Genandra dikejutkan oleh kedatangannya, walaupun ia tidak mengetahui siapa dia, tapi Genandra masih mengingat kalau itu adalah laki-laki yang pernah berjalan berdua bersama Akira di mall.
"Iya, saya Genandra. Ada perlu apa ya?" balas Genandra bersikap dingin seperti biasanya.
"Saya mau bicara sama kamu, tapi jangan di sini, bagaimana kalau di cafe depan sana, mungkin bisa lebih enak ngobrolnya," ajaknya dan Genandra pun mempunyai pemikiran yang sama. Tidak mungkin kan kalau mereka berdua harus berbincang di tempat pemakaman seperti ini.
"Oke," jawab Genandra menyetujui, lalu kedua anak itu pun memutuskan pergi ke cafe di seberang jalan untuk membicarakan sesuatu.
Ketika sudah tiba di dalam cafe tersebut, laki-laki itu tidak langsung memulai pembicaraannya dengan Genandra, ia memesankan terlebih dahulu dua minuman untuk dirinya dan juga anak tersebut
Saat minuman pesanan mereka sudah datang, barulah ia bisa memulai pembicaraannya.
"Jadi, apa yang ingin anda katakan?" tanya Genandra yang sedari tadi merasa penasaran.
"Baiklah, sebenarnya saya juga bingung harus mulai darimana," jawabnya menggaruk-garuk belakang kepalanya.
"Pertama-tama, kau boleh memanggil ku Mas Arzan, karena pasti umur ku jauh lebih tua dari mu, dan... aku tidak mau pembicaraan kita terdengar terlalu formal," sambung Arzan.
"Oke."
"Jadi Mas Arzan, ada perlu apa?"
"Apa kamu kenal, dengan anak yang bernama Akira?" ujar Arzan, raut wajah Genandra sedikit terkejut setelah ia menyebutkan nama itu.
"Kenal," balas Genandra malas.
"Itu pacar Mas kan?"
"Uhuk, bukan," seketika Arzan tersedak saat menyeruput minumannya.
"Itu Adik saya."
"A-apa? Jadi Akira itu Adiknya dia, ck ngapain waktu itu gue pake kesel segala sih, sialan," batin Genandra.
"Saya menemukan surat ini di kamar Akira, dan ada nama kamu di sana," ujar Arzan menaruh sebuah surat yang waktu itu ia temukan di atas nakas samping tempat tidur Akira.
Genandra mengambil selembar kertas tersebut lalu membacanya, dan menaruhnya kembali. "Terus apa hubungannya sama saya?"
"Saya mau minta tolong sama kamu Genandra. Tolong... tolong luangkan waktu buat Akira lima belas hari saja, perlakukan dia dengan spesial seperti seolah-olah kamu mencintai dia," pinta Arzan membuat Genandra tertawa.
"Apa? Gak salah denger gue?" balas Genandra masih tertawa.
"Mas nyuruh saya buat pura-pura cinta sama Adik Mas? Memang apa untungnya buat saya? Hanya menguras tenaga," sambungnya.
"Saya tahu kalau yang saya inginkan ini juga tidak benar, saya tidak bisa memaksa orang buat suka sama Adik saya. Tapi, tolong Genan, tolong banget, cuman kamu yang bisa melakukan ini untuk Akira," pinta Arzan memohon.
"Selama lima belas hari aja, setelah itu terserah kamu, dan saya berjanji, kalau setelah masa lima belas hari itu sudah habis, saya pastikan Adik saya Akira tidak akan pernah mengganggu kehidupan kamu lagi."
Sejenak Genandra berpikir, ia mempertimbangkan perkataan Arzan baik-baik. Jujur, dia juga merasa ogah untuk ikut campur dalam masalah seperti ini, apalagi dipaksa untuk mencintai seseorang yang memang tidak dia sukai.
"Oke, saya terima, kalau memang dengan cara ini saya bisa terlepas dari cewek pengganggu seperti Akira," balas Genandra.
"Cewek pengganggu? Kelihatannya kamu memang sangat membenci sama Adik saya," ujar Arzan tersenyum.
"Hm," deham Genandra tersenyum smirk.
"Sebenarnya saya juga bingung, saya pikir laki-laki yang Adik saya sukai itu pasti berperilaku baik dan sopan. Ternyata yang saya lihat saat ini, hanya dingin dan bermulut kasar."
"Haha tidak apa-apa, lagipula ini sudah terjadi kan? Tipe orang juga berbeda-beda. Kalau kamu beranggapan kalau Akira itu cewek pengganggu, mungkin kamu hanya perlu menyelami dia lebih dalam lagi."
"Dia itu perempuan yang istimewa, dan kamu akan segera menyadari hal itu setelah masa lima belas hari selesai," pungkas Arzan lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Boleh saya bertanya sesuatu?" ujar Genandra kepada Arzan.
"Iyah, tentu saja," jawab Arzan.
"Lima belas hari, kenapa Mas Arzan menyuruh saya untuk melakukannya dalam waktu lima belas hari, apa ada sebuah rahasia dibaliknya? Apa ada sesuatu yang Mas sembunyikan dari saya?" tanya Genandra tidak mendapat jawaban apapun dari Arzan.
"Tidak ada, hanya ingin membahagiakan Adik saya, itu saja," balas Arzan.
"Terima kasih ya sudah mau menuruti permintaan saya, minumannya jangan lupa dihabisin, tenang sudah saya bayar kok."
"Iyah Mas." Genandra menyaksikan Arzan berjalan keluar dari cafe, dan meninggalkan surat itu begitu saja di atas meja, sepertinya hal ini memang sengaja ia lakukan.
"Selamat Genandra, hari-hari terburuk lo sebentar lagi akan dimulai," ucap Genandra seraya meremas surat tersebut.
********
Sebentar lagi, ujian akhir semester akan dimulai. Jadwal ulangan pun sudah dibagikan berserta nomor-nomor ruangannya. Disaat seperti inilah, murid-murid harus belajar dengan keras agar bisa mendapatkan nilai yang maksimal.
"Minggu depan kamu ada ulangan ya?" tanya Ayah Alam yang melihat anaknya sedang belajar.
"Iya," jawab Alam hanya fokus kepada buku yang tengah ia baca.
"Hah, palingan juga si teman kamu Genandra itu lagi yang dapat juara satu bintang sekolah. Bukan seperti kamu, juara dua terus, gak bosen apa? Ayah loh ogah lihatnya," ucap sang Ayah kepada Alam, bukannya disaat-saat seperti ini peran orang tua itu penting, untuk memberi semangat kepada anak-anaknya agar lebih semangat belajar?
Tapi, cacian seperti ini sudah menjadi cemilan rutin untuk Alam. Saat mendekati ujian, Ayahnya selalu saja membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
"Tenang aja kok Yah, nanti Alam akan bawa piala itu pulang," balas Alam sudah lelah untuk mencari masalah dengan Ayahnya.
"Hah, Ayah tunggu bukti dari ucapan kamu itu," pungkas Ayah Alam lalu menutup pintu kamar anaknya sedikit keras.
"Lagipula dimata dia, gue gak lebih dari sebuah robot," gumamnya tersenyum miris.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda