"Sudah satu tahun, aku mengumpulkan keberanian untuk bertemu dan bicara dengan mu."
Dion membuka percakapan. Mereka berdua duduk di sudut kafe yang tenang. Hanya terdengar alunan musik lembut. Helene menautkan jari-jarinya di pangkuan, matanya menatap Dion lurus dan ekspresi wajahnya terlihat kaku. Dia menunggu apa yang akan dikatakan Dion selanjutnya. Pembelaan diri apalagi yang harus dia dengar dari Dion.
"Aku memang terlalu pengecut, tidak pernah berani untuk menemui kamu. Dan aku juga tidak mau menggangu hubunganmu dengan laki-laki itu, makanya aku berpikir seribu kali untuk bertemu kamu." Dion tidak bisa membaca pikiran Helene. Melihat ekspresinya yang kaku, Dion hanya menebak-nebak apa yang Helene pikirkan.
"Jadi sebenarnya kamu terlalu pengecut atau memang takut mengganggu hubunganku dengan Ares? Aku tidak mengerti mana yang lebih mendekati?" Helene bertanya dengan nada tegas.
"Aku terlalu pengecut. Aku tidak pernah bisa menerima kamu dekat dengan laki-laki lain. Tapi aku juga tidak mampu untuk datang padamu." Dion menunduk.
"Hubunganku dengan Ares sudah berakhir. Aku tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih dari bertunangan."
Dion terkejut. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih jauh meskipun dia begitu penasaran. Apa alasan yang membuat semua harus berakhir?
"Dionisius, kau tahu? Aku tak pernah bisa menghilangkan kamu dari sini," katanya sambil menunjuk dada dan keningnya dengan jari telunjuk, "aku tidak bisa menghilangkan kamu dari otakku dan hatiku. Itu sangat menyiksa."
Helene menangis. Air matanya mengalir perlahan. Dion mendekat, memilih duduk di samping Helene. Dion mengulurkan sapu tangannya. Ingin rasanya dia menyentuh Helene, menghapus air mata perempuan itu.
"Bahkan bertemu denganmu hari ini, terasa sangat menyiksaku. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus membencimu agar bisa melupakan kamu. Aku sudah kehabisan cara untuk itu."
Dion tak bisa menahan lagi, dia menarik Helene ke dalam pelukannya. Dion membiarkan Helene memuaskan tangisnya di dadanya.
Ini yang ingin kulakukan untuknya empat tahun yang lalu. Dion mengingat wajah Helene ketika melihat dirinya memeluk Thalita.
"Maafkan aku Helene. Kali ini jangan lagi membenciku. Biarkan aku tetap berada di dalam hatimu."
***
Satu minggu kemudian
Dion melihat tampilannya di cermin. Kemeja lengan pendek berwarna biru muda dan celana denim biru tua sangat pas melekat di tubuhnya. Sore ini dia punya janji dengan Helene. Sejak peristiwa satu minggu yang lalu di kafe, Dion bertekad untuk mendekati Helene dan mendapatkan lagi hatinya.
Satu minggu ini, Dion rajin berkirim pesan pada Helene. Mencari kesempatan untuk menelepon Helene di tengah kesibukannya. Walaupun yang dia dengar hanya rentetan omelan Helene tentang pekerjaannya yang bertumpuk atau tentang kemacetan Jakarta yang membuat dia sebal setengah mati. Dion tak peduli apapun itu yang penting dia bisa mendengar suara Helene. Dia dimabuk cinta, dan dia tidak peduli seandainya ada yang mencemooh dirinya karena itu.
***
"Banyak sekali yang dibeli!" Helene protes melihat keranjang belanja Dion. Laki-laki ini seperti orang kalap dengan memborong berbagai bahan makanan. Dion hanya tersenyum lebar.
Tadi Dion menjemputnya ke kos dan berjanji hari ini akan memasakkan makanan untuk Helene. Helene pura-pura tak peduli, dia tidak memberikan respon apapun. Padahal di dalam hati dia bersorak kegirangan. Dia rindu dengan masakan Dion. Dia rindu melihat laki-laki itu memasak untuknya. Dia rindu melihat gayanya saat memasak. Dia rindu cara Dion memandangnya ketika menikmati masakannya. Sebenarnya dia rindu semua yang ada pada Dion.
Helene membiarkan Dion mengambil langkah untuk mendekatinya lagi. Satu minggu ini dia merasa hidupnya kembali bergairah. Bahkan Ninit mulai menyindir ketika melihat Helene tampak ceria.
"Mayat hidup, dikasih apaan kok udah seger lagi?"
Dia tidak ingin membohongi hatinya, dia menginginkan Dion dalam hidupnya.
***
"Hm, enak," katanya setelah menyantap semua masakan Dion. Laki-laki itu memandangnya lekat.
"Aku rindu melihatmu seperti ini. Aku rindu berada di dekatmu," kata Dion, matanya tak lepas menatap Helene.
"Aku ingin mendekatimu dan berharap kamu jatuh cinta padaku," katanya lagi.
"Sebenarnya aku takut kalau kamu mendekatiku lalu menjauh lagi seperti dulu. Kita pernah dekat dan kamu pernah pergi di saat kita dekat. Bagaimana aku percaya padamu kalau kamu tidak akan pergi?"
"Waktu telah mengajarkan banyak hal padaku, empat tahun yang ku jalani tanpamu terasa begitu berat. Aku tidak akan mau mengulangi masa-masa itu lagi. Aku ingin menghabiskan waktuku hanya dengan kamu. Aku tidak akan pernah pergi dan meninggalkan kamu."
"Walau seandainya mama ku yang meminta seperti dulu?"
"Ya... aku akan tetap bersamamu."
Helene menatap mata Dion. Dia melihat kesungguhan di sana. Dion menggenggam jemarinya lembut, "Ku katakan sekali lagi... Helene, aku cinta padamu."
Tamat.