-Jadilah air yang mendinginkan, jangan jadi air yang diam-diam menghanyutkan-
.
Seminggu sudah Haewon berada di rumah bibi Junghae, dia mulai bisa merawat sang Ayah. Memperhatikan pola makan dan asupan gizi pria tersebut. Mungkin selama ini sang Ayah merasa kesepian walaupun dia tinggal di rumah adik kandungnya sendiri.
Makan malam yang hanya diisi tiga orang saja namun nuansa kekeluargaan sangat kerasa. Bibi Junghae juga begitu sangat memperhatikan Haewon, dia sudah menganggap Haewon seperti anaknya sendiri.
"Makanlah ikan ini," bibi Junghae mengambil sepotong ikan dengan sumpitnya dan menaruhnya di mangkok yang berisi nasi milik Haewon.
"Aah terimakasih, bibi Junghae. Aku selalu merindukan saat-saat seperti ini di Daegu. Aku benar-benar merindukan berkumpul dengan keluarga," kata Haewon dengan matanya berbinar-binar.
"Kalau begitu makanlah yang banyak!" saran Ayah Hwijae.
Lalu tangan Haewon meraih sumpit yang masih tergeletak di meja, kemudian dia mengambil sepotong ikan dan menaruhnya di mangkok sang Ayah. Tak lupa juga dia mengambilkan untuk Bibinya juga.
"Kau tahu tidak ... Ayahmu ketika makan di sini, dia selalu membicarakan tentangmu. Tak henti-hentinya dia menceritakan, sampai Bibi hapal betul kalimatnya." bibi Jung menyumpit nasinya lalu meletakan sumpitnya di meja dan mengambil sendok untuk menyendok kuah sup.
"Benarkah?" tanya Haewon antusias. "Sepertinya aku ketinggalan banyak cerita." imbuhnya sambil melahap nasi.
Kali ini dia harus menahan untuk tidak diam terus ketika sedang makan. Karna bagaimanapun juga, bibi Junghae adalah adik dari Ayahnya, dan dia lebih tua dari Haewon. Tentu saja dia harus menghormatinya.
"Haewon-ah, kapan kau kembali ke Daegu?" tanya sang Bibi.
"Hmm ... aku belum tahu, Bi!" sahutnya tanpa merespon lebih banyak lagi.
"Kenapa kau tidak mencari pekerjaan di sini saja. Kenapa harus pergi jauh sampai ke Daegu?" tanyanya lagi.
Haewon terdiam sesaat menatap Ayahnya lalu beralih menatap Bibinya. Terlihat sangat dari wajah Ayah Hwijae yang menginginkan kalau putrinya itu tidak akan pergi lagi. Haewon bisa membaca itu, membacanya dari ekspresi wajah Ayahnya. Mungkin Ayah Hwijae sangat kesepian di tinggal Haewon pergi ke luar kota untuk bekerja.
"Akan aku pikirkan nanti, Bi!" ucapnya singkat lalu dia kembali lagi melahap makanannya.
"Sudah, kita akan bicarakan lagi. Sekarang lebih baik kita menikmati makan malam ini," ujar Ayah Hwijae.
Makan malam kembali berlanjut dengan damai tanpa percakapan sedikitpun. Setelah selesai makan, Haewon mencuci semua bekas piring dan mangkok, sedangkan bibi Junghae membersihkan meja makan. Tak banyak yang di lakukan Haewon malam itu, dia hanya mencuci piring dan mangkok saja. Setelah itu dia pamit pada bibi Junghae untuk kembali ke atas menuju loteng.
"Haewon-ah!" panggil bibi Junghae sebelum kaki Haewon menapakkan ke anak tangga pertama.
Go Haewon menoleh, "iya, Bi. Apa ada?" tanya Haewon.
"Di mana Ayahmu?" tanyanya dengan suara sedikit pelan.
Haewon mengernyit bingung, "mungkin dia di loteng, Bi. Kenapa?" tanya Haewon dengan suara lirih.
"Ah tidak ada, aku hanya ingin bicara denganmu. Kemarilah ikut Bibi!" bibi Junghae memberi kode dan melangkah ke arah ruang tamu. Gadis itupun mengikuti kode isyarat Bibinya.
"Memangnya ada apa, Bi? Kenapa Bibi bicaranya pelan-pelan?" tanyanya heran.
Bibi Junghae menghela napas, "beberapa hari kemarin aku bertemu dengan Ibumu. Dia mencari Ayahmu dan bertanya di mana keberadaannya juga dia menanyakan soal kebenaran berita Daehyun telah meninggal."
Mendengar itu Haewon langsung menatap Bibinya dengan serius.
"Lalu Bibi menjawab apa?"
"Aku tidak memberitahu keberadaan Ayahmu di sini," jawab bibi Junghae. "Aku tahu ini begitu sulit bagimu juga Ayahmu."
Haewon menundukkan kepalanya, "sebelum aku memutuskan pulang ke Seoul, sebenarnya dia juga mencariku di Daegu dan akupun sudah bertemu dengannya." papar Haewon.
"Benarkah?" tanya sang Bibi, "lalu untuk apa dia jauh-jauh mencari tahu keberadaanmu di Daegu?"
"Akupun tak tahu apa yang di rencanakannya. Yang jelas, aku sudah tak ingin bertemu dengan dia lagi!" Haewon masih memendam rasa sakit hatinya pada Ibu kandungnya itu.
Bibi Junghae membalikkan badannya menghadap Haewon. Tangannya yang tak lagi mulus itu membelai lembut surai hitam Haewon. Bibi Junghae sangatlah tahu bagaimana perjalanan hidup kakak kandungnya, Go Hwijae dan keponakannya yang bernama Haewon ini. Kehidupan yang penuh lika-liku.
"Jika tidak ada lagi yang akan di bicarakan, aku pamit dulu Bi!"
"Pergilah," ucap wanita itu dengan lembut.
Haewon melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju loteng, di raih dan d putarnya knop pintu loteng. Di dalam kamar loteng dengan lampu yang tidak begitu terang, nampak seorang pria tengah duduk di sisi ranjang. Tangannya terlihat memegang sebuah benda yang ternyata adalah album foto.
Haewon tersenyum dan mendekati Ayahnya, lalu dia mendudukkan dirinya di lantai, menatap wajah pria yang nampak sudah sedikit ada kerutan halus.
"Ayah ...." panggilnya dengan lembut, memegang tangannya. "Sedang apa?"
Ayah Hwijae menatap sendu putri sulungnya itu dan mungkin Haewon sudah menjadi putri semata wayangnya setelah meninggalnya Go Daehyun, adik Haewon.
Haewon memperhatikan album foto itu, nampak sebuah foto seorang anak laki-laki di situ. Perlahan airmata sang Ayah menetes tepat di atas foto itu. Haewon menarik napas, perlahan diapun menahan agar tidak ikut menangis.
"Apa Ayah rindu dengan Daehyun?" tanyanya menggenggam tangan pria itu dan menatap wajahnya. Go Hwijae mengangguk sembari mengusap foto anak laki-laki yang itu.
"Ayah ingin sekali menengoknya," jawabnya dengan suara serak.
"Hmm ... bagaimana kalau lusa, kita pergi menengoknya?" Haewon berusaha menghibur Ayahnya.
"Kau yakin?"
Haewon mengangguk dan tersenyum, "kita akan menengoknya lusa, Ayah. Besok aku sudah ada janji untuk bertemu dengan sahabatku, Min Yeonji. Setelah itu kita akan bersiap-siap untuk mengunjungi Daehyun." jelas Haewon kemudian memeluk pria itu, tak terasa buliran bening menetes juga di pipi gadis itu.
ππππππ
Sosok seorang gadis dengan rambut keriting menggantung duduk di sebuah cafe di pusat kota Seoul. Dia sibuk memainkan ponselnya. Setelah itu dia sibuk berfoto ria dan menguploadnya di Instagramnya. Ah, ternyata dia sibuk berselfi-ria. Tak berapa lama seorang gadis berambut lurus sepinggang menghampirinya dari belakang dan langsung memeluknya.
"Min Yeonji!!" teriak gadis itu membuatnya kaget. "Sudah lama?" tambahnya.
"Tidak. Akupun baru saja sampai," Yeonji tersenyum ketika akhirnya bertemu dengan Haewon.
Haewon duduk di kursi depan Yeonji, menatap sahabatnya yang dulu satu tempat kerja. Kali ini Haewon bertemu dengan Yeonji juga akan berpamitan lagi.
"Kau cuti berapa hari?"
"Siapa? Aku?"
"Iyalah kau, siapa lagi? Di sini kan hanya kita berdua," Yeonji terdengar receh bercanda.
"Hmm ... aku tidak tahu," Haewon terdiam, "aku tidak tahu kapan akan kembali ke Daegu!" sahut Haewon.
Yeonji mengernyit bingung dengan jawaban Haewon. Dia terlihat aneh mendengar jawaban sahabatnya itu.
"Apa kau ada masalah di tempat kerjamu?" tanya Yeonji.
"Tidak ada. Aku sangat betah kerja di sana. Bosku juga sangat baik hati, hanya saja---" Haewon menggantung kata-katanya.
"Hanya saja apa?" Yeonji terlihat kepo, menatap Haewon.
Akhirnya Haewon menceritakan semuanya pada sahabatnya tersebut, tentang Ibunya yang mencarinya sampai ke Daegu. Haewon pun menceritakan tentang Park Junghyun yang juga datang ke Daegu untuk mencari dirinya dan pria itupun ingin membawa dirinya kembali ke Seoul. Curhatan kedua gadis itupun terjadi, Haewon yang meluapkan unek-uneknya tentang sang Ibu, sedangkan Yeonji mencurahkan unek-uneknya tentang pekerjaannya.
"Lalu kenapa kau kembali ke Seoul kalau kau tahu mantanmu itu sedang mencarimu dan ingin membawamu kembali ke Seoul!"
"Aku kembali ke Seoul karna aku masih punya Ayah dan dia masih berada di Seoul," jelas Haewon.
"Aah, benar. Aku lupa soal itu!" Yeonji menepok jidatnya sendiri.
Senda gurau dari Haewon dan Yeonji saat itu membuat cafe semakin ramai. Hampir tujuh bulan, dua sahabat ini tak bertemu. Mereka hanya berkomunikasi lewat sebuah aplikasi kakao talk. Alhasil di saat mereka bertemu, recehnya mereka keluar hingga membuat orang-orang yang ada di cafe itu menatap mereka. Kedua gadis itu menjadi pusat perhatian para pengunjung.
"Haewon-ah, apa kau di sana punya kekasih?" tiba-tiba Yeonji bertanya tentang sesuatu yang langsung membuat otak Haewon berputar 360β . Haewon memang melupakan sesuatu. Sesuatu yang tertinggal di Daegu.
"Ah, aku lupa soal dia!" pekik Haewon menepok jidatnya sendiri, "tapi biarlah!" imbuhnya santai.
"Dia siapa?" tanya Yeonji penasaran.
"Hmm ... bukan siapa-siapa!" elak Haewon.
"Ayolah, kau belum cerita soal dia? Pasti dia itu adalah kekasih barumu kan?" rengek Yeonji pada Haewon.
"Sudah kubilang bukan siapa-siapa dan juga dia tidak begitu penting," Haewon berusaha mengalihkan pembicaraan saat mulai di cerca pertanyaan tentang dia. Dia siapa? Dia itu tak lain adalah Kim Taehyung.
Tiba-tiba mereka berdua di kagetkan sebuah suara. Seorang laki-laki datang mendekati mereka berdua. Haewon tersentak kaget ketika mengetahui siapa yang datang.
"Park Junghyun!" Haewon bangkit dari duduknya, manakala dia tahu siapa yang baru saja datang. "Dari mana kau tahu aku ada di sini?"
"Yeonji yang memberitahuku!" sahutnya penuh dengan kepercayaan dirinya.
Tatapan Haewon langsung beralih ke sahabatnya Min Yeonji. Tatapan mata yang meminta penjelasan apa maksud dari semua ini.
"Kenapa kau harus berakting?" tanyanya ketus.
"Bu-bukan begitu maksudku. Aku tidak berakting, aku ha--"
"Aku tak butuh penjelasanmu! Kau pasti melakukan ini hanya karna uang, kan!?" terka Haewon yang tiba-tiba menyela Yeonji.
"Haewon-ah, a-aku minta maaf!" lirih Yeonji. Haewon tak merespon ucapan sahabatnya itu.
Junghyun tersenyum puas. "Sudahlah, jangan menyalahkan Yeonji. Dia kan juga sahabatmu."
"Dia bukan sahabatku lagi, kepercayaanku sudah pudar. Kenapa kau memberitahukan ini padanya!" suara Haewon terdengar meninggi menatap sahabatnya yang terlihat begitu sangat menyesal telah memberitahu Junghyun bahwa Haewon sudah kembali ke Seoul.
Pada hari itu juga bukan hanya satu kado kejutan yang di dapat oleh Haewon, melainkan dua buat kado kejutan yang didapat Haewon hari itu juga.
"Di mana dia? Apa sudah datang?" sebuah suara wanita berasal dari belakang membuat Haewon tersentak kaget. Dia begitu sangat familiar dengan suara itu.
"Ah, Ibu sudah datang!" ucap Junghyun.
"Selamat siang nyonya Park!" sapa Min Yeonji.
"Oh Yeonji-ya, kau di sini juga. Di mana dia? Ibu ingin sekali mengenalnya," tanya wanita itu.
Sekali lagi Haewon yang masih memunggungi wanita itu sudah bisa menebak suara siapa itu. Haewon langsung membalikkan badannya, manik matanya langsung menangkap objek yang ada di depannya. Gadis itu sama sekali tidak kaget, justru wanita yang ada di depannya itu langsung terkejut saat melihat Haewon. Senyuman smirk terlihat di bibir gadis berambut panjang ketika tebakannya benar.
"Haewon-ah ...." ucap wanita yang tidak lain adalah Ibu kandung Haewon.
"Waaah, Ibu sudah mengenalnya? Sangat kebetulan, jadi aku tak perlu susah payah mengenalkan Haewon pada Ibu!" Junghyun terlihat sumringah.
"Ibu ...." Haewon menatap tajam Junghyun, "kau bilang dia Ibumu?!"
Lagi senyuman smirk tersungging di bibir tipis Haewon. Gadis itu segera meraih tasnya dan menyelempangkan di tubuhnya, segeralah dia berlalu dari tempat itu.
πΎ