Kamu baik-baik saja, Taehyung?
Suara itu muncul dari genangan air. Genangan itu kecil, cuma seukuran baskom, tapi pantulannya luas seperti danau. Serana memandangi sosok yang duduk di tepiannya, seraya bergumam dalam hati. Sejumlah tanya masih berputar-putar di kepalanya. Tak satu pun menemukan jawabannya.
Taehyung. Biasanya ia yang paling kalem, paling susah ditebak, dan entah kenapa aura-aura 'pangeran dingin' itu makin terasa hari ini. Ia terduduk diam, bahunya turun, dan rambut biru keabuan itu menutupi sebagian matanya. Serana merasa ada yang berat menggelayut di udara.
"Kadang... aku dengar suara air," gumam Taehyung tanpa menoleh. "Mereka cerita hal-hal yang bahkan aku nggak bisa ingat."
Serana mendekat pelan-pelan dan duduk di sampingnya. Kayu-kayu basah di bawah mereka mengeluarkan bunyi cekit-cekit nggak nyaman, tapi anehnya itu malah bikin suasananya lebih hidup.
Mereka berdua diam. Hanya suara rintik hujan yang terdengar, menari-nari di atas permukaan genangan. Namun, air itu bukan air biasa. Tiap tetes hujan yang jatuh, memunculkan gambaran seperti proyektor hologram dari masa lalu Taehyung.
Ada seorang ibu di atas ranjang rumah sakit, senyumnya lemah, tetapi hangat.
Ada seorang anak kecil yang duduk di tangga sambil memeluk boneka harimau, menunggu seseorang yang tak kunjung datang.
Ada suara tawa, lalu tangisan. Ada pelukan. Ada juga perpisahan.
"Aku pernah kehilangan seseorang," lanjut Taehyung lirih. "Dia bilang aku terlalu dingin. Namun, aku cuma... takut kehilangan lagi. Jadi aku pasang tembok.. Dan …, tembok itu sekarang malah kayak penjara." Taehyung mendongak, menatap ke atas. Terdengar helaan napas berat dan panjang darinya.
Serana menoleh. Ingin bicara, ingin mencoba menghibur. Namun, sayangnya, suara dia masih belum kembali. Saat ini, yang bisa ia lakukan hanyalah membuka telapak tangannya, menuliskan sesuatu di tanah dengan jari.
“Nggak apa-apa kelihatan sedih. Kamu masih tetep ganteng, kok.”
Taehyung membacanya, lalu tertawa. Ia kembali mengembuskan napas. Hujan makin deras. Namun, alih-alih bikin basah kuyup, tetesan air itu memancarkan cahaya biru lembut setiap kali mengenai tanah.
Mikrofon biru di tangan Serana tiba-tiba bergetar, seperti merespon emosi di sekitar mereka. Cahaya dari air hujan mulai menyatu, membentuk semacam lingkaran cahaya di sekitar mereka berdua.
"Aku pikir …, kalau aku kelihatan rapuh, aku akan benar-benar terpuruk. Namun, sekarang, kurasa perasaan ini bukanlah akhir, ya? Kadang-kadang perasaan terpuruk itu adalah salah satu cara kita dibentuk ulang menjadi lebih kuat."
Serana tersenyum kecil. Taehyung menoleh, dan untuk pertama kalinya hari itu, matanya tak kelihatan kosong.
"Kau tahu, Serana …, kamu itu kayak hujan. Datangnya tiba-tiba, bikin berantakan, tapi entah kenapa ngebantu bunga buat tumbuh."
Serana membelalakkan mata, menunjukkan ekspresi wajah yang menggemaskan. Jemarinya kembali menuliskan sesuatu di tanah.
"Barusan kamu lagi ngegombalin aku, ya?"
Taehyung mersepons dengan tertawa pelan.
"Tenang, bukan gombal. Nggak semua hujan jadi galau. Kadang, ya, cuma hujan …, yang membawa kenangan."
Dan pada saat itu, dari tanah tempat Serana menulis tadi, muncul cahaya yang semakin terang. Mikrofon biru berdenyut, lalu satu bagian logam di ujungnya mulai menyatu dengan suara-suara kenangan yang muncul dari air.
Denting nada perlahan terdengar. Bukan dari alat musik mana pun, tapi dari alam itu sendiri. Angin yang lewat membawa harmoni lembut. Suara-suara kenangan berubah menjadi lirik tanpa kata.
Taehyung menatap mic itu, lalu memegang bagian yang menyala. Cahaya membungkus tangannya, dan sesuatu terkunci kembali di dalamnya. Sebuah bagian mic kembali ke tempatnya. Seolah-olah mengerti, langit berhenti menangis. Mentari perlahan-lahan muncul, versi Ethereal dari matahari, yang bentuknya seperti lampu panggung raksasa dengan filter biru pastel.
"Satu bagian mic terkunci lagi," gumam Taehyung. "Berarti tinggal lima lagi?"
Serana mengangguk. Tapi sebelum ia bisa bangkit, dari semak-semak terdengar suara gaduh.
"YAAAAA! KALIAN NGGAK NGABARIN MAU NGADAIN MOMEN DRAMA!"
Jungkook tiba-tiba muncul. Napasnya tampak terengah-engah. Disusul Jimin yang memakai payung daun raksasa untuk melindungi kepalanya dari hujan.
"Kami nyari kalian dari tadi! Ternyata lagi syuting K-drama di sini!"
"Itu tadi bukan syuting, itu healing!" sahut Taehyung, berdiri sambil membersihkan celana yang basah. "Dan kalian mengubah momen romantis ini menjadi horor."
"Mianhae (1)," ujar Jimin sembari tertawa-tawa. "Kami cuma mau kasih info. Kita telah menemukan sesuatu juga. Jin hyung bilang ada sinyal mic berikutnya dari utara. Katanya, di sana ada kastil yang terbuat dari cermin."
"Cermin?" gumam Taehyung penasaran. Dahinya berkerut.
"Ya," Jimin mengangguk. "Dan kabarnya, siapa pun yang masuk ke sana bakal ketemu versi terdalam dari dirinya sendiri."
Semua saling pandang. Serana menghela napas seraya menggerutu dalam hati.
“Jadi, Ethereal ini beneran nggak bakal kasih aku waktu untuk santai sejenak, ya?” Gadis itu mengamati kuku-kuku jemarinya yang lentik. Matanya membelalak secara tiba-tiba.
"Bahkan melakukan meni pedi aja nggak sempat." Lagi-lagi hatinya menggerutu, kesal.
Ini juga bikin ngakak
Comment on chapter Lost