak Yahya—menjawab dengan suara berat.

"Kami akui kami salah karena tidak berterus terang kepadanya kalau kami memiliki 'musuh' bisnis, sampai kami melakukan segalanya untuk melindunginya. Namun sepertinya anak kami tidak menerima hal itu dan menganggapnya sebagai pengekangan".

Ucapan pak Yahya sepertinya masuk akal, anak remaja seperti Fahmi adalah anak yang masih mengalami masa penuh dengan ketidakstabilan emosi. Akupun kadang masih mengalaminya. Ternyata selama ini kecurigaanku kepada keluarga Fahmi keliru.

"Maya". Suara detektif Rifqi mengagetkanku.

"Sejujurnya kami tidak tahu siapa yang melakukan pengeboman gedung. Dan kasus pembunuhan yang melibatkan dirimu, kami juga tidak ada hubungannya. Hanya saja kami tahu kamu bisa membantu kami menemukan orang yang menculik Fahmi waktu itu, makanya kami bekerja sama denganmu."

Detektif Rifqi melihat ke orang tua Fahmi sejenak dan melanjutkan kalimatnya.

"Sekarang aku tanya sekali lagi. Apa kau punya petunjuk untuk menemukan Fahmi?".

Pertanyaan detektif Rifqi membuatku tertegun sejenak, mencoba mencerna semua informasi. namun ada satu hal yang mengganjal.

"Aku tidak tahu dimana Fahmi, sudah aku katakan padamu sebelumnya. Tapi, jawab aku! siapa pelaku sebenarnya?".

"Kami belum bisa memastikan siapa pelakunya, namun kecurigaan kami mulai mengarah kepada salah satu musuh rekan bisnis pak Yahya yang merencanakan semua ini. Walaupun awalnya kami pun mencurigai kau terlibat sebagai komplotan mereka".

"Aku..aku hanya orang biasa. Aku tidak terlibat dalam komplotan siapapun dan kejahatan apapun".

Perkataanku seperti memelas. Seolah memaksa mereka untuk percaya bahwa aku hanya seorang gadis yang kebetulan terjebak di dalam serangkaian peristiwa yang mengerikan.

Hening menjalar di dalam ruangan kosong yang gelap dan pengap. satu-satu nya penerangan hanya lampu redup yang menyoroti ke arahku.

Detektif Rifqi mundur kebelakang beberapa langkah, bersama kedua orang lainnya. Seolah bersembunyi dariku mereka mendiskusikan sesuatu.

Setelah itu dia kembali kepadaku.

"Maya, kami percaya padamu. Karena itu, demi kebaikanmu, kami sudah tidak memerlukan bantuanmu lagi. Kau tidak perlu terlibat dalam pencarian Fahmi. Selanjutnya kami akan menyerahkanmu ke polisi untuk mengurus urusan-mu sendiri. Kasus pembunuhan".

Aku terkejut. Mana mungkin aku tidak diikutsertakan lagi dalam pencarian Fahmi, lalu bagaimana dengan perasaanku? perasaan rindu padanya ini masih belum usai. Aku harus tetap menjadi orang yang menyelamatkannya, karena dia telah menyelamatkanku. Terlebih, aku tidak mau kembali ke penjara yang gelap dan dingin itu.

"Kumohon, jangan buat aku kembali ke penjara, libatkanlah aku dalam kasus ini. Pasti aku akan berguna. Aku juga ingin menyelamatkan Fahmi". Pintaku penuh harap.

Mereka semua kembali terdiam.

Hingga pak Yahya membuka mulut. "Jika kau bersikeras, maka ada syaratnya. Berpura-puralah menjadi pelaku pengeboman".

Aku tersentak. "Kenapa begitu?". Tanyaku terheran-heran.

Lalu detektif Rifqi menjawab pertanyaanku.

"Maya, Sandiwara yang diminta pak Yahya hanya untuk memancing pelaku sebenarnya keluar dari persembunyiannya. Karena sandiwara ini dapat membuatmu mengaku telah diperalat oleh orang yang kami curigai. Sehingga kami akan melakukan negosiasi untuk menukarkan keselamatan Fahmi dengan identitas mereka".

"Tapi bagaimana jika yang kalian curigai bukanlah pelakunya?".

"Memang ada kemungkinan. Tapi aku yakin kalau penyelidikan yang telah aku lakukan selama ini hanya memiliki tingkat kesalahan 5 persen".

Astaga percaya diri sekali orang ini. Kutatap wajah orang tua Fahmi, mereka terlihat serius dan tidak ada keraguan sedikitpun di tatapannya. Sepertinya mereka memang sudah benar-benar percaya dengan detektif Rifqi dan penyelidikannya.

"Apakah keamananku akan terjamin?".

"Tentu, keluarga pak Yahya dan aku sudah mengatur semuanya. Kau hanya aktor. Selama kau mengikuti instruksi kami, semua akan baik-baik saja".

Kalau begitu. "Baiklah". Aku ucapkan itu dengan mantap. Demi menyelamatkan Fahmi. "Akan aku lakukan".

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dialektika Sungguh Aku Tidak Butuh Reseptor Cahaya
427      303     4     
Short Story
Romantika kisah putih abu tidak umum namun sarat akan banyak pesan moral, semoga bermanfaat
The Savior
3970      1337     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
Ginger And Cinnamon
6950      1414     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
559      400     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
Not Alone
490      247     3     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."
CLBK: Cinta Lama Belum Kelar
4883      1460     20     
Romance
Tentang Edrea Lovata, yang masih terjebak cinta untuk Kaviar Putra Liandra, mantan kekasihnya semasa SMA yang masih belum padam. Keduanya dipertemukan kembali sebagai mahasiswa di fakultas yang sama. Satu tahun berlalu dengan begitu berat sejak mereka putus. Tampaknya, Semesta masih enggan untuk berhenti mempermainkan Rea. Kavi memang kembali muncul di hadapannya. Namun, dia tidak sendiri, ada...
She's (Not) Afraid
1716      768     3     
Romance
Ada banyak alasan kecil mengapa hal-hal besar terjadi. Tidak semua dapat dijelaskan. Hidup mengajari Kyla untuk tidak mengharapkan apa pun dari siapa pun. Lalu, kehadiran Val membuat hidupnya menjadi lebih mudah. Kyla dan Val dipertemukan ketika luka terjarak oleh waktu. Namun, kehadiran Sega mengembalikan semua masalah yang tak terselesaikan ke tempat semula. Dan ketika kebohongan ikut b...
Snow White Reborn
576      325     6     
Short Story
Cover By : Suputri21 *** Konyol tapi nyata. Hanya karena tertimpa sebuah apel, Faylen Fanitama Dirga mengalami amnesia. Anehnya, hanya memori tentang Rafaza Putra Adam—lelaki yang mengaku sebagai tunangannya yang Faylen lupakan. Tak hanya itu, keanehan lainnya juga Faylen alami. Sosok wanita misterius dengan wajah mengerikan selalu menghantuinya terutama ketika dia melihat pantulannya di ce...
Love Rain
19000      2557     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Yang Terlupa
423      233     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.