Read More >>"> The Maze Of Madness (1. The Newspaper Guy) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maze Of Madness
MENU
About Us  

Tahun Baru di Dunchaster biasanya tidak semeriah yang dilakukan di Ibukota. Seperti pesta-pesta besar, festival, pertunjukan teater, dan ratusan kembang api—mereka punya kembang api di sini, tapi yang di Ibukota jelas lebih besar. Warga kota hanya mengunjungi rumah keluarga terdekat, merayakan pesta kecil bersama, dan memperbincangkan banyak hal. Seperti pesta yang diadakan keluarga Gallagher contohnya.

Ada banyak yang bisa dilihat. Aula utama manor mereka yang berkubah lukisan surealis dan gemerlap akan warna-warna keemasan, kue-kue mangkok yang disusun selayaknya piramida, dan bahkan pemain musik akustik dengan vokalisnya yang menghiasi rambutnya dengan tinsel. Sementara itu, para tamu juga tak kalah ramai. Bapak-bapak berjas gelap akan mengobrolkan soal bisnis atau hobi mahal mereka, ibu-ibu yang memakai gaun-gaun mahal akan lebih lama berkumpul dan berbincang bersama—antara mereka akan mengeluhkan atau membanggakan anak-anaknya, memamerkan usaha mereka untuk memanfaatkan suami-suami mereka, atau bisa jadi memamerkan perhiasan baru yang sedang mereka pakai hari ini. Sementara anak-anak, hanya akan bermain-main dan menghabiskan makanan yang ada.

Logan menyeret Nora begitu jam sudah hampir menunjukkan pukul dua belas tepat, tanpa peduli protesan Nora karena sepatu yang gadis itu gunakan keras dan membuat tungkainya lecet.

“Maka lepas saja.” Logan berbicara dengan begitu entengnya. Dua tangannya terbentang bebas di udara dan binar hijau matanya seolah menyala di antara gelapnya malam. “Akan kubawakan.”

Nora menggeleng. “Tidak mau. Kau akan membuang sepatuku ke bawah sana, kan?”

“Tidak, kok!” Logan menyeringai, lalu terkekeh dengan dua alisnya yang terangkat kompak. Nora tahu dia sedang berbohong jika dia melakukan itu.

“Lakukan sesukamu sana. Aku akan tetap di sini.”

Saat mereka lebih kecil dari sekarang—belum menyentuh sepuluh tahun—mereka biasa melompati balkon-balkon ruangan di rumah besar Logan dan menyelinap di belakang guci, untuk kemudian menemukan sebuah jalan rahasia menuju dapur besar. Mereka akan mencuri kue pai atau sepotong-dua potong keju lalu memakannya di atap, bertingkah semaunya sendiri.

Sekian tahun kemudian, mereka akhirnya mendapat pengalaman berharga dari tingkah semena-mena itu. Antara keduanya akan dijewer oleh Thalia, ibu Nora, ketika ketahuan atau kena pukul Nyonya Gallagher di pantat karena banyak tingkah. Di tahun-tahun berikutnya, mereka belajar untuk melihat kembang api disulut ramai di langit malam melalui balkon kamar Logan. Seperti yang sekarang ini mereka lakukan. Logan akan duduk di pagar pembatas, mendatangkan ide di pikiran Nora untuk mendorongnya hingga ia tersungkur di semak-semak bunga kamelia di bawah sana, tapi sayangnya Nora tidak mau dijewer ibunya lagi. Jadi Nora hanya menyilangkan tangan, meletakkannya di atas pagar pembatas dan mencibir apapun yang dikatakan Logan.

“Aku akan sekolah di Gresnin setelah musim dingin selesai.”

Nora mengangkat alis, kurang percaya karena Logan senang sekali membual. “Oh, ya? Keren sekali.”

“Aku serius.” Logan menoleh ke arah Nora, tanpa menampilkan seringai usilnya yang biasa. Hanya senyum lebar, penuh kebanggaan dan mimpi-mimpi besar nan gila. Seperti dirinya yang biasa. “Ayah ingin aku melanjutkan di Sekolah Bisnis Wincherset. Itu salah satu yang terbaik. Dan kau tahu, aku diterima di sekolah itu! Seleksinya mudah dan banyak sekali yang mendaftar, tapi aku menjadi salah satu dari sekian ribu pendaftar yang diterima. Bukankah itu keren?”

“Oh, syukurlah. Aku sudah bosan melihat wajahmu di kota ini—menebar pesona pada gadis-gadis yang jauh lebih tua darimu—”

“Aku sudah cukup umur untuk melakukannya.”

“Kau masih tiga belas tahun!”

“Ibu bilang aku sudah dewasa.”

“Apakah orang dewasa masih menamai kuda poni mereka “Puddles”?”

“Itu nama yang cocok untuk kuda poni.”

“Baiklah, baiklah.” Nora terkekeh, begitu menyenangkannya melihat Logan mengomel membela dirinya sendiri dengan wajah memerah.

Logan memberengut kesal, lalu diam menatap langit malam yang masih sunyi. Harusnya sebentar lagi pertunjukan itu dimulai. Dan saat itulah, langit Dunchaster seolah meledak di atas mereka. Sebuah cahaya itu awalnya naik ke atas, sendirian, lalu ia meledak dan menyebar membentuk mekaran cahaya-cahaya spektakuler yang menerangi malam. Mereka biasa menikmatinya sembari tertawa, membandingkan kembang api mana yang paling besar, atau paling keras, atau paling ramai. Tapi Logan justru diam, memandang semua letusan warna itu dengan mata menerawang.

“Oi, bukankah kembang api barusan yang terbaik?” Nora sedikit meninggikan suara di tengah-tengah kebisingan.

Di belakang mereka para tamu juga menunjuk-nunjuk langit, ramai memuji indahnya. Logan menatap semua itu dengan senyuman kecil, namun matanya seolah bersinar redup saat melakukannya. Nora mendekat, menyentuh lengannya dengan jari telunjuk, membuat atensinya sepenuhnya terarah pada gadis itu.

“Kau berpikir apa sih? Terlihat tidak cocok untukmu.”

Logan tiba-tiba tertawa. “Benarkah?”

“Kau tidak cocok merenung begitu. Galau, bersedih. Apa yang ada di pikiranmu saat ini, heh?”

Logan menggeleng pelan. “Tidak tahu. Bagaimana kalau kau tebak sendiri?”

Nora memicing, mulai merasa sedikit terganggu ketika nada jahilnya kembali. Meskipun hal itu berarti hal baik untuk Logan. “Kau sedih karena akan merindukanku ketika kau pergi ke Gresnin?”

“Oh, Lady Nora Hathaway, itu sungguh jawaban yang cerdas, tapi kurang akurat.” Logan menyilangkan tangannya di dada. “Aku sedih karena kau pasti akan sedih jika aku pergi. Kau akan memenuhi kotak suratku dengan cerita-ceritamu mengenai hutan dan hewan serta hujan Dunchaster. Kau juga akan menangis tiap malam, menyesalkan perginya diriku dari hidupmu sambil menatap foto kita berdua—”

“Kalau kau kudorong ke bawah sana,” sela Nora dengan sengaja. “Apakah kau tidak jadi ke Wincherset dan aku tidak akan melakukan semua hal konyol itu untukmu?”

“Entahlah.” Logan mengangkat bahu, mencondongkan tubuhnya ke depan dengan sengaja. “Coba saja.”

Sebesar apapun keinginan Nora untuk melakukan itu, Nora tidak akan berani. Balkon ini ada di lantai tiga, dan jatuh ke bawah sana tidak hanya membuat bokong  terasa panas atau lecet kecil di lengan. Nora tidak akan mengambil resiko itu untuk Logan. Justru Nora menarik kerahnya hingga ia terjerembab ke belakang.

Ia baru akan protes ketika Thalia memanggil Nora dari pintu balkon. Selendang perak yang lebar sudah menyelimuti bahu dan lengannya, dan mantel Nora juga sudah ia tenteng di tangan. Logan segera bangkit dan berdiri di samping Nora dengan kikuk. Sepertinya kecantikan sang Ibu sungguh mampu membuat orang-orang salah tingkah, bahkan Logan juga jadi korban.

Nora sepenuhnya mengabaikan senyum bodoh Logan. “Bukankah kita akan menginap, Ibu?”

Thalia, dengan senyum kecil yang membuat matanya ikut tersenyum, berucap pelan. “Ayahmu ingin kita segera pulang sekarang, ada hal mendesak yang harus kita tahu.”

Dengan ogah-ogahan, Nora menepuk bahu Logan dua kali, berpamitan singkat lalu melambaikan tangan. Logan berseru, bilang ini mungkin akan jadi terakhir kalinya ia bertemu dengan Nora sebelum ia pergi ke Gresnin. Maka Nora mendekatinya dan memeluknya erat. Tanpa disangka-sangka Logan balas memeluk bahu Nora dan gadis itu lah yang ia lepas pertama kali.

“Kau ternyata pendek, ya.”

Nora menendang tulang keringnya sebelum gadis itu berderap menjauh, meninggalkan Logan yang mengaduh sambil tertawa-tawa.

Keduanya berpamitan sejenak dengan Tuan dan Nyonya Gallagher, orang tua Logan. Mereka berdua memberi Nora hadiah sebelum Nora naik ke mobil bersama ibunya, lalu berkendara pulang.

Mobil berkepala kotak ini menyusuri jalanan Dunchaster yang rupanya sangat ramai di malam hari. Tidak ada festival yang diadakan pemerintah, atau perayaan tertentu, tapi ada banyak orang turun ke jalan. Mungkin hendak menikmati keramaian dan sensasi menit-menit pertama tahun ini, atau mencari makanan lezat karena tok-toko sedang masa-masanya buka dua puluh empat jam, atau mungkin mereka memang hanya senang berjalan-jalan. Meskipun suhu udara di Dunchaster turun saat malam tiba—terlebih saat musim dingin, orang-orang terlihat ceria. Nora ikut menikmati suasana meski sambil terkantuk-kantuk di pangkuan sang Ibu.

Nora pikir bermain dengan Logan tidak akan membuat gadis itu ingin tidur cepat. Ia akan mengajak Nora melewati banyak hal semalaman dan Nora mau tak mau harus siap untuk itu. Atau Nora akan ia cemooh hingga seumur hidupnya.

Namun sekian menit setelah meninggalkan keluarga Gallagher, mata Nora mulai memberat. Thalia mengelus sisi samping kepala Nora, dan membuat matanya semakin tak ingin dibuka.

“Tidur saja.” Thalia berbisik di telinga sang putri. Suaranya bagaikan penenang terbaik sedunia, yang membuat Nora merapatkan tubuh padanya, memohon dengan usakan di paha supaya ia mau mengelus kepala Nora lebih banyak lagi.

“Jalan di samping alun-alun kota ditutup, Nyonya. Kemungkinan kita harus memutar melewati Mileston Hills, atau kawasan Mildred Young Estates.” Nora mendengar sayup-sayup suara Raflie yang mengendarai mobil mereka.

“Yang kedua terdengar lebih aman.” Suara serak nan kaku itu pastilah milik Horan, salah satu penjaga yang disuruh Ayah untuk menemani mereka.

Thalia membenarkan anak rambut yang jatuh di dahi Nora. Rasanya sangat menyenangkan. Nora berharap rambutnya bisa terus berantakan supaya sang Ibu mau memperbaikinya untuk Nora.

“Pilih yang tercepat. Nora butuh tidur segera.”

“Tapi Nyonya,” debat Horan, “Tempat itu sedang marak-maraknya kasus aneh yang melibatkan banyak aksi kriminal—paling umum adalah pembunuhan. Mungkin ada banyak bandit, tukang copet, atau pembunuh bayaran dan penjual obat-obatan terlarang yang bisa mengancam nyawa anda dan Nona Nora dengan cara apapun.”

Thalia tertawa—oh, betapa cantik gelak itu. Sulit untuk tak terlarut dalam rasa kekaguman ketika kau berbicara dengannya, lalu kau akan merasa bodoh dengan hal itu, lalu kau akan benar-benar melakukan hal bodoh di depannya. Ia menghentikan gerakan tangannya di pelipis Nora sembari berucap, “aku mengerti kekhawatiranmu, terimakasih sudah melakukannya. Tapi Nora sungguh butuh kembali ke ranjangnya sebelum ia mengidap skoliosis atau apa—kita semua pasti khawatir tentang hal itu. Lagipula, di luar sini dingin. Akan lebih baik jika kita segera kembali dan menghangatkan diri. Aku yakin bandit-bandit itu tidak akan berani menyentuh kami jika kau bersama kami, Horan.”

Thalia tersenyum, menatap pengawal pribadinya yang sudah melindunginya sejak umurnya masih sembilan. Horan menghela napas, lebih terdengar seperti dengusan. Nora menggeliat di pangkuan Ibu untuk mencari posisi yang lebih nyaman.

“Baiklah. Kita melewati Mileston Hills.”

Setahu Nora, Mileston Hills merupakan salah satu kawasan elit kota. Banyak rumah-rumah besar seperti milik Nora dan Logan, berdiri berjajar di sana. Tapi tempat itu sepi. Salah satu teman Nora dan Logan tinggal di tempat itu dan dia mengaku sendiri orang-orang di sana tidak terlalu ramah. Nora tidak mengerti kenapa Horan bilang tempat itu tidak lebih aman dari Mildred Young.

Mobil yang mereka tumpangi sedikit bergoyang saat melewati jalanan, membuat Nora tidak benar-benar terlelap. Sulit untuk menutup mata dengan segala ketidaknyamanan itu, tahu. Tapi Thalia menyelimuti sang putri dengan selendang peraknya, dan Nora tidak merasakan hal lain yang bisa mengusiknya saat ini.

Di tengah-tengah perjalanan, mobil tiba-tiba berhenti. Nora langsung bangkit duduk karena Nora pikir mereka sudah sampai di rumah. Tapi Raflie menghentikan mobil di tengah jalan, dengan tembok besar di kanan kiri mereka, bagian dari bangunan milik warga. Lampu jalan yang menyala paling terang menimpakan cahaya kuning temaram pada seseorang di bawahnya. Ia menghalangi jalan, mungkin itu yang membuat Raflie terpaksa berhenti. Ia sudah menyentuh pegangan pintu mobil sebelum Horan menahannya tetap di tempat, diam-diam menyiagakan senapan di tangan.

Nora semakin meringkuk di samping sang Ibu yang merengkuhnya lebih dekat. Orang di depan sana bukan sembarang orang yang misal, kebingungan, tersesat, mabuk, atau sedang tidur berjalan. Ia menunjukkan figur tinggi nan tegap seorang pria. Dan pria itu memakai jubah hitam sebetis, topeng burung dengan paruh mancung, dan topi bundar yang tinggi.

“Pria itu ada di koran, bukan?”

“Kau mengingatnya dengan baik, sayang.” Ibu memperbaiki rambut Nora sekali lagi. “Tapi seperti yang kau baca di koran, orang itu memegang senjata dan sangat berbahaya. Tetap dekat dengan Horan, Raflie, dan Ibu, oke?”

Nora mengangguk pelan.

Nora tahu situasi saat ini tidaklah aman. Raflie turun dari mobil, mungkin hendak “berbicara” dengan pria itu. Tapi kemudian tubuhnya ambruk dengan suara tenggorokan yang mengerikan dan debum di luar pintu Nora. Thalia menarik Nora yang baru saja memekik untuk merunduk di balik jok mobil. Horan dengan susah payah pindah ke kursi pengemudi, namun pria itu justru mengeluarkan tentakel-tentakel hitam yang aneh dari belakang punggungnya. Horan sigap membuka pintu dan keluar dari mobil, membantu Thalia dan Nora setelahnya.

“Larilah ke seberang jalan dan berteriaklah untuk meminta bantuan, Nyonya!”

Nora berteriak saat letusan senjata meletup-letup di belakangnya. Horan ada di depan sana. Tubuhnya diseret Thalia jauh dari tempat pertarungan. Thalia masih berjongkok di belakang mobil, menggendong Nora yang sudah memucat. Ia menutup kedua telinga Nora saat hujan peluru kembali terdengar—yang amat Nora syukuri karena walaupun tidak terlalu berguna, suara bising itu samar di telinganya. Melalui bayangan yang terpantul di tembok, Nora bisa melihat tentakel-tentakel itu melayang-layang, menyabet ganas semua hal, dan bahkan Horan.

Nora tak lagi mendengar rentetan peluru dari Horan. Mobil tempat mereka berlindung tiba-tiba terhempas jauh hingga menabrak tembok beton itu. Thalia balas melepas tembakan dari pistol yang ia bawa di balik gaunnya. Sembari melakukan itu, Thalia membawa Nora ke tikungan dan menyembunyikan Nora di balik tubuhnya. Nora tidak tahu hendak bereaksi seperti apa selain merengek. Ia terisak, bergumam ketakutan di rengkuhan sang Ibu.

“Nora, dengar.” Di bawah napasnya yang tersengal, peluh yang membasahi wajah, dan poninya yang rusak, Thalia tersenyum sembari menangkup wajah sang putri. “Ibu ingin kau lari setelah ini.”

Nora langsung menggeleng panik. “Tidak mau—”

“Sayang, Ibu punya pistol.” Thalia menujukkan pistol dengan ukiran emas yang aneh di dekat pelatuk. Nora melirik ke lengan sang Ibu yang sempat tersayat oleh salah satu tentakel orang aneh itu. Darah mengucur dari sana dan Nora memucat, seolah-olah darah dan rasa sakit dari luka itu adalah miliknya sendiri. “Ibu akan mengalahkan pria itu, tapi Ibu butuh kau untuk lari dan memanggil bantuan.”

Nora menangis semakin kencang. “Aku tidak mau!”

Thalia mencengkram lengan Nora semakin erat, lalu mengecup dahinya. “Ibu akan menemukanmu. Sekarang larilah!”

Thalia berlari keluar dari persembunyian, lalu letupan tembakan mulai terdengar kembali. Nora membeku di tempat. Ia tidak bisa pergi, dan tidak ingin melakukannya. Ia tidak bisa meninggalkan ibunya dengan orang aneh itu. Tapi ia mau tak mau harus bergerak.

Nora mendengar Thalia berbicara, namun ia tak memahami satupun kata yang ia katakan. 

Nora fokus menguatkan tulang-tulangnya supaya ia bisa berdiri tegak. Ia melongokkan kepala ke area pertarungan. Ibunya, dengan gaun sutra kebiruan yang sudah sobek hingga bagian lutut, yang berkibar karena angin dingin, berdiri tegap sembari mengarahkan moncong pistol ke arah manusia bertopeng. Thalia menarik pelatuk beberapa kali. Nora takut, khawatir, merinding, dan gemetaran di saat bersamaan. Tapi ia tak bisa mengalihkan pandangan dari sang Ibu yang berhasil membuat pria itu limbung.

Sayangnya, pria itu tidak tumbang. Hanya limbung, tidak benar-benar tumbang. Tentakel-tentakelnya justru semakin mengamuk dan akhirnya meledak. Desiran bayangan berkilat terbang ke sepenjuru tempat, menghancurkan tembok, mematikan lampu jalan, membuat orang-orang kaya yang tinggal di pemukiman ini terbangun. Juga membuat Thalia terkulai di jalan, kaku, dingin, dan tak bergerak.

Nora panik, ia berlari mendekati ibunya ketika semua kekacauan itu selesai. Nora sangat berharap ini semua hanya mimpi yang datang jika kau tidur di kursi mobil yang kurang nyaman, lalu kau akan bangun ketika polisi tidur dilewati oleh mobilmu. Nora masih berharap Sang Ibu akan membantu Nora memasak kue pai atau tart beri esok pagi, untuk menggantikan tart yang tak bisa ia cicipi di rumah Logan.

Tapi ini bukan mimpi. Pria itu menghilang. Darah menggenang di bawah tubuh sang Ibu, membasahi jalanan, gaun ibunya, dan bahkan gaun Nora sendiri. Darah itu juga membasahi tangannya, yang seolah membeku karena kesiur angin malam, dan akan terus terjiplak di sana sepanjang sisa hidupnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rekal Rara
7781      3073     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Bee And Friends
1970      859     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
DI ANTARA DOEA HATI
751      375     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
The pythonissam
329      250     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
I love you & I lost you
4119      1849     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
The Flower And The Bees
2451      1225     9     
Romance
Cerita ini hanya berkisah soal seorang gadis muda keturunan Wagner yang bersekolah di sekolah milik keluarganya. Lilian Wagner, seorang gadis yang beruntung dapat lahir dan tumbuh besar dilingkungan keluarga yang menduduki puncak hierarki perekonomian negara ini. Lika-liku kehidupannya mulai dari berteman, dipasangkan dengan putra tunggal keluarga Xavian hingga berujung jatuh cinta pada Chiv,...
The Maiden from Doomsday
9712      2058     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
L for Libra [ON GOING]
6258      1444     8     
Fantasy
Jika kamu diberi pilihan untuk mengetahui sebuah kenyataan atau tidak. Mana yang kamu pilih? Sayangnya hal ini tidak berlaku pada Claire. Dirinya menghadapi sebuah kenyataan yang mengubah hidupnya. Dan setelahnya, dia menyesal telah mendengar hal itu.
KSATRIA DAN PERI BIRU
118      101     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Aria's Faraway Neverland
3012      930     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...