Sepertinya momen indah dan langka duduk bersama Ranti tidak akan aku dapatkan lagi. Aku menghela napas panjang saat pelajaran Bahasa Indonesia berakhir dan mengharuskan aku kembali ke bangkuku asal. Selain itu Erwin juga sudah kembali dari rapat OSISnya.
“Kenapa, Dit? Kok manyun gitu?” tanya Erwin sambil menghempaskan pantatnya di bangku sebelahku.
“Gak papa. Gimana rapat OSIS-nya, beres?” Erwin hanya mengangguk.
“Oh ya, Dit. Lusa kita udah mulai pertandingan kayaknya kalau kita lolos sampai final bakal bolos sekolah, nih.”
Aku hampir lupa kalau ada pertandingan futsal yang harus aku ikuti. Benar kata Erwin, konsekuensinya adalah bolos sekolah dan tidak mengikuti pelajaran. Itu artinya aku tidak akan bertemu makhluk manis di depanku ini untuk beberapa hari ke depan.
Aku menghela napas panjang sambil mengamati Ranti yang tampak sibuk bercengkrama dengan Ana. Aku membayangkan kalau Ranti akan ikut menonton pertandingan futsal yang aku mainkan lusa. Ya ... semoga saja seperti itu.
Hari yang aku tunggu tiba, timku lolos masuk final setelah memenangkan beberapa kali pertandingan. Aku senang sekali. Ini adalah salah satu momen kebanggaanku. Pertandingan final diadakan siang hari dan kebetulan ini adalah jam pulang sekolah. Aku sangat berharap banyak teman-temanku yang akan datang untuk memberi semangat. Termasuk Ranti, tapi rasanya tidak mungkin gadis introvert itu datang dan ikut bersenang-senang di acara seperti ini.
“Hei, kita ngumpul dulu, yuk!!” panggil Pak Bowo pelatih kami.
Sebelum pertandingan dimulai Pak Bowo memberi banyak pengarahan. Beliau juga mengingatkan akan beberapa kesalahan yang kami lakukan di pertandingan terakhir. Beliau berharap kesalahan itu tidak terjadi lagi di babak final ini.
“Oke, lakukan yang terbaik!!! Menang dan juara itu adalah bonusnya!!” Pak Bowo memberi semangat.
Aku dan beberapa rekanku berkumpul saling berpelukan memberi semangat. Kemudian kami bersiap masuk ke lapangan. Suara riuh reda penonton menyambut kehadiran kami. Mataku menyapu sekilas ke bangku penonton. Di sana banyak sekali teman sekolahku berkumpul. Aku senang, semangatku semakin menggebu, tapi aku sama sekali tak menemukan gadis manis pujaanku itu.
“Dia tidak datang,” gumamku lirih.
Erwin yang berjalan di sebelahku menoleh sambil mengernyitkan alis. “Ranti maksudmu, Dit.”
Erwin ternyata tahu siapa sosok yang sedang aku pikirkan. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk.
“Tenang, Dit. Masih banyak yang dukung kita, kok. Meski itu bukan Ranti.” Erwin memberiku semangat dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
Benar kata Erwin, aku tidak boleh mengecewakan dukungan temanku yang lain meski tanpa kehadiran Ranti. Aku akan memberi performa terbaikku hari ini.
Suara peluit sudah terdengar dibunyikan, pertandingan dimulai. Dari awal pertandingan tim kami sudah menyerang hingga membuat kedudukan satu kosong. Aku senang, kami bisa memimpin di awal pertandingan. Namun, beberapa menit sebelum istirahat minum. Tim kami kebobolan sehingga menyebabkan kedudukan seri.
Pak Bowo kembali memberi kami intruksi saat istirahat tadi. Aku mencoba konsentrasi penuh meski sedikit kecewa karena gadis yang aku puja tak kunjung datang. Usai istirahat, peluit dibunyikan. Kami kembali masuk ke lapangan. Baru awal pertandingan kami sudah kebobolan, timku ketinggalan satu poin. Untungnya kami bisa mengejar sehingga kedudukan kembali seri.
Tinggal sepuluh menit pertandingan akan berakhir. Jika kami masih seri, mungkin akan ada babak perpanjangan waktu dan tentu saja itu menguras tenaga kami. Aku menghentikan lariku dan memilih ke pinggir lapangan untuk membetulkan tali sepatuku yang lepas.
Entah mengapa saat aku sedang menunduk, aku merasa ada yang sedang memperhatikan. Perlahan aku mengangkat kepala dan tak kusangka mata almond milik gadis pujaanku itu sedang menatapku tak berkedip.
“Ranti ... ,” gumamku lirih.
Banyak rasa yang tiba-tiba membuat dadaku bergelora dan bersemangat. Ranti sedang berdiri di pinggir lapangan sambil memperhatikan aku. Sejak kapan dia ada di sana? Kenapa juga aku tidak melihatnya sedari tadi? Apa dia sudah lama berada di sana?
“Dit!!! Buruan!!” panggil Erwin menginterupsi.
Aku mengangguk, sekali lagi aku menyunggingkan sebuah senyuman yang langsung dibalas senyum manis olehnya. Entah mengapa aku merasa mendapat semangat baru untuk melakukan serangan. Di menit terakhir pertandingan, timku berhasil menambahkan nilai dan kali ini atas peran sertaku. Dimas memberiku umpan yang langsung aku tendang menuju gawang.
“GOOLLL!!!” sorak sorai semua penonton menunjukkan histerianya.
Tentu saja aku senang bukan main. Semua anggota tim langsung menyerbu diriku dan mengangkatku tinggi-tinggi. Bahkan aku bisa melihat gadis cantik pujaanku itu sedang tersenyum ke arahku. Sepertinya Tuhan memang sengaja mendatangkan dia kepadaku di saat-saat terakhir seperti tadi.
Selang beberapa saat ceremony pemberian hadiah juara pertama dilakukan, tentu saja aku tidak bisa langsung pulang. Padahal aku ingin sekali segera berhambur ke penonton dan menemui Ranti. Satu persatu anggota tim maju untuk menerima medali. Kemudian kami berfoto bersama. Rasa bangga, haru bercampur aduk jadi satu.
Usai pemberian medali harusnya kami bisa kembali ke tempat ganti, tapi tidak disangka semua teman suporter malah berhambur ke lapangan dan sibuk memberi ucapan. Terang saja aku dan Dimas yang paling banyak dikerubuti. Padahal aku berharap, ingin segera berhambur ke Ranti.
“Adit!! Selamat, Dit!!” ucap temanku. Tak bosan aku menjawab ucapan selamat mereka, tak lupa juga aku membalas jabat tangan mereka.
Di tengah kerumunan itu, aku sibuk mencari Ranti. Aku berharap dia mau menungguku. Aku masih melihat Ranti berdiri di tempatnya, di pinggir lapangan. Dia hanya terdiam menatapku dari jauh. Banyak sekali rasa bangga yang terlihat dari matanya. Aku berusaha menyibak kerumunan untuk menghampirinya.
Namun, tiba-tiba Ranti menoleh sambil menganggukkan kepala lalu berlalu pergi begitu saja. Mataku mengejar, mencari sosoknya, aku tidak mau kehilangan dia begitu saja. Aku ingin mengucapkan terima kasih, karena dengan hadirnya bisa memberiku semangat membara dan melakukan yang terbaik di pertandingan.
Ranti menghentikan langkahnya seakan tahu kalau aku sedang mencarinya. Seakan menunggu, dia menoleh ke arahku lalu tersenyum dan berpamitan pergi begitu saja. Aku berlari mengejar, aku harap aku bisa menemuinya sekali saja.
“RANTI!!!” panggilku begitu sudah keluar arena lapangan futsal.
Aku celinggukan menoleh ke sana ke mari mencari sosoknya. Dia sudah menghilang. Aku menghela napas panjang dengan lesu. Padahal aku ingin membagi kebahagiaanku dengannya. Aku masih terdiam sambil terus mengedarkan pandangan berharap aku bisa menemukan sosok pujaanku itu.
“Dit!!” Lagi-lagi Erwin membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh dengan napas tersenggal menatap Erwin.
“Kamu cari siapa? Ranti?”
Aku tidak menjawab hanya menganggukkan kepala, rasanya aku sudah tidak punya tenaga untuk bersuara.
“Ranti udah pulang bareng Arik dan anak-anak yang lain, tadi aku ketemu di sana.”
Aku hanya membisu, lagi-lagi aku dikalahkan oleh keadaan dan waktu. Entah mengapa seketika aku merasa sangat lelah. Dia sudah membawa separuh semangatku pergi, dia juga yang membawa semangatku membara. Dialah Ranti, gadis pembakar semangatku.