"Jangan ajari aku untuk kuat. Jika tak percaya, coba tanyakanlah kepada rembulan, seberapa banyak bulir air mata yang ku tumpahkan sepanjang malam."
********
Hari-hari terus berlalu, hingga sampailah pada ujian akhir semester. Di kediaman Novan, laki-laki itu masih belum juga berangkat ke sekolah. Ia masih berada di rumah mengenakan baju santai.
"Tuan Novan kok masih di sini? Gak berangkat ke sekolah?" tanya pembantu wanita kepada Novan yang kebetulan berjalan di ruang tamu.
"Novan gak mau sekolah Bi," balasnya, membuat kening wanita paruh baya itu berkerut keheranan.
"Loh kenapa Tuan? Sekarang kan waktunya ujian, nanti kalau gak naik kelas gimana?"
"Biarin," jawab Novan enteng.
"Kok biarin, sekolah itu penting loh, masa depan Tuan Novan harus cerah, ayo berangkat! Bibi bilangin pak Mat ya suruh siapin mobil buat nganter."
"Gak perlu Bibi Novan yang cantik, Novan gak mau masuk sekolah hari ini," tolak Novan sambil mengambil nampan berisi makanan yang dibawa oleh pembantu tersebut.
"Biar aku aja ya Bi yang bawa ini ke kamar Mama, bye Bi makasih!" pamit Novan lalu berjalan pergi menuju kamar Mamanya, sambil membawa nampan berisi makanan tersebut, sekilas manik matanya melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit.
Dia tetap santai, karena memang Novan berniat untuk tidak pergi ke sekolah hari ini.
"Mama," sapa Novan sambil membuka pintu kamar Mamanya.
Di dalam sana, Mama Novan dalam kondisi lemah hanya bisa terbaring di atas tempat tidur, dengan sebuah infus yang terpasang di tangan kirinya.
Mama Novan melihat kedatangan anaknya dari arah pintu kamar, lalu berjalan masuk menaruh nampan berisi makanan tersebut di atas meja.
"Novan kok gak sekolah?" tanya Mama Novan terdengar serak-serak basah, menatap sayu kepada putra semata wayangnya itu.
"Sebentar lagi masuk loh nak, hari ini kamu ada ujian," sambungnya lembut.
"Enggak, aku gak mau sekolah, aku mau di sini aja rawat Mama," balas Novan.
"Haha, anak Mama memang baik, tapi ujian kamu juga penting loh sayang, katanya mau kuliah sama terusin perusahannya Ayah, jadi harus bagus dong nilainya," ujar Mama Novan tersenyum simpul.
"Tapi percuma juga kalau Novan masuk hari ini, aku gak bakal bisa fokus, karena kepikiran Mama terus pastinya," jawab Novan mencemaskan kondisi wanita tersebut.
"Mama enggak kenapa-kenapa kok, di sini ada Bibi ada ayah, ada banyak orang yang jagain Mama, kamu berangkat sekolah yah!" pinta Mama Novan.
"Tapi ma-"
"Sekolah ya Novan, Mama janji, kalau kamu berangkat sekolah hari ini, pulang nanti Mama pasti sembuh."
"Mmmm," deham Novan berpikir, ini adalah pilihan yang sangat sulit. Di sisi lain ada sebuah kewajiban yang harus ia lakukan sebagai seorang siswa, tapi bagaimana dengan Mamanya? Novan juga mau merawat wanita itu sampai sembuh.
"Novan!"
"Iya deh Ma, sekarang Novan berangkat sekolah. Tapi janji ya, pulang nanti Novan harus lihat Mama sembuh," balas Novan sedikit terpaksa.
"Iya Mama janji," ujar Mama Novan seraya mengelus lembut pipi anaknya.
"Kalau begitu aku pergi siap-siap dulu ya Ma."
"Iya, cepetan sana! Nanti keburu telat."
********
Setelah selesai memakai baju seragam super cepat dan hanya bisa mengganjal perutnya dengan sehelai roti tawar saja. Novan, berlari menuju teras rumah untuk segera masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkannya menuju ke sekolah.
"Padahal niat gue gak sekolah hari ini," batin Novan dibuat panik, sambil terus-menerus melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Sesampainya di sekolah SMA Negeri 1, untung saja gerbang sekolah masih belum tertutup sepenuhnya. Novan langsung bergegas turun dari dalam mobil dan cepat-cepat berlari menuju ke ruang ujian.
Lagi-lagi keberuntungan memihak kepada anak itu, ketika Novan hendak memasuki ruang kelas tersebut ia berpapasan dengan Bapak guru penjaga ujian.
"Pagi Pak!" sapa Novan menunjukkan sederet gigi putihnya.
"Haduh Novan, kok bisa jam segini baru datang, sudah sana cepetan masuk!"
"Hehe, siap Pak!"
Tak lama kemudian, hari pertama ujian akhir semester pun dimulai. Anak-anak mulai mengerjakan lembar kertas ujian yang telah dibagikan oleh Bapak guru.
Seketika muatan memori otak Novan menjadi penuh, ia dibuat pusing hanya dengan menatap rentetan soal-soal ujian tersebut. Walaupun sebelumnya dia sudah belajar, tapi namanya juga otak kadang suka macet.
"Kamu yang di belakang! Jangan contekan! Kalau tidak saya sobek kertasnya," ujar Bapak pengawas tegas, kepada murid yang baru saja terpergok menyontek kepada teman sebangkunya.
"Galak banget pengawasnya, gue jadi gak bisa bebas," batin Novan yang kebetulan tempat duduknya berada di barisan kedua.
"Coba gue bisa transfer otak punya Genandra sama Alam, pasti easy nih soal," batinnya malah memikirkan tentang Genandra dan Alam.
"Kenapa gue gak satu ruangan aja sih sama mereka," pikirnya kesal.
Benar, ruang ujian Novan harus terpisah dari kedua sahabatnya, karena memang masalah nomer absen yang menjadi salah satu penyebab.
********
"Eh, katanya ujian kali ini hasilnya langsung keluar loh," terdengar perbincangan antara tiga orang siswi selepas selesainya ujian pada jam pertama.
"Yang bener lo!" balas teman perempuannya tidak percaya.
"Bener, percaya deh, gue dapat info dari temen gue di kelas sebelah, hasilnya bakal di pajang di papan pengumuman, semua nilai bakalan muncul di sana."
"Mati gue, dapet berapa nih, semoga aja bagus," batin Novan menelan ludah, belum-belum mentalnya sudah lemah setelah menyaksikan sendiri betapa susahnya soal barusan.
Semua siswa-siswi langsung bergegas menuju ke papan pengumuman sekolah, untuk melihat nilai hasil ujian pertama mereka. Novan yang juga memang sudah berada di sana, masih harus menunggu beberapa saat agar bisa masuk ke dalam kerumunan tersebut.
Terdapat banyak sekali kertas-kertas yang ditempel, berisi nama-nama murid beserta nilai-nilai mereka yang diurutkan berdasarkan peringkat.
"Gak heran lagi sih, kalau mereka ada di posisi atas," ujar Novan melihat nama Genandra berada di peringkat pertama, dan juga Alam berada di posisi kedua.
Novan menghela napas berat, sekarang giliran dirinya untuk mencari dimana letak namanya. Dia sudah punya firasat kalau ia pasti berada di peringkat bawah.
"A-apa, gak mungkin!" batin Novan terkejut, menemukan namanya berada di posisi ketiga dengan hasil nilai sembilan puluh delapan.
"Mata gue masih sehat kan?" cengang Novan menggosok-gosok matanya, memastikan pengelihatannya tidak salah.
"Nama gue kok disitu? Gak salah ketik nih?"
"TAPI, AAAHHHHH BARU KALI INI GUE DAPET PERINGKAT WOY!!!" batinnya menjerit bahagia. "Foto foto!"
Di saat Novan hendak mengabadikan momen paling bersejarah di dalam hidupnya, tiba-tiba saja muncul notifikasi pesan yang mencuri perhatiannya.
"Ayah?" batin Novan lalu membuka pesan singkat tersebut.
Ayah:
"Novan, kamu sudah selesai kan ujian jam pertama? Pak Mat menunggu kamu di luar gerbang sekolah."
Novan:
"Alhamdulillah sudah Yah, ngapain Pak Mat di sana? Novan belum waktunya pulang."
Ayah:
"Ayah sudah meminta izin kepada guru wali kelas kamu, kamu sekarang pulang diantar sama Pak Mat. Ayah tunggu kamu di rumah."
Novan:
"Oke Yah, tapi di rumah enggak ada apa-apa kan Yah? Kok mendadak begini sih?"
Ia tidak mendapat balasan pesan apapun lagi dari sang Ayah, sekarang isi pikiran Novan dipenuhi oleh tanda tanya, sebenarnya apa yang sedang terjadi?
"Mungkin nanti aja gue kasih tahu ke mereka kalau gue dapet ranking, terutama ke Mama," ujar Novan sudah merasa tidak sabar, untuk segera cepat-cepat memberitahu tentang kabar baik ini kepada seluruh orang di rumah.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda