Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Devil Soul of Maria [18+]
MENU
About Us  

Lima Januari adalah hari yang ditunggu Meira sejak lama. Ia tidak sabar menanti hari ini karena sesuatu yang besar akan merubah hidupnya.

Itu merupakan hari Evaluasi Kerja. Di mana setiap karyawan akan diberikan kertas lembaran yang berisikan evaluasi kinerja mereka mulai dari kedisiplinan, loyalitas, kreativitas, pemahaman bidang kerja dan lain sebagainya.

Meski hanya selembar kertas yang terlihat tidak begitu penting namun kertas itulah yang akan menentukan nasib para pekerja kedepannya. Juga menentukan akan naik jabatan dan tidaknya seorang pekerja.

Hari ini merupakan tepat lima tahun ia telah bekerja di perusahaannya. Secara hukum perusahaan yang berlaku, selama lima tahun sekali akan ada kenaikan jenjang karir bagi setiap karyawannya.

Ketika kenaikan jabatan, maka semua benefit yang diterima karyawan akan berubah jadi jauh lebih besar dari yang mereka dapatkan sebelumnya. Oleh sebab itu Meira sangat antusias menunggu hari ini tiba.

Jabatan sebagai Staff Senior akan secara resmi diberikan padanya. Penilaian triwulannya menunjukkan hasil memuaskan, membuatnya yakin kalau jabatan baru akan diperolehnya hari ini.

Begitu pikirnya sampai ketika menghadap kepala HRD dan menerima kontrak kerja yang tidak berubah dari sebelumnya.

"Mbak Meira, kontrak kerja anda di perpanjang lima tahun lagi ya. Selamat." Aris, kepala departemen HRD itu tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.

"Ini apa saya aja yang merasa ada kesalahan? Kenapa di kontrak yang baru ini terasa tidak baru sama sekali ya?"

Hening. Aris menelan ludah kemudian lanjut membalas Meira.

"Itu.. perusahaan menghendaki untuk menunda kenaikan jabatan Mbak Meira." Aris menunjukkan wajah bersalah.

"Postpone?" Meira dengan kening yang berkerut menatap Aris tajam.

"Ya. Tapi sebagai gantinya kami akan berikan bonus tambahan untuk tahun ini dan juga-"

"Maaf Pak Aris, tunggu sebentar." Meira langsung memotong kalimat kepala HRDnya.

"Dengan dasar apa perusahaan mempostpone kenaikan jabatan saya? Saya tidak pernah melanggar aturan perusahaan dan tidak pernah mendapat Surat Peringatan," Meira terhenti dengan kalimatnya sendiri. "Tidak ada SP tapi ada rumor, ya."

Meira akhirnya mengerti kenapa ia bisa bebas dari hukuman apapun ketika kasus rumor itu terjadi. Bukti yang ia miliki memang sangat konkrit namun sikap beraninya malah dinilai sedikit kurang ajar.

Selain itu ada hal lain yang tentunya melukai harga diri seseorang yang mempunyai kaitan erat dengan perusahaan. Tentu saja orang-orang itu bisa melakukan hal semacam ini dengan berdalih keputusan perusahaan.

"Mbak Meira tolong jangan ambil kesimpulan-"

"Lalu Bapak mau saya ambil apa? Bapak mau saya ambil hikmahnya aja sedangkan saya nggak salah apa-apa?" Meira menatap Aris dengan mata melotot.

"Ini kebijakan perusahaan Mbak Meira."

"Bulshit." Meira dengan suara lirih bak bergumam.

Meski Aris tidak bisa mendengar apa yang Meira gumamkan namun pria itu tau pasti kalau Meira sedang sangat kesal.

"Saya sarankan untuk beberapa bulan ke depan tetap tenang seperti biasa. Saya tau kinerja anda bagus Mbak Mer, tapi tetap saja bukan saya yang pegang kendali penuh. Anda tau betul itu." Aris meyakinkan Meira bahwa posisinya sebagai kepala HRD juga tidak lain adalah penghubung antara perusahaan dengan karyawannya.

"Sampai berapa lama kira-kira?"

"Kalau itu saya nggak tau pasti yang jelas informasi dari manajemen adalah men-postpone bukan mencabut. Jadi masih ada harapankan?"

"Saya butuh kepastian bukan harapan palsu Pak."

"Saya tau, saya paham. Tapi begitu yang terjadi Mbak Meira. Saya juga mohon maaf ya."

"Saya masih ada hak untuk membaca ulang kontrak yang sudah tidak baru ini kan?"

"Tentu. Saya beri tiga hari ya."

"Oke. Thanks Pak Aris." Meira pergi dari ruang HRD sambil membawa kontrak kerja di tangan kirinya.

***

Hal itu tentu Meira ceritakan pada Melvin. Usai mendengar Meira bercerita tanpa sadar Melvin langsung meremukkan kaleng kosong bekas coca cola di tangan kanannya.

"THOSE JERK!" Melvin memaki kencang.

"Vin, calm down." Meira berusaha menenangkan teman kerjanya yang tersulut emosi.

"I know this gonna happened some how, so-"

"It's not fair at all MEER." Melvin memotong kalimat Meira dan meronta-ronta seperti kucing kelaparan.

"I know but they give me some bonus too."

"You deserve more than little bonus Mer! You work soo hard these five years!"

"I got 5 million-"

"ONLY 5? ARRGH." Melvin benar-benar frustasi.

Menurut Melvin sangat tidak masuk akal apa yang terjadi pada Meira.

"Mer, how could you be so chill about this? You know what? You are too idealistic."

"What?"

"You can be more aggressive!"

"This all happened because I was too aggressive that day you know."

"Then why you not share that video? You can used it to scam those bastard!"

"I won't play dirt-"

"That's it! You won't play, so they play with you!"

"Vin you already too far."

"I'm sorry Mer but this is.." Melvin akhirnya sedikit tenang. Sepertinya baterainya mulai habis.

"Alright, time to go home."

"Mer, you sure you are ok? I know you waiting for this day long time ago."

"I'm fine Vin. Bye."

Meira tentu kesal dan ingin menangis namun air mata tidak pernah mau keluar dari matanya.

Dalam dua hari dua malam Meira berusaha untuk tidak terus memikirkan penundaan jenjang karirnya.

Ia bahkan mengambil tawaran commissioning lain yang membuatnya jadi kurang tidur sama seperti bulan-bulan sebelumnya.

Sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap produktif di tempat kerja mau pun di kosannya. Berusaha untuk meredam kekesalan dan kesedihannya.

Namun hanya tidur sepuluh jam dalam lima hari membuat seluruh badannya sakit. Pikirannya jadi kacau, over sensitive dan perilakunya menjadi lebih agresif.

Puncaknya di tengah malam ketika mengerjakan projek komik legenda miliknya.

Meski sudah meneguk satu kaleng kopi yang ia beli dari minimarket sepulang kerja, matanya tetap berkunang-kunang.

Di minumnya air mineral, juga tetap sama. Di makannya coklat batang, juga tetap sama, yang ada jantungnya malah berdegup semakin kencang.

Hal semacam itu tidak biasa terjadi pada Meira. Ia tidak alergi kopi atau tidak pernah punya riwayat magh.

Tak lama setelahnya ia merasa seluruh bagian bawah badannya panas namun kepalanya sangat dingin. Dan tanpa menunggu lama, kepala Meira terjatuh di atas meja kerjanya. Tak sadarkan diri.

Di tengah ketidaksadaranya itu, suara jam dinding yang semula ia abaikan tiba-tiba berubah menjadi berisik. Seolah memaksanya untuk membuka mata.

Dengan nafas tersengal Meira berusaha memicingkan matanya berharap ia punya tenaga lebih untuk membuka matanya lebih lebar.

Kemudian sesosok wanita muncul dari belakangnya sambil tersenyum.

"Meira? Mei kamu kok tidur di sini sih. Hha." Kata wanita itu sambil tertawa kecil.

"Me..ry." Meira dengan suara yang tidak terdengar sama sekali. Persis seperti bergumam.

"Merry.." Sekali lagi Meira berusaha untuk membuat suaranya keluar namun hasilnya nihil.

"Kamu sedang gambar apa? Oh? Bagusnya.. Eh? Gambar yang aku pesan mana? Katanya kamu mau buatin." Merry mengintip ke meja kerja Meira.

"Cepat buatkan untukku! Biar kita bisa sama-sama tinggal di sana. Ya?" Merry tersenyum ke arah Meira.

"Merr-"

"Jangan lupa ya? Kamu sudah janji lo!" Merry memotong kalimat Meira.

Sepersekian detik kemudian, Merry menghilang dari pandangan Meira.

"Mer.. Merry!" Meira terbangun dari kursinya.

Seluruh bagian bawah sampai kakinya kesemutan. Ia tidak bisa bergerak beberapa saat setelah berdiri.

Masih dengan nafas yang tersengal-sengal, Meira menoleh kesekelilingnya mencari sosok gadis tadi.

Tanpa adanya aba-aba, air mata Meira mengalir deras. Ia akhirnya menangis setelah hampir lupa caranya menangis.

Sambil berdiri, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Seolah berusaha menutupi kenyataan bahwa ia sedang menangis.

Besoknya Meira terlihat lebih segar. Meski masih kekurangan tidur namun raut wajahnya berubah cerah hampir seperti biasanya.

Pekerjaannya hari itu lancar. Tidak ada banyak masalah yang membuatnya harus revisi dan pusing kesana-kemari.

Usai presentasi dengan divisi IT dan Marketing, Meira memutuskan untuk kembali ke ruang kerjanya menggunakan lift yang ada di lantai dua menuju lantai tiga.

Sialnya, di dalam lift itu ada Tommy dan Stevanus yang hendak menuju ke lantai lima. Meski muak melihat kedua pria itu, namun demi profesionalitas Meira tetap melangkahkan kakinya dan masuk ke dalam lift.

Tepat sebelum lift menutup, Stevanus memutuskan untuk keluar dari lift dan berbincang melalui telponnya.

Entah apa siasat kepala supervisi itu namun membiarkan Meira dan Tommy hanya berdua di dalam lift benar-benar di luar nalar.

Meira berdiri di dekat pintu, bersebelahan dengan tombol lift sedangkan Tommy berdiri jauh di belakang Meira, nyaris di sisi ujung lift.

Hening, tidak ada yang berbicara sepatah kata pun di dalam lift yang sempit itu. Meira pun enggan menoleh ke belakang dan berusaha mengabaikan seseorang yang ada di belakangnya dengan menatap lurus ke depan.

Tanpa di duga, lift yang seharusnya naik ke lantai tiga itu malah turun lagi ke lantai satu.

Awalnya Meira berpikir positif, bila memang ada orang lain yang naik tentu itu akan menjadi keuntungan baginya.

Namun ternyata tidak. Harapan Meira pupus ketika pintu lift terbuka dan menemukan tidak ada siapa-siapa di depan pintu. Kosong saja tanpa ada yang mengantri untuk masuk lift.

Pintu lift tertutup otomatis dan kemudian barulah mereka menuju ke lantai tiga.

"Seharusnya kemarin menurut saja." Tommy dari belakang bergumam. Sambil sesekali melirik Meira di depannya.

"Kalau kemarin diam saja seperti sekarang pasti akan lebih mudah, untuk ke atas." Tommy mengambil satu langkah mendekati Meira. Tommy berkata sambil tersenyum menyeringai.

Pria itu secara tidak langsung mengakui bahwa penundaan jenjang karir Meira adalah ulahnya. Bahkan ia dengan bangga mengolok Meira tanpa rasa bersalah sedikit pun.

TING

Lift terbuka. Meira mengambil satu langkah yang membuatnya berdiri tepat di tengah pintu lift. Kemudian menoleh sedikit ke arah kiri.

"Untuk sampai ke atas, saya bisa naik escalator dari pada lift yang naik turunnya ditentukan orang lain." Meira dengan suara lantang membalas gumaman Tommy.

Dengan sangat percaya diri ia keluar dari lift dan membiarkan Tommy menekuk mukanya bak goblin kesurupan. Kemudian lift kembali tertutup.

Sambil terus melangkah Meira melihat pantulan dirinya di dalam kaca besar di area koridor kantornya. Kaca itu menembus hamparan luas jalanan dan rumah-rumah warga yang bertebaran di luar sana.

Kemudian untuk sesaat ia berhenti. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Posisi badannya tegak, kepalanya terangkat, matanya tajam menatap hamparan jalanan dan pantulan wajahnya secara bersamaan.

Tangan kiri merogoh saku celananya dan mengambil ponsel yang sedari tadi ia simpan di sana.

Sambil menelan ludah, Meira mencari history call dari seseorang yang telah ia hapus nomornya beberapa waktu lalu.

Tanpa berpikir dua kali, ia menekan tombol telepon.

"Hello, Mister Fujiyama. It's me, Meira. Sorry for the last time, I was so arrogant. Would you mind to tell me again about your deal?" Detak jantung Meira tiba-tiba meningkat jauh lebih cepat.

"Sure. When you have time to talk about it?" Suara Fujiyama dari seberang masih terdengar sama.

"How about tonight?" Meira kembali melangkah maju menuju ruangannya.

Time to get on the escalator. Batin Meira sambil menyeringai.

 

¤¤¤

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ATMA
306      213     3     
Short Story
"Namaku Atma. Atma Bhrahmadinata, jiwa penolong terbaik untuk menjaga harapan menjadi kenyataan," ATMA a short story created by @nenii_983 ©2020
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
7706      1944     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Temu Yang Di Tunggu (up)
18529      3801     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Ketika Kita Berdua
35335      4935     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Sebuah Jawaban
383      273     2     
Short Story
Aku hanya seorang gadis yang terjebak dalam sebuah luka yang kuciptakan sendiri. Sayangnya perasaan ini terlalu menyenangkan sekaligus menyesakkan. "Jika kau hanya main-main, sebaiknya sudahi saja." Aku perlu jawaban untuk semua perlakuannya padaku.
Too Late
7665      1977     42     
Romance
"Jika aku datang terlebih dahulu, apakah kau akan menyukaiku sama seperti ketika kau menyukainya?" -James Yang Emily Zhang Xiao adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja sebagai fashionist di Tencent Group. Pertemuannya dengan James Yang Fei bermula ketika pria tersebut membeli saham kecil di bidang entertainment milik Tencent. Dan seketika itu juga, kehidupan Emily yang aw...
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1336      687     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
TEA ADDICT
300      196     5     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...
RINAI : Cinta Pertama Terkubur Renjana
344      266     0     
Romance
Dia, hidup lagi? Mana mungkin manusia yang telah dijatuhi hukuman mati oleh dunia fana ini, kembali hidup? Bukan, dia bukan Renjana. Memang raga mereka sama, tapi jelas jiwa mereka berbeda. Dia Rembulan, sosok lelaki yang menghayutkan dunia dengan musik dan indah suaranya. Jadi, dia bukan Renjana Kenanga Matahari Senja yang Rinai kenal, seorang lelaki senja pecinta kanvas dengan sejuta war...
Accidentally in Love!
412      270     1     
Romance
Lelaki itu benar-benar gila! Bagaimana dia bisa mengumumkan pernikahan kami? Berpacaran dengannya pun aku tak pernah. Terkutuklah kau Andreas! - Christina Adriani Gadis bodoh! Berpura-pura tegar menyaksikan pertunangan mantan kekasihmu yang berselingkuh, lalu menangis di belakangnya? Kenapa semua wanita tak pernah mengandalkan akal sehatnya? Akan kutunjukkan pada gadis ini bagaimana cara...