Dua belas bulan yang lalu. Tepatnya di sebuah hotel terkenal di Ibu Kota. Fujiyama mengadakan jamuan malam dengan rekan kerja dan beberapa kliennya.
Totalnya ada dua belas pria dengan perbandingan tujuh orang broker dan lima orang lainnya adalah para investor dari beragam profesi.
Berawal dari jamuan makan bersama sampai berubah menjadi jamuan yang dipenuhi oleh wanita ber make-up tebal dengan aroma parfum yang sangat menyengat.
"Jadi, Pak Yama suka apa?"
"Ya?" Fujiyama menatap Felix yang merupakan Direktur sebuah perusahaan manufaktur.
"Ikan salmon atau ikan kakap?" Felix tersenyum sambil meneguk minuman di tangannya.
"Salmon." Fujiyama menjawab datar.
"Tentu-tentu. Orang jepang biasanya begitu. Hahaha." Tawa dari Kepala Manajemen Resiko yang duduk di sebelah Fujiyama.
"Mohon ditunggu untuk salmonnya, Pak Yama." Felix lantas bergegas kembali ke hotelnya setelah selesai berjabat tangan dengan Fujiyama.
Pukul sebelas malam. Ketika Fujiyama usai mandi dan masih memakai baju piama, ia mendengar suara ketukan dari luar kamar. Membuatnya menoleh ke arah pintu di ujung sana.
"Who is there?" Fujiyama memastikan dari balik pintu.
"Atas nama Pak Fujiyama? Saya mengantarkan salmon." Suara dibalik pintu itu adalah wanita.
Setengah jam yang lalu Felix memang mengatakan akan membawakan salmon namun Fujiyama tidak menyangka bahwa salmon itu akan diantarkan malam itu juga padanya.
Meski bisa dimengerti ini bertujuan untuk entertainment namun ia tidak paham apa alasan mereka mengantarkan paket itu malam ini. Padahal jelas besok mereka masih akan bertemu lagi setidaknya saat sarapan pagi.
"Pak Fujiyama?" Suara wanita itu pelan sekali sedari tadi.
Dengan menghela nafas panjang akhirnya Fujiyama membuka pintu kamarnya. Benar saja, kalau saat ini seorang wanita muda tengah berdiri di depan pintu kamarnya.
Wanita itu berambut panjang. Mengenakan celana jeans biru pencil yang cukup ketat dan blouse putih bermodel V yang membuat bagian leher hingga tulang selangkanya terbuka.
Dilihat dari wajahnya, Fujiyama yakin wanita itu masih berusia di bawah dua puluh tahun. Mungkin sekitar sembilan belas tahun.
"Malam Pak." Wanita itu tersenyum ramah.
"Malam." Fujiyama menilik ekspresi wanita itu dengan wajah serius.
"Ini pesanannya, mau ditaruh di mana?" Wanita itu mengangkat sebuah totebag dengan kedua tangannya.
"Saya ambil-" Belum sempat Fujiyama meraih totebag itu, wanita di hadapannya sudah menerobos masuk ke kamarnya.
"Akan saya bantu taruh di dalam." Katanya sambil terus melangkah masuk.
Fujiyama terkejut dan hanya bisa mengikuti langkah wanita itu ke dalam kamarnya.
"Stop right there Miss."
Wanita itu seketika berhenti melangkah.
"Alright, just drop it there and you can go now."
Keadaan kala itu benar-benar tidak terduga. Terlebih lagi ia tidak mengerti apa motif wanita itu untuk memaksa masuk ke dalam kamarnya.
Hening. Wanita itu tidak bergerak dan hanya menatap Fujiyama sesekali kemudian menundukkan kepalanya.
"Ini dari Tower B?" Fujiyama bertanya sambil melangkah mendekati wanita itu. Tower B merupakan singkatan dari perusahaan Felix. Orang-orang tertentu pasti tau arti dari nama itu.
Tanpa jawaban wanita itu mengangguk sedikit.
Dengan sedikit agresif, Fujiyama menarik totebag yang masih digenggam wanita itu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bukanlah salmon yang ada di dalam sana, melainkan hanya baju-baju wanita.
Kebingungan dengan apa yang sedang terjadi, Fujiyama menatap wanita di depannya.
"Jam 11 malam sampai jam 6 pagi. Saya di sini."
Barulah saat itu Fujiyama sadar apa yang sedang terjadi. Ikan salmon yang sedari tadi Felix katakan bukanlah ikan secara harfiah melainkan hal lain.
Tidak bisa menahan rasa kesalnya, Fujiyama seketika menutupi separuh wajahnya dengan satu tangan. Ia benar-benar tidak menyangka hal ini akan terjadi. Ia juga tidak tau harus berbuat apa.
"Bapak mau saya melakukan apa dulu?" Tanya wanita itu tanpa ragu.
"Duduk di sana dan diam." Fujiyama menunjuk ke arah sofa di dekat jendela kamarnya.
Wanita itu menurut dan langsung duduk sesuai arahannya.
Sambil menghela nafas panjang, Fujiyama duduk di pinggir kasurnya dengan menatap tajam ke arah wanita di sofa itu.
"Nama dan usia."
"Eh?"
"Nama dan usia berapa?"
"Saya Jelita, 26 tahun."
Fujiyama tersenyum masam.
"You can lie with your name but not with your age Miss. Tell me how old are you?"
Hening. Jelita tidak berani menjawab.
"Are you minnor? 18? 19?"
"19." Jelita menjawab dengan suara lirih.
Sesuai prediksi bahwa wanita atau bisa disebut gadis ini masih sangat muda.
Apakah sebutan salmon itu merujuk pada rentan usia dan apakah ikan kakap berarti usia yang lebih tua dari itu? Fujiyama masih tidak mengerti.
"Sebaiknya pulang saja." Fujiyama akhirnya bersuara setelah tiga menit melamun.
"Tapi saya sudah-"
"Pulang. Bilang saja kepada mereka bahwa saya lelah."
Meski awalnya gundah dan cemas akhirnya Jelita memutuskan untuk pulang tanpa mengantarkan salmon yang ditugaskan untuknya.
Sejak saat itu Fujiyama meminta para senior dan bosnya untuk tidak memberikan opsi-opsi apapun lagi.
Namun apa gunanya karena orang lain menangkap prinsip Fujiyama secara berbeda. Mereka berpikir salmon bukanlah tipe yang sesuai, akibatnya di acara jamuan berikutnya mereka tetap mengirim opsi lain yang umurnya jauh lebih tua dari yang sebelumnya.
Tidak ada satu pun opsi yang pernah Fujiyama terima. Semuanya tanpa terkecuali pasti keluar dari kamarnya, bahkan beberapa banyak yang tidak sempat masuk karena Fujiyama tidak membukakan pintu sama sekali.
Kali terakhir dan ini yang membuat Fujiyama tidak habis pikir adalah, mereka akhirnya mengubah opsi menjadi yang paling extreme. Bukan lagi wanita, namun pria.
Tidak lama setelahnya, Fujiyama pun memutuskan untuk ikut dalam eskpansi dinas luar kota. Ia meminta secara khusus pada manajemen untuk memindahkannya ke kota lain, yaitu kotanya berada saat ini.
Demi mengantisipasi kejadian yang sama terulang kembali, Fujiyama memikirkan cara agar dia tidak lagi menerima opsi-opsi apapun.
Sampailah ia di kesimpulan untuk mencari housemate. Setidaknya orang lain akan beranggapan ia memiliki pacar atau seseorang yang tinggal bersama.
Meski tidak menutup kemungkinan mereka akan berhenti total namun setidaknya hal itu cukup untuk menjadi alasan.
Masalahnya, ia adalah foreign. Orang asing yang tidak punya banyak channel di negeri atau kota itu. Sehingga akan sulit menemukan solusi secara cepat.
Adapun beberapa wanita yang ia kenal tidak begitu bisa berbahasa asing dan yang lain malah sudah berkeluarga. Dua hal itu tentu tidak masuk kriterianya.
Sebenarnya ada satu klien dari teman kerjanya yang cukup competible. Namun setelah kenal secara personal, entah kenapa Fujiyama merasa tidak aman bersama wanita itu. Seperti ada niat tersembunyi yang bisa membahayakan nyawanya.
Membayangkan resiko yang mungkin muncul saat bersama seseorang yang mencurigakan, Fujiyama akhirnya menyerah.
Di saat itulah ia bertemu Meira yang sedang kesulitan mengusir Tommy. Seketika, instingnya cepat bereaksi dan terjun membantu.
Selain karena ia pernah mengalami hal yang kurang lebih sama, ia juga merasa ada kemiripan dan kecocokan dengan wanita yang telah menjadi partnership-nya selama dua tahun silam itu.
Sambil terus menimbang-nimbang banyak hal, barulah Fujiyama yakin untuk menyampaikan maksudnya pada Meira di malam sebelum natal tiba.
Dan siapa sangka bahwa ia akan mengalami penolakan besar-besaran. Padahal ia yakin bahwa hanya Meira-lah wanita yang competible, sesuai dengan standar dan kriteria yang ia cari.
Namun sampai akhir, ia masih tidak mengerti kenapa wanita ambisius itu menolak tawaran bagus darinya. Bahkan sampai berniat untuk memutus komunikasi dengannya.
¤¤¤