Setelah misi keluarga Agatha selesai. Maka pagi ini Ola ingin menyelesaikan sebuah misi baru. Berbicara dengan Arkan. Pacarnya yang sudah lama tidak ia sapa. Ola mengela napas saat menatap keseluruhan isi laboratorium yang sudah bersih. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas melihat ruangan bertembok putih itu.
Setelah menutup pintu, Ola melihat jam tangannya. Hanya tersisa dua puluh menit sebelum bel istirahat berbunyi.
“Ola, kita ga usah ke kelas, ya! Di kelas panas banget!” ujar Sasya yang berdiri di samping pintu.
“Memang berani keluyuran sekarang?” tanya Viola.
Sasya hanya mengangguk yakin.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu sembari menunggu bel berbunyi.
Sasya menggandeng lengan kanan Ola dan terus berjalan di sepanjang lorong dan berbelok menuju lapangan utama. Di sana ada lapangan basket dan bola kaki. Dari suara yang ia dengar, beberapa orang sepertinya sedang bermain bola basket.
“Liat anak-anak main basket mau, gak?” tanya Sasya sambil mengayunkan tangan Ola.
Ola hanya mengangguk, “tapi kalo Pak Geri di situ gue ga mau, ya!”
Sasya mengangguk, “kalo dia di situ bakal gue usir. Tenang aja”
Ola tertawa mendengar itu. Pak Geri terkenal mesum dan objeknya kalau tidak anak perempuan yang sedang main bola, ya anak-anak yang ada di sekitar lapangan.
Saat lapangan sudah terlihat jelas, Sasya menarik Ola untuk berhenti. Mereka tepat berhenti di depan kelas yang mengarah langsung ke arah lapangan.
“La, itu!” tuturnya sambil menunjuk cowok yang sedang menggiring bola.
Ola menatap laki-laki berseragam putih abu-abu yang sudah berkeringat. Dia Arkan.
“Cowok lo keren banget, sih!” ujar Sasya sambil melompat-lompat kecil.
“Gue juga ga tahu kenapa dia ganteng banget!”
Ola tersenyum setelah mengucapkan itu.
Pertemuan Ola dan Arkan adalah sebuah cerita basi di lapangan basket. Saat itu, Arkan tidak sengaja melempar bola dan mengenai Ola yang kebetulan sedang lewat. Dari situlah mereka berkenalan.
Dari tempat ini, Ola mencoba memuaskan rasa rindunya pada Arkan. Menatap pemuda itu berlari, melompat, dan melempar bola di bawah panas matahari.
“Eh, La, La! Itu Arkan liat ke sini!” kata Sasya melompat-lompat lalu melepaskan tangan Ola. Tangan kanannya melambai-lambai ke arah Arkan.
Ola menatap ke sana lalu tersenyum sambil sedikit melambai.
Dari tempatnya, Arkan ikut tersenyum membuat Sasya makin berteriak histeris.
“Kya, ... Arkan semangat!” ucap Sasya berteriak lalu memeluk lengan kanan Ola.
Ola jadi bingung, ini pacarnya Arkan dia atau Sasya?
Suara pintu yang dibanting membuat keduanya sontak menatap ke belakang. Seorang ibu berhijab hitam melotot ke arah mereka.
“Kalian ngapain teriak-teriak di sini? Ini masih jam pelajaran, kan!” ujarnya.
Ola hanya menunduk dan melirik ke arah Sasya waktu gadis itu menyikut lengatnya.
“Maaf, Bu!” kata Ola lalu kembali menyikut lengan Sasya.
“Kalian bolos!?”
Ola menggeleng. “Anu, Bu. Kami lagi liat orang main basket.”
“Kalian ke sekolah hanya liatin orang main basket?”
Keduanya serentak menggeleng.
“Masuk kelas sekarang!”
Mendengar itu, Ola dan Sasya buru-buru berlari dari hadapan guru itu. Tadinya Ola ingin meminta maaf lagi, tapi karena sudah ditarik Sasya, ia hanya pasrah dan mengikut.
“Sya, ini kita lari ke mana?” tanya Ola menahan tangan Sasya untuk berhenti berlari. Ini bukan ke arah kelas mereka.
Sasya menunjuk ke arah barat. “Kita ke kantin aja!”
Ola menghela napas berat. Kalau sudah dengan Sasya, iya hanya mengikut saja.
Di kantin, mereka tidak memesan apa-apa. Mereka masih duduk di kursi dan mengatur napas yang tidak beraturan.
“La!” Sasya memegang pundak Ola, “lo beliin minum ke Arkan, gih!”
Ide bagus. Ola menatap Sasya lalu mengangguk antusias. Hari mereka pasti bisa ketemuan lagi.