Loading...
Logo TinLit
Read Story - Edelweiss: The One That Stays
MENU
About Us  

Bangunan kota bercorak minimalis memenuhi pandangan mata. Gedung tinggi pencakar langit beberapa perusahaan terkenal menjulang tinggi. Berbagai transportasi ramai di jalan raya. Suasana pagi menjelang siang yang lumayan panas. Aura baru bangun setengah jam lalu, menyadari mereka sudah tiba di kota tujuan. Ini kota teramai kedua setelah ibukota. Gadis itu tidak punya ide sama sekali kenapa Reza memilih kota ini untuk menjadi tempat kaburnya. Mungkin supaya Aura tidak mencarinya ke sini, Reza tahu dia tidak suka keramaian.

“Apakah kamu punya petunjuk tentang keberadaan temanmu?”

Aura menggeleng, tanpa menoleh pada Kepala Sekolah yang bertanya. Tatapannya menyusuri setiap pemandangan yang ada.

“Bisakah kau bekerja sama sebentar? Kami memerlukannya!” tegas Detektif Sam yang duduk di depannya, mengemudi.

Aura mendengus, “Bisakah kau memercayaiku sekali saja? Pasti akan kuberitahu kalau aku memang tahu! Aku juga ingin menemukan Reza.”

Detektif Sam tidak menanggapi.

Seorang perempuan memajukan kepalanya dari jok paling belakang, “Bagaimana kalau kita ke penginapan dulu?” tanyanya.

Kepala Sekolah yang mendengarnya, mengangguk. Meminta detektif di sampingnya ke suatu tujuan.

Aura menoleh ke jok paling belakang, sejak kapan ada orang lain di belakang.

“Hai Aura,” sapa gadis berambut bob dengan anak rambut menutupi dahi. Senyumannya manis, tampaknya dia ramah. “Mungkin lo nggak kenal, tapi gue tahu lo kok. Nama gue Jila.”

“Kenapa lo ada di sini?” tanya Aura heran.

“Nemenin lo. Saat Ayah bilang dia akan pergi keluar kota mencari orang bersamamu, gue minta ikut.” Jila berbisik, mengangkat bahu santai.

“Ayah?” Aura mengulang.

Jila menunjuk penumpang di samping supir dengan dagu.

♦♦♦

Dari lima kamar yang dipesan di penginapan, Aura ditempatkan sekamar dengan Jila. Kamarnya tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman untuk mereka beristirahat setelah kurang lebih tiga jam mereka berada di dalam mobil. Setiap kamar berukuran persegi 3x3m2, ditambah dengan kamar mandi. Terdapat sebuah lemari, meja serta dua single bed. Semua perabotannya terbuat dari kayu asli. Rasanya seperti kamar di pedesaan. Kipas angin yang menggantung pada dinding, bukan air conditoner seperti hotel, tapi udara di daerah ini tidak sepanas di tengah kota. Mungkin ini di bagian pinggiran kota.

“Pencarian akan dilakukan selama tiga hari, jika sampai hari terakhir tidak ditemukan tanda-tanda petunjuk, kita akan meninggalkan kota ini. Kasus ditutup tanpa penyelesaian.” Detektif Sam berbicara ketika semua orang turun dari mobil. “Usai makan siang, kami akan mulai mencari target utama ke seluruh penjuru kota. Sepanjang tidak mengganggu, kalian bisa ikut mencari. Atau kalian lebih baik duduk di penginapan saja,” lanjutnya kepada Aura dan Jila.

Tim Detektif Sam yang sebelumnya berada di mobil kedua—berbeda dengan mobil Kepala Sekolah—mengangguk paham. Kemudian mereka masuk ke penginapan untuk menikmati kamar masing-masing.

Pukul setengah 12 siang, makanan dari pelayan penginapan diantar. Cukup awal untuk menyantap makan siang bagi Aura. Gadis itu mendiamkan makanannya di meja samping kasur, berkutat dengan ponselnya sejak beberapa menit lalu.

“Kalau kelamaan, nanti makanan lo jadi hambar,” komentar Jila yang sudah menghabiskan makanannya.

“Makan saja kalau lo mau,” jutek Aura tidak peduli.

Mata Jila sedikit berbinar karena terkejut, kemudian menggeleng. “Thanks, tapi gue lagi diet. Meski makanannya enak, ah lupakan, semua makanan jadi enak kalau lagi diet.”

Aura tidak menanggapi lagi. Sedari tadi, dia memilih kalimat yang pas untuk memberitahu Reza bahwa mereka ada di kota yang sama. Tetapi sekarang Aura merasa bingung apakah dia harus melakukannya atau tidak. Siapa yang tahu Reza malah akan menghindar dari pencarian tim detektif? Itu buruk.

“Lo beneran nggak mau makan?” tanya Jila lagi. Rupanya sejak tadi dia tidak bergerak dari tempat tidurnya, memerhatikan Aura dan melirik makanan di atas meja.

Aura memutar kepalanya, mendengus pelan. “Makan sekarang kalau memang mau, atau nanti gue yang makan.”

Jila menggigit bibir, terlihat berpikir sesuatu.

Aura berdecak, meraih piring makannya. Melahap sesuap nasi dibawah tatapan Jila yang menelan ludah. Tidak tahan makan sambil dipelototi, Aura mengulurkan piringnya, menawarkan.

“Kebanyakan,” alasannya.

Jila tersenyum lucu, beranjak ke kasur Aura dan menyuap makanan dengan sendoknya. Ia tertawa kecil dengan nasi di mulutnya. “Tadi pagi gue nggak sarapan, niatnya mau diet. Tapi malah jadi kelaparan, dietnya tunda dulu deh.”

Aura hanya diam mengunyah, masih sedikit kaget saat tadi Jila tiba-tiba duduk di hadapannya.

Selesai makan bersama, Jila berbaik hati membawa piring-piring ke depan kamar untuk nantinya diambil petugas penginapan. Berpapasan dengan Kepala Sekolah di depan pintu yang hendak menemui mereka.

“Ayah,” sapa Jila.

“Kami akan pergi sekarang, apakah kalian mau ikut?” tanya Bapak Obay.

Jila menoleh ke dalam kamar, ternyata Aura sudah berjalan ke arah pintu. Mengangguk, “Tentu saja aku ikut, Yah.”

“Baiklah, ayo ke mobil sekarang.”

♦♦♦

Udara di dalam mobil memang dingin, kebetulan mobil van mereka hanya diisi 4 orang. Namun bagi seorang gadis yang aktif seperti Jila, dia tidak tahan berlama-lama di dalam suatu kendaraan. Membosankan. Apalagi tidak ada yang bisa diajaknya mengobrol—Aura malas menanggapi obrolannya. Jahat, pikir Jila sih begitu.

“Kenapa kalian menghabiskan banyak uang hanya untuk menyelidiki kasus ini? Nggak ada jaminan dalam tiga hari Reza akan ditemukan. Bagaimana kalau ujungnya, kalian hanya kehilangan uang tanpa ada hasil yang setimpal?” Aura membuka suara di antara lengang.

Kepala Sekolah melirik sedikit, “Pihak keluarga yang membiayai perjalanan ini demi ditemukannya pembunuh Bapak Marcus.”

“Keluarganya? Siapanya?”

Bapak Obay menggeleng, “Kami hanya menerima email berisi permintaan kasus ditinjau ulang, tidak bertemu langsung. Mereka setuju untuk membayari penyelidikan ini, termasuk menyewa tim detektif secara khusus.”

Aura mengembuskan napas, berhenti bertanya.

“Apakah kamu mengenal keluarga Bapak Marcus, Aura?” Kepala Sekolah bertanya balik.

“Yang aku tahu dia nggak punya keluarga,” ketus Aura.

Hal pertama yang mereka lakukan untuk mencari keberadaan Reza adalah membuat selebaran orang hilang, lengkap dengan wajah Reza yang memakai seragam sekolah. Hanya itu foto yang pihak sekolah punya. Aura tidak tertarik memberi foto yang lebih baik. Tujuh orang bawahan Detektif Sam segera berpencar membawa setumpuk selembaran di tangan. Aura dan Jila juga diberikan beberapa selembaran, mereka mencari bersama. Setiap kali berpapasan dengan orang lain, mereka akan menunjukkan wajah Reza di selebaran tersebut. Cara yang cukup melelahkan dan memakan waktu lama, tapi mau bagaimana lagi.

“Buat lo Reza itu apa?” tanya Jila tiba-tiba.

Aura menoleh sekilas, “Fokus saja bertanya pada orang-orang. Berhenti banyak tanya.”

“Lo benar-benar yakin Reza nggak ada kaitannya dengan pembunuhan guru itu? Sungguh?” Jila tidak mendengarkan perintah.

Aura menghentikan langkahnya. Entah karena cahaya matahari yang menyilaukan atau karena pertanyaan Jila yang menyebalkan baginya, membuat matanya menyipit memandang wajah Jila yang tampak serius kali ini.

“Lo juga curiga sama dia?”

“Gue cuma ingin memastikan seberapa kuat keyakinan lo bahwa Reza nggak membunuh Bapak Marcus,” jawab Jila.

“Gue kenal dia, Reza bukan laki-laki yang jahat kayak di pikiran lo. Dia nggak punya alasan untuk membunuh siapapun.” Aura menekankan intonasinya, bicara tepat di depan wajah Jila. “Tutup mulut lo mulai sekarang.”

Aura melangkah lagi meninggalkan Jila yang masih diam di tempat.

“Dia ayah lo, bukan? Pak Marcus.” Seruan Jila sempurna membuat kaki Aura mendadak berhenti.

Wajah Aura seketika berubah.

♦♦♦

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gagal Menikah
4919      1646     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
Inspektur Cokelat: Perkara Remaja
342      239     1     
Short Story
Elliora Renata, seorang putri dari salah satu keluarga ternama di Indonesia, hal itu tak menjamin kebahagiaannya. Terlahir dengan kondisi albinis dan iris mata merah tajam, banyak orang menjauhinya karena kehadirannya disinyalir membawa petaka. Kehidupan monoton tanpa ada rasa kasih sayang menjadikannya kehilangan gairah bersosialisasinya sampai akhirnya...serangkaian kejadian tak menyenangkan...
The Friends of Romeo and Juliet
20536      3079     3     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
Bintang, Jatuh
3791      1526     0     
Romance
"Jangan ke mana mana gue capek kejar kejar lo," - Zayan "Zay, lo beneran nggak sadar kalau gue udah meninggal" - Bintang *** Zayan cowok yang nggak suka dengan cewek bodoh justru malah harus masuk ke kehidupan Bintang cewek yang tidak naik kelas karena segala kekonyolannya Bintang bahkan selalu mengatakan suka pada Zayan. Namun Zayan malah meminta Bintang untuk melupakan perasaan itu dan me...
Aditya
1430      646     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Sepotong Hati Untuk Eldara
1640      773     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
TRIANGLE
342      225     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Vandersil : Pembalasan Yang Tertunda
393      289     1     
Short Story
Ketika cinta telah membutakan seseorang hingga hatinya telah tertutup oleh kegelapan dan kebencian. Hanya karena ia tidak bisa mengikhlaskan seseorang yang amat ia sayangi, tetapi orang itu tidak membalas seperti yang diharapkannya, dan menganggapnya sebatas sahabat. Kehadiran orang baru di pertemanan mereka membuat dirinya berubah. Hingga mautlah yang memutuskan, akan seperti apa akhirnya. Ap...
The Eye
446      300     2     
Action
Hidup sebagai anak yang mempunyai kemampuan khusus yang kata orang namanya indigo tentu ada suka dan dukanya. Sukanya adalah aku jadi bisa berhati-hati dalam bertindak dan dapat melihat apakah orang ini baik atau jahat dan dukanya adalah aku dapat melihat masa depan dan masa lalu orang tersebut bahkan aku dapat melihat kematian seseorang. Bahkan saat memilih calon suamipun itu sangat membantu. Ak...
BORU SIBOLANGIT
549      322     8     
Short Story
Dua pilihan bagi orang yang berani masuk kawasan Hutan Sibolangit, kembali atau tidak akan keluar darinya. Selain citra kengerian itu, Sibolangit dikaruniakan puncak keindahan alami yang sangat menggoda dalam wujud Boru Sibolangit -Imora dan Nale, tidak sembarang orang beruntung menyaksikannya.