Satu tahun kemudian
Entah ini sudah perayaan baby shower ke berapa yang dihadiri Helene. Dari mulai Adinda, Ninit lalu sekarang Davina. Ah, ada beberapa teman perempuan di divisi marketing yang juga pernah mengundang dirinya ke acara baby shower. Sedangkan dia, hingga saat ini masih betah sendiri tanpa kekasih. Laki-laki terakhir yang dekat dengannya adalah Ares.
Sesekali Ares masih mengirimkan pesan padanya atau menanyakan kabarnya. Kadang kalau Ares berlibur ke luar negeri, dia membawa oleh-oleh untuk Helene. Ares masih mencintai Helene. Helene merasa terharu ketika Ares mengatakan kalau dia masih mencintai Helene. Namun, dia tetap dengan pendiriannya. Helene tidak akan kembali ke dalam pelukan Ares. Dia tidak ingin menambah luka dalam kehidupan Ares. Biarlah hubungan mereka tetap seperti ini. Kalau suatu saat nanti Ares menemukan pengganti dirinya, Helene akan merasa sangat bersyukur.
Helene melangkah masuk ke dalam restoran yang di sewa Davina untuk acara ini. Restoran yang halaman belakangnya sangat luas. Mereka seperti mengadakan pesta kebun. Begitu memasuki tempat acara, Helene disambut Davina dengan pelukan yang hangat. Perutnya yang terlihat membuncit tidak mengurangi kecantikan Davina, bahkan Helene merasa Davina semakin terlihat cantik dan bersinar.
Davina sekarang salah satu teman baiknya, sejak peristiwa Dion kecelakaan dan masuk rumah sakit, Davina menjadi dekat dengan Helene. Namun, tak sekalipun Helene dan Davina menyinggung soal Dion. Tak pernah ada pembicaraan soal itu. Helene menutup pintu untuk Dion. Sesekali dia masih memikirkan Dion, mengingatnya dalam siluet yang berkelebat di kepala. Hanya itu.
***
Dionisius berdiri di ambang jendela, dia melihat ke arah halaman belakang tempat acara baby shower yang diadakan Davina. Sahabatnya itu sudah mewanti-wanti dia untuk datang dan tidak boleh terlambat.
Dion mengingat kemarahan Davina ketika dia terlambat datang ke acara pernikahan Davina. Dia datang ketika acara hampir usai. Beberapa hari kemudian Dion harus menerima omelan Davina lewat telepon. Dion menjawab enteng saat Davina mengomelinya, "Kamu itu bukannya bulan madu, malah ngomelin aku."
Dion tertawa geli dan itu tidak menyurutkan kemarahan Davina.
"Gimana lagi, klien yang harus aku temui mengganti jam pertemuan lalu pesawatku delay. Aku bisa apa Davina? Maafkan aku ya," katanya tulus. Baru Davina menghentikan omelannya.
Makanya, saat Davina memberikan undangan acara baby shower, dia bolak-balik mengingatkan Dion. Dua jam sebelum acara, Davina meneleponnya beberapa kali. Sampai Dion menjadi bosan menjawab dan mematikan ponselnya. Dia bisa gila dibuat Davina. Tadi ketika bertemu dengan Davina dan melihatnya, Dion merasa terharu. Entahlah, dia mendadak diserang perasaan melankolis.
Mendengar suara Davina berbicara dengan seseorang yang sangat dia kenal suaranya, Dion berbalik. Matanya melihat Helene yang berdiri berhadapan dengan Davina. Tersenyum sangat manis. Dion selalu mengingat senyum itu. Dia tidak akan melupakan senyum yang telah memikat hatinya. "Helene." Dia menyebut nama itu pelan, nyaris berbisik.
***
Helene melihatnya berdiri di ambang jendela, tubuhnya tertimpa sinar matahari senja. Laki-laki itu seperti siluet yang selalu hadir dalam kepalanya. Matanya tak lepas memandang laki-laki yang menatap lekat dirinya dari jauh. Akhirnya dia menundukkan kepala, berbalik dan menjauh.
***
Dionisius berdiri mematung di tempatnya. Dia tidak menyangka kalau Helene berbalik dan pergi menjauh darinya. Kesadaran yang muncul membuat Dion beranjak dari tempatnya. Mencari Helene, mereka harus bicara.
Perempuan itu duduk di sudut, matanya melihat ke arah Davina dan teman-temannya. Tetapi tatapan itu terasa kosong. Dion melangkah mendekati Helene, memilih duduk di sampingnya. "Aku boleh duduk di sini?" tanyanya. Helene menatapnya.
***
Kenapa dia harus berada di sini? Kenapa aku harus bertemu dirinya? Apa yang harus aku lakukan?
Melihat Dion membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Telapak tangannya terasa dingin. Memalukan sekali! Aku jadi seperti remaja yang baru jatuh cinta.
***
"Apa kabar?" Dion bertanya begitu duduk di samping Helene. Dia tidak peduli Helene tidak menjawab pertanyaannya. Dion tetap memilih duduk di samping Helene.
"Baik." Helene menjawab datar. Dia ingin bersikap selayaknya manusia dewasa, walaupun tadi dia berusaha untuk menghindar. Lagipula dia tidak ingin merusak acara Davina dengan marah-marah pada Dion di muka umum.
Helene melihat Dion, dia ingin memastikan bahwa laki-laki yang satu tahun lalu dia lihat berbaring koma, sekarang sudah baik-baik saja. Dion terlihat lebih kurus dan wajahnya sedikit tirus. Rambut gondrongnya telah dipotong pendek dan rapi. Tidak ada lagi pakaian manggung berupa kaos oblong dan celana denim. Tubuhnya berbalut baju kerja yang formal.
"Aku baik-baik saja Helene. Kalau kamu ingin memastikan ini benar-benar diriku, kamu bisa menyentuhku." Dion bicara lalu tersenyum simpul, dia menggoda Helene.
Apa dia bilang? Menyentuhnya? Enak saja! Tapi senyumnya... kenapa aku terlalu mudah luluh hanya dengan melihat senyumnya.
Helene hanya melirik. Dia menahan diri untuk menjaga mulutnya.
"Tidak ada yang berubah dariku, hanya penampilanku saja yang berbeda," kata Dion lagi.
"Aku tidak tahu... kita sudah terlalu lama tidak bertemu." Helene menjawab ketus. Pandangan matanya diarahkan kembali ke depan. Berusaha tidak peduli dengan senyuman yang dihadirkan Dion.
***
Helene berjalan meninggalkan acara Davina. Tadi sebelum acara berakhir dia berpamitan dengan Davina dan meminta maaf pulang lebih cepat. Helene beralasan akan datang ke acara ulang tahun seorang teman. Padahal dia ingin menghindari Dion, yang sedari tadi berada di dekatnya.
Helene tak menduga Dion mengikutinya dan kini menjajari langkahnya. "Aku akan mengantar kamu pulang?"
"Buat apa? Kita tidak pergi bersama-sama jadi kamu juga tidak perlu repot mengantar aku pulang." Helene terus melangkah. Dion memegang tangannya, menghentikan langkah Helene.
"Len, maafkan aku. Aku tahu kamu marah padaku, aku tahu kamu sangat membenci aku. Aku tahu kalau telah jahat padamu. Aku hanya ingin setidaknya bisa berteman denganmu. Aku ingin bicara denganmu." Helene diam, dia hanya memandang Dion.
"Len..., " panggil Dion pelan.
"Baiklah, kalau kamu
ingin bicara. Aku berharap setelah ini kita tidak bertemu lagi."