“Jo, sudah liat pengumuman belum? Kamu masuk kelompok outbound
MOS lanjutan nomer berapa?” Tanya Lintang.
“Aku belum lihat. Kalau kamu sudah liat?” Tanyaku balik.
Lintang cemberut kecewa, "Aku masuk kelompok 7. Nggak sekelompok
sama Saga deh! Padahal aku udah berharap moga-moga aku sekelompok
sama dia. Ngomong-ngomong kalau kamu mau sih, masih ada waktu buat
ngeliat pengumuman.”
Aku menatap jam tanganku. Memang masih ada sisa 5 menit sebelum
jam istirahat pertama selesai. Aku dan Lintang buru-buru ke depan ruangan
laboratorium tempat pengumuman di pasang. Disana masih ada banyak
siswa berkerumun dan kebetulan pula ada Saga.
Tiba-tiba tidak ada angin tidak ada hujan apalagi aku ngomong hal yang
lucu, Lintang yang berdiri di sebelahku langsung bersemangat. Suaranya
berubah menjadi melengking tinggi dan dia ketawa sendiri.
Aku mendongak menatap bingung Lintang. Lintang sepuluh senti lebih
tinggi dari aku. Lintang boro-boro melihatku yang memandanginya
khawatir, ia tetap saja tertawa cekikikan. Kusimpulkan saja kalau Lintang
ketawa bahagia karena bisa berdekatan dengan Saga dalam jarak beberapa
langkah kaki.
Aku belum pernah naksir cowok, umurku baru akan 13 tahun berbulan-
bulan lagi. Kata ibu, aku masih terlalu kecil untuk hal-hal yang seperti itu.
Saat kusampaikan pendapat ibuku ke Lintang, Lintang malah ketawa
ngakak. Kata Lintang aku ketinggalan zaman padahal mungkin saja Lintang
yang kecepetan puber.
Aku tidak tau rasanya bagaimana berteman, apalagi suka dengan anak
laki-laki. Padahal namaku seperti anak laki-laki. Namaku Johan Raditya
Navsar. Dari ujung ke ujung namaku seperti laki-laki. Orang yang membaca
namaku tanpa mengenalku selalu mengira aku anak laki-laki. Tapi itu nama
yang diberikan oleh papaku. Papaku sudah meninggal waktu aku masih
sangat kecil. Aku tidak terlalu ingat beliau. Aku cuma punya beberapa foto
lusuh tua bergambar papa sewaktu beliau masih hidup.
Aku maju kedepan mading. Membaca dengan cepat daftar nama yang di
tempel. Ternyata setiap kelompok di isi dengan anggota campuran dari
berbagai kelas. Aku masuk kelompok nomer tiga dari akhir, kelompok 27.
Nggak aneh karena jumlah siswa satu angkatan disekolahku ada tiga ratus
orang lebih.
“Aku masuk kelompok 27." Kataku sambil menengok ke Lintang.
Lintang sedang senyum-senyum sendiri dengan kaki di silangkan di depan
kaki yang lain. Aku bicara lagi dengan suara yang lebih keras, “Aku masuk
kelompok 27."
“Oh ya?” Kata Lintang dengan suara makin melengking.
Aku menelengkan kepala ke samping. Beberapa anak disekeliling kami
ikut menoleh begitu mendengar suara Lintang. Sayang, sepertinya cuma
aku yang sadar tingkah bodohnya sementara Lintang sendiri enggak.
“Beruntung banget kamu Jo! Si Saga kan masuk kelompok 26!" Bisik
Lintang semangat.
Aku sebenernya tidak tau bagian mana yang beruntung, akukan bahkan
tidak sekelompok dengan Saga.
“Bisa nggak sih tukar kelompok?” Kata Lintang sambil menggigigit
bibir.
“Aku nggak tau.” Kataku sambil kembali menengok ke arah daftar
nama, melihat nama teman-teman sekelompokku. Tidak ada satu pun yang
kukenal.
Selesai membaca, tanpa sengaja aku menatap anak perempuan yang
berdiri beberapa langkah didepanku. Ia sedang nyengir, matanya melirik
kearah Saga tapi bibirnya berbisik pada temannya. Ternyata Lintang juga
memperhatikan anak yang sama. Aku tau karena Lintang langsung
melemparkan pandangan sewot. Aku menahan diri untuk tidak menepuk
jidat gara-gara tingkah Lintang yang bukan cuma kelihatan makin bodoh,
tapi juga dramatis seperti sinetron. Lalu dengan tak sabar menarik tangan
Lintang menjauh sebelum dia bertingkah lebih bodoh lagi.