Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Hari masih pagi tapi dapur keluarga Prasetya sudah sibuk. Sebuah mangkuk plastik yang berisi potongan wortel dan daun bawang itu ada di dekat kompor, sementara botol-botol berisi rempah-rempah memenuhi meja. Beberapa sendok dan garpu yang habis dipakai ada di wastafel, menanti dibersihkan. Di dekat mangkuk kosong, ada pisau dan kulit bawang yang berceceran. Seakan menambah riuh, cangkir-cangkir teh yang mengepulkan asap ada di dekat botol kaca yang berisi bubuk cabe kering. 

Damian menyalakan keran dan mencuci beras, membiarkan air di panci mendidih. Di dekatnya, gawainya menyala, menampilkan video seseorang yang membuat bubur ayam. 

"Abis ini, siapkan potongan ayamnya. Eh, tapi ada nggak ya, di kulkas?" tanya Damian, meninggalkan pekerjaannya. Lelaki itu belum membuka kulkas saat pagar depan terbuka. 

Damian mematikan kompor sebelum menemui Dhisti. Wanita itu menyapa Damian dengan ramah sebelum menyelipkan rambutnya yang mencuat ke belakang telinga. 

Sejenak, Damian memperhatikan wajah itu dan menyadari ada ketenangan yang mengalir di hatinya. Damian membiarkan rasa itu hadir, menyadari ada yang berbeda dari Dhisti. Wanita itu mengenakan kemeja hitam motif hati dan celana panjang hitam. Lengan kemejanya yang pendek menampilkan keindahan tersendiri saat Dhisti yang mengenakannya. Renda yang menghiasi pakaian Dhisti mempercantik penampilan. Damian belum pernah merasa begitu damai saat memandang seseorang. Dhisti mengulas senyum tipis, menyadari tatapan Damian yang begitu intens, tapi ia tidak ingin menyelam lebih dalam.

"Pak, saya langsung ke Tante Nadia atau Satria?" tanya Dhisti.

Damian segera mengusir pikiran tadi dan memasang wajah tegas. "Kamu lama banget sih, nyampenya? Bantuin saya dulu buat bubur. Harus enak, ya," balas Damian sebelum berbalik.

Dhisti mendesah pelan sebelum mengiakan perkataan Bosnya. Wanita itu mengikuti langkah Damian dan seketika membulatkan mata melihat kekacauan di dapur.

"Ini Bapak mau masak atau perang? Berantakan banget, sih. Fino bisa nangis lihat ini, Pak," ujar Dhisti menggelengkan kepala.

Damian menoleh pada Dhisti sambil memasukkan beras ke panci. "Nggak usah menghina begitu, Dhis. Makannya saya minta kamu kemari untuk bantuin. Dan nggak usah bawa-bawa Fino. Tugas dia bukan beresin dapur, kan?"

Dhisti memajukan bibir dan melangkah perlahan menuju meja saji. Melawan Damian tidak akan menemukan ujung yang membahagiakan. Wanita itu melepas tas selempangnya dan meletakkan buket bunga dengan hati-hati. Damian menoleh dan menaikkan alisnya. 

"Ngapain kamu beli mawar?"

Dhisti mengulas senyum, melirik mawar putih dan desi merah muda. Hiasan pita dengan warna senada menambah kesan manis. "Buat Tante Nadia. Mereka bilang, orang yang sakit akan cepat pulih kalau lihat bunga."

Damian berdecak. "Terserah kamu. Udah, ini tolong kamu lanjutin. Saya mau cek Mama dan Satria. Oh ya, sekalian siapkan susu buat Satria. Tadi udah habis.”

Dhisti mengiakan sebelum berjalan mengambil alih pekerjaan Damian. Perlahan, Dhisti mengaduk beras di panci sambil memindai yang lain. Ia harus mempersiapkan pelengkapnya agar lebih cepat selesai. Tangan Dhisti bergerak cepat sambil menyiapkan semuanya. 

Sementara itu, Damian menatap Nadia yang terbaring lemah. Wajahnya terlihat lemah dan sedikit pucat. Damian perlahan membenarkan letak selimut ibunya. 

"Ma, sebentar lagi makan, ya. Abis itu minum obat," ujar Damian lembut.

Nadia membuka matanya walau sulit dan menatap Damian. "Nanti aja, Dami. Mama belum lapar."

Damian mendesah pelan. Kemarin malam Nadia mengeluh kepalanya sakit. Damian sudah memintanya untuk beristirahat tapi Nadia malah sibuk mengurus Satria. "Ma, lain kali kalau badannya nggak enak jangan dipaksa. Mama ada darah rendah soalnya."

Nadia mengangguk lemah mengerti dengan kecemasan Damian. 

"Katanya Dhisti mau kemari," ujar Nadia lirih.

Damian mengembuskan napas, menyadari Nadia yang sepertinya sangat mengharapkan kehadiran Dhisti. "Iya. Dia lagi siapkan bubur buat Mama."

Tak lama Dhisti memasuki kamar membawa nampan. "Halo, Tante. Selamat pagi," sapa Dhisti lembut. 

"Aku masakin bubur sama bawain bunga buat Tante," lanjut Dhisti lagi. 

Nadia mengulas senyum kala matanya melihat bunga kesukaannya. "Wah, makasih, Dhis. Indah sekali bunganya."

Damian membantu Nadia untuk duduk sambil mengatur bantal di punggung ibunya agar lebih nyaman. 

“Ini kamu harus letakkan bunganya di vas, Dami. Tambah air sedikit saja,” ujar Nadia, menunjuk buket.

Damian mengiakan sebelum membuka jendela lebih lebar, memberi kesempatan udara pagi untuk memasuki ruangan. Dhisti menatap Nadia lembut dan meraih tangan wanita paruh baya itu. 

“Tante makan dulu, ya. Aku suapin.” ujar Dhisti.

Nadia mengangguk dan membiarkan kehangatan bubur memberinya energi. Namun, kehadiran Dhisti lebih dari segalanya.

"Tante kayaknya terlalu sibuk. Makannya diminta istirahat. Tapi nggak nyaman, Dhis. Biasanya jam segini udah sama Satria," ujar Nadia setelah buburnya tandas.

Dhisti mengiakan dan meraih tangan Nadia. "Kan, ini demi kebaikan Tante juga. Nanti setelah pemulihan Tante harus lebih ekstra menjaga kesehatan."

Nadia mengangguk dan menatap dalam wajah Dhisti yang tersapu make-up tipis. "Tante perlu kamu buat jadi pengingat dan teman ngobrol, Dhis."

Dhisti mengernyitkan kening mendengarnya. "Maksudnya, Tan?"

"Suatu hari nanti kamu pasti ngerti. Damian walau kadang ketus, hatinya baik dan penuh cinta. Tapi terlebih buatmu, Dhis. Dia akan melakukan apapun buat menjagamu.”

Damian bertukar pandang dengan Dhisti. Keduanya terperanjat mendengar perkataan Nadia. Namun, Damian lebih dulu menguasai dirinya. “Ma, please. Lebih baik istirahat, ya?”

Dhisti membenarkan perkataan Damian sebelum membereskan mangkuk dan gelas. 

“Kalian ini memang pandai menyangkal,” ujar Nadia, mengulas senyum. 

Damian menggeleng sebelum keluar dari kamar ibunya, meninggalkan Dhisti. "Sebentar aku lihat Satria ya, Tan. Aku kembali lagi buat bantuin Tante minum obat."

Wanita paruh baya itu mendesah pelan ketika dua orang itu pergi dan kembali berbaring. Nadia yakin, keadaannya sudah lebih baik sekarang. Ya, kadang hal sederhana pun bisa membuat beban sedikit terangkat.

**

Di dapur, Dhisti berusaha untuk menyibukkan pikirannya agar tidak fokus pada perkataan Nadia. Wanita itu mengembuskan napas berkali-kali sebelum mencuci piring. Caranya berhasil dan ia bisa sedikit lebih tenang. Namun, ia kembali mempertanyakan perasaannya. Dhisti menggeleng dan segera mengelap meja makan sebelum membersihkan laci. Dehaman Damian membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya. Dhisti berbalik dan menemui lelaki yang selama ini menjungkirbalikkan hatinya.

“Jangan kamu berharap lebih sama saya, Dhis,” ujar Damian.

Wanita itu mengernyitkan keningnya. “Saya nggak ngerti, Pak.”

Damian berdecak kesal. “Saya cuma lagi mikir kalau kamu berharap saya mengambil langkah lebih jauh. Seperti menjalin hubungan serius, misalnya. Well, ingat ya. Mama cuma nggak tenang lihat saya yang masih single.”

Dhisti perlahan menatap manik cokelat Damian yang berkilat penuh ketegasan. Dhisti teringat saat kali pertama ia mengenal lelaki itu yang penuh karisma. Namun, wanita bermata almond itu tidak menyangka jika perasaannya berubah. Betapa rumitnya cinta.

“Dhis, ngerti kan?”tanya Damian, tak sabar.

Wanita itu mengiakan sebelum melanjutkan pekerjaannya. Damian mengangguk dan memberi perintah agar Dhisti memasak makan siang untuk Nadia.

“Nanti saya pesan makanan aja buatmu, okay?”

Dhisti belum menjawab saat tangisan Satria terdengar. Damian, tanpa memberi perintah lagi, segera berjalan cepat untuk menemui anaknya. Dhisti mengikuti langkah lelaki itu dan mengintip dari balik pintu. Di dalam, Damian memainkan kincir angin sambil menyanyikan lagu sambil menggoda Satria dengan perkataan yang dibuat serupa anak kecil.  Meski Dhisti tidak bisa melihat Satria, tapi wanita itu yakin, anak itu kini tertawa bahagia. Dhisti mengembuskan napas, tak pernah mengerti dengan Damian yang begitu cepat berubah. Wanita itu menemukan Damian yang begitu perhatian tapi dalam hitungan menit, dia akan kembali bersikap menyebalkan. 

"Tapi anehnya, aku nggak pernah bisa membencimu, Damian," ujar Dhisti, lirih.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Crashing Dreams
241      205     1     
Short Story
Terdengar suara ranting patah di dekat mereka. Seseorang muncul dari balik pohon besar di seberang mereka. Sosok itu mengenakan kimono dan menyembunyikan wajahnya dengan topeng kitsune. Tiba-tiba sosok itu mengeluarkan tantou dari balik jubahnya. Tanpa pasangan itu sadari, sosok itu berlari kearah mereka dengan cepat. Dengan berani, laki-laki itu melindungi gadinya dibelakangnya. Namun sosok itu...
Gloomy
567      369     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Katamu
2913      1092     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Wannable's Dream
38674      5719     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
KAU, SUAMI TERSAYANG
641      438     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?
Hyeong!
161      140     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Two Good Men
537      373     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
Cinta Dalam Diam
733      481     1     
Short Story
Kututup buku bersampul ungu itu dan meletakkannya kembali dalam barisan buku-buku lain yang semua isinya adalah tentang dia. Iya dia, mungkin sebagian orang berpendapat bahwa mengagumi seseorang itu wajar. Ya sangat wajar, apa lagi jika orang tersebut bisa memotivasi kita untuk lebih baik.
HOME
299      222     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Kenangan Hujan
516      382     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi