Isi pikiran Genandra terus berkecamuk, dia tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana hancurnya ekspresi wajah Akira tadi, air mata yang dia jatuhkan, Genandra tak pernah menyangka kalau dirinya lah alasan perempuan itu menangis.
"Bagaimana dia bisa tahu, kalau Bella itu calon tunangan gue," pikir Genandra, padahal, ia sudah berusaha menjaga rahasia ini seaman mungkin, agar jangan sampai berita tersebut terdengar oleh Akira.
Di belakang dinding ruang kelas sepuluh MIPA 1, Genandra melihat punggung perempuan yang berdiri sendirian. Dari perawakannya, sepertinya ia tahu siapa pemilik tubuh tersebut.
Sebelum selangkah lebih mendekat, kaki Genandra berhenti ketika mendapati anak tersebut tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon. Genandra bersembunyi, berniat untuk menguping pembicaraan mereka.
"Iya sayang," bola mata Genandra membelalak, siapa lawan bicaranya sampai memberikan panggilan spesial seperti itu. Rasa penasaran seketika terpercik, Genandra ingin mengungkap lebih banyak lagi rahasia anak tersebut.
"Huh, udahlah jangan bahas lagi soal perjodohan itu, gue nggak punya hubungan apapun sama dia. Dia juga nggak suka gue," sebal Bella kepada seseorang dalam telepon tersebut. "Gue tutup dulu ya, gue masih di sekolah."
Setelah mendengar panggilan telepon benar-benar tertutup, Genandra melangkah keluar dari tempat persembunyian nya dan berjalan menghampiri Bella, seperti tidak terjadi apa-apa.
"Hai Genan," sapa Bella kembali menyimpan handphonenya ke dalam saku roknya. Genandra penasaran, siapa laki-laki yang mengobrol dengannya ditelepon barusan, apa itu temannya, lalu kenapa cara bicara mereka seperti sepasang kekasih.
"Ada yang mau gue tanyakan," ucap Genandra menyisihkan terlebih dahulu kecurigaannya kepada perempuan tersebut, sebab ada hal yang jauh lebih penting sekarang.
"Apa?" tanya Bella antusias, tatapan matanya selalu memandang kagum ketika bertemu Genandra.
"Apa lo yang mengatakan ke Akira, kalau kita berdua dijodohkan?" balas Genandra, atmosfer mengerikan serasa terpancar keluar dari dalam dirinya, stok oksigen semakin menipis menghimpit pernapasan Bella. Laki-laki itu terlihat menakutkan.
"Bukan gue," ucap Bella berusaha membuka suara, tenggorokannya sangat kering hanya sekedar untuk menelan ludah.
"Gue mau lo jujur," Genandra semakin memperkikis jarak di antara mereka berdua, sampai punggung Bella membentur dinding, dia terpojok sekarang. "Gue mau lo katakan yang sebenarnya," tegas Genandra sambil memukulkan tangannya pada tembok, sampai terdengar suara retakan merambat cukup jelas.
"Gue mengatakan yang sebenarnya, kalau lo nggak percaya lo bisa tanya sendiri ke dia," balas Bella mempertegas nada suaranya, rahang Genandra kembali mengeras, dia percaya kalau perempuan itulah yang melakukannya.
"Lo nggak percaya sama gue?"
"Hah, buat apa gue mesti percaya sama cewek macam lo," sarkastik Genandra tersenyum smirk. Menyaksikan senyuman menjengkelkan itu mampu memantik kekesalan Bella, selama ini dia selalu menuruti kemauan Genandra agar tidak memberitahukan hubungan mereka pada semua orang, walaupun perlakuan gadis itu terkadang menunjukkannya.
Genandra membenci dirinya, karena mereka berdua dijodohkan tanpa dasar cinta dan hanya untuk kepentingan bisnis keluarga saja, ditambah lagi Genandra sudah mencintai Akira. Tapi apakah ini semua kesalahan Bella? Dia rasa tidak, Bella pikir Genandra juga harus memiliki cermin besar untuk dirinya sendiri.
Bella tidak mau terus-menerus diintimidasi seperti ini, daripada terlihat lemah, lebih baik ia meladeninya dengan perlakuan yang sama. "Bukannya bagus, kalau Akira tahu tentang hubungan kita?" ujar Bella melipat kedua tangannya di depan dada.
"Dengan begini, gue nggak perlu berakting sebagai sepupu lo lagi, melainkan pasangan romantis," sambungnya memainkan sehelai rambutnya dengan jari.
"Ck, dasar cewek munafik," umpat Genandra memandang Bella dengan tatapan kebencian.
"Haha, jangan sebut gue munafik, lo juga sama di sini. Kita berdua sama-sama munafik, Akira pasti sangat kecewa sama lo sekarang, bisa jadi besok hubungan kalian hanya tinggal kenangan," balas Bella.
"See, sepertinya perkataan gue benar," sambung Bella menggeser perhatiannya pada dua orang remaja di sebelah barat, Genandra pun ikut melarikan pandangannya ke arah yang sama.
Nampak, Akira dan Xavier yang baru saja keluar dari dalam ruang OSIS sambil membawa beberapa barang. Mereka terlihat saling tersenyum satu sama lain.
Hati Genandra kembali sakit, senyuman manis yang selama ini hanya ditujukan untuk dirinya itu, sekarang diberikan kepada orang lain dengan suka rela. "Apa secepat itu, lo melupakan gue Ra?" batin Genandra kecewa seraya memalingkan wajahnya dengan perlahan.
"Hm, sekarang kalian berdua bisa bebas ya? Setelah pengakuan gue tadi di UKS," batin Akira diam-diam melirik kepada Genandra bersama Bella.