"Apa yang...?"
"Kamu lengah," ucap gadis itu di balik sulur-sulurnya."Pertahananmu
payah."
Cavan tidak bisa berkata apa-apa. Darah segar dari mulutnya terus mengucur disertai darah yang ada di dadanya. Seketika pandangannya pelan-pelan menggelap, tidak kuat menahan. Badannya lemah, dan tidak bergerak.
"Dasar payah," ejeknya, seluruh tubuhnya tenggelam dalam sulur-sulur bunga mawar, meninggalkan Cavan yang sudah tidak berdaya lagi.
Berita mengenai ledakan secara tiba-tiba tersebut terdengar cepat. Kelompok Kaia keluar dari markas pusat, memeriksa keadaan.
"Kenapa mereka belum kembali?" Arimbi dan yang lain sudah sampai di tempat kejadian menaiki tunggangan naga yang disewanya sementara. Di sana, ada pula polisi sihir yang memeriksa keadaan. Ledakan tersebut disebabkan ada banyaknya sulur-sulur bunga mawar. Bukan di tempat kejadian. Sebelum di tempat kejadian pun sama.
"Tapi, aku merasakan daya sihir yang kuat dari area sini," kata Ofelia."Kita harus mencari mereka segera mungkin."
Sementara Kinara, Srikandhi bersama Bradja tampak membantu orang-orang yang terluka ke tempat aman.
"Bagaimana ini? Mereka terluka."
"Di sini enggak ada tim medis," kata Kinara khawatir melihat orang-orang yang mereka tolong."Enggak ada yang bisa mengobati mereka kalau
begini..."
"Kinara, bukannya kamu bisa menyembuhkan orang-orang di sini menggunakan sihirmu yang pernah kamu lakukan padaku waktu itu? Ingat?" kata Bradja menyarankan.
"Oh, iya! Bagaimana aku bisa lupa! Tapi," menatap ke arah Srikandhi."Kamu juga bisa, kan sebagai Lakon? Bukannya kamu punya sihir penyembuhan? Seperti saat di kamar kamu terkena pukulan Arjuna?"
"Iya, aku punya. Masalahnya, aku belum pernah menyembuhkan
orang."
"Dicoba saja dulu," kata Bradja.
"Baiklah. Aku pinjam sihirmu."
"Untuk apa?"
"Kalau yang disembuhkan sebanyaknya ini, mana mungkin aku mampu. Dengan sihirmu, sihir penyembuhanku bisa tersalurkan," ujar Srikandhi.
Mereka berdua berdiri.
"Ayo, kita lakukan."
Srikandhi menempelkan tangan kanannya ke dada Kinara. Sihirnya mulai bersinkronisasi dengan sihir milik Kinara, saling bertaut. Alhasil dengan penyatuan sihir dari keduanya, Srikandhi melemparkan sihir penyembuhan kepada orang-orang yang mengalami luka. Orang-orang di sana yang terbaring lemah berangsur membaik.
"Berhasil!" seru Kinara.
Bradja yang menyaksikannya takjub. Dua cewek di depannya ini telah berhasil menyembuhkan orang-orang yang terluka.
Seorang anak perempuan yang mereka tolong, tidak merasakan sakit lagi. Lukanya menghilang tanpa bekas.
"Terima kasih, Kak..." ucapnya pelan.
Kinara menatapnya tersenyum.
Di sisi lain, Orion bersama Arjuna, mencari keberadaan mereka. Mencari di sisi lain area ledakan. Langkah keduanya terhenti saat melihat sosok yang amat dikenal mereka. Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui pemuda terlilit sulur-sulur bunga mawar, terkapar dengan bergelimangan darah.
"Bang Cavan!"
Mereka segera menolongnya. Orion menemukan satu bilah pedangnya yang tidak patah, menggunakannya untuk menyabet sulur-sulur bunga itu dari tubuh Cavan.
"Bang Cavan..." Orion meratap.
"Bagaimana Tuanku?" tanya Arjuna, duduk berjongkok, menatap Cavan yang kedua matanya ditutupi tangan Orion sendiri.
"Beri tahu kakak dan yang lain soal ini. Apa kamu bisa?"
"Bisa Tuanku. Dengan menggunakan duplikat sihir saya."
Arjuna membentuk sebuah duplikat sihir mirip dengannya. Dia nemberitahu padanya untuk memberitahu Arimbi dan yang lain di markas. Duplikatnya itu mengangguk paham, melesat pergi menuju markas.
"Kita harus mengejar si pelaku. Mungkin saja dia masih berada di sekitar sini. Aku merasakan, dia sedang memburu Kinara."
Keduanya beranjak pergi mencari pelaku yang menewaskan Cavan. Jika tidak begitu, Kinara yang akan ditangkap. Mereka melesat menuju area yang masih jadi kawasan ledakan. Warga sekitar diungsikan oleh Polisi Sihir. Dari atas atap toko, Orion menatap sekeliling dari atas. Dia merasakan sihir yang kuat.
"Ada apa, Tuanku?" Arjuna menyadari sang Spirit merasakan sesuatu.
"Tidak. Aku merasakan sesuatu... Daya sihir ini..."
"Bukan daya sihir Nona Kinara?"
Mereka segera pergi ke arah daya sihir yang dirasakan Orion. Seperti apa yang dirasakan Orion, daya sihir itu berasal dari arah timur. Mereka menjejakkan kaki di atas atap suatu rumah mewah. Di sekitar rumah itu dan jalannya di mana-mana tertutupi oleh sulur-sulur bunga mawar.
"Sampai ke sini?" Arjuna menatap semua sulur. Sulur-sulur bunga mawar yang berduri di sisinya tampak mengganggu. Tanpa menunggu lama, mereka kembali mencari Kinara. Di sela-sela sulur-sulur berduri itu langkah mereka terhenti saat mata mereka bertemu dengan gadis berambut merah panjang tadi.
"Ternyata muncul juga orang yang berbeda," ujarnya.
"Kamu ya yang melakukannya terhadap Bang Cavan?" sahut Orion.
"Cavan?" Gadis itu tampak mengingat."Ah, pria tadi itu, ya? Kamu temannya?"
"Aku enggak akan membiarkanmu," tangannya mengepal bercampur geram. Dia merasa tidak terima apa yang dilakukan gadis ini terhadap seniornya.
"Dia memang payah," katanya."Sihirnya hanya segitu saja. Dia bahkan tumbang oleh sulur bungaku ini." Memandangi mereka dengan tajam."Jadi dia Lakon-mu?"
Orion geram sekarang.
"Tuan," Arjuna maju, menahannya."Saya rasa bunga mawar miliknya itu adalah Lakon-nya. Dia berbahaya."
"Aku merasakannya juga begitu," kata Orion, tangannya yang membawa pedang milik Cavan.
"Berikan perintah kepada saya."
Orion mengangguk memerintahkan Lakon-nya maju.
"Hati-hati dengan serangannya!" peringatnya, ikut menyerang dari arah lain.
Sulur-sulur bunga mawar milik gadis itu mulai bergerak merambat, menyerang mereka bersamaan.
Arjuna melancarkan sihir apinya,"Fire Hole!"
Sihir apinya membentuk sebuah lubang menganga. Sulur-sulur bunga mawar itu perlahan terbakar.
"Bagus!"
Orion menghindari sulur-sulur yang lain. Melompat, merentangkan pedang Cavan, memotongnya secara brutal. Suara besetan pedang disertai besetan batang pun beradu. Dia menjejakkan kaki setelahnya.
"Percuma saja kamu menebasnya. Sulur-sulurku ini bisa tumbuh kembali," katanya.
Orion tersentak. Melihat sulur-sulur yang lain saling menyerangnya dari arah lain. Kelopak bunga mawar paling besar pun terbuka lebar, tampak seperti geram.
"Proses pertumbuhannya cepat sekali!" Dia melompat menghindar. Arjuna mengerahkan sihir apinya secara menyeluruh, membakar habis mereka semua. Arjuna terbang menghampiri Orion, melindunginya.
"Anda tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa. Masalahnya, walau dibakar sekalipun, sulur-sulur bunga jelek ini akan tumbuh lagi. Kita harus mendekati cewek itu agar pertumbuhan Lakon-nya ini
berhenti," cetusnya.
Arjuna melototkan matanya.
"Anda ingin mengalahkan cewek merah itu sendirian?"
"Ya, akan kutusuk menggunakan pedang ini," menatap pedang Cavan, kedua ujungnya masih tetap sama tajam.
"Itu terlalu nekad untuk Anda!"
"Kalau tidak, kita bisa kalah."
Arjuna membisu.
"Kamu habis sembuh dari luka waktu itu. Jangan terbebani."
"Saya tidak merasa terbebani, Tuan. Hanya saja..."
"Kita kalah jumlah, Arjuna. Aku tahu, dengan sihirmu sulur-sulur ini bisa dipatahkan. Tapi, kita benar-benar menang jika mendekatinya."
"Baiklah. Kita lawan bersama, Tuan. Saya akan mengalihkan
perhatiannya."
Mereka berpencar kembali. Arjuna ke arah yang berbeda. Maju terlebih dulu untuk mengalihkan perhatian musuh. Arjuna kembali melancarkan sihir apinya,"Fire Ball!" Muncul bola-bola api berputar di sekelilingnya. Merentangkan tangannya. Alih-alih bola api berputar, bola api tersebut melesat ke arah musuh. Gadis berambut merah menutupi mukanya dengan kedua lengannya, rambutnya tersibak oleh angin. Bola-bola api membakar semua sulur-sulurnya.
"Enggak pantang menyerah, ya?" katanya.
Orion melesat ke arah gadis berambut merah-tepat di belakangnya. Si rambut merah menoleh, tepat ditengkuknya, Orion melayangkan pedang Cavan. Suara besetan disertai darah mengucur deras.
Gadis merah memekik,"Apa yang kamu lakukan padaku?!"
Orion menyeringai.
"Kamu sengaja, ya?!"
"Tidak," kata Orion."Kelemahan seorang Lakon adalah bila si Spirit diserang." Merentangkan kembali pedang Cavan."Sekarang saatnya mengakhiri dan melindungi Kinara."
"Kinara? Ow, gadis, lemah itu, ya..."
"Dia bukan gadis lemah," bersiap akan menusukkan pedang itu ke dadanya."Dia gadis kuat."
Gadis rambut merah tersenyum meremehkan."Entah kenapa... Kenapa Tuan Albert sangat menginginkannya..."
"Tuan Albert? Siapa dia?"
"Dia adalah pemimpin kelompok kami... Dia yang memberikan sihir kepada kami..."
"Aku akan memburunya demi Kinara setelah membunuhmu!" merentangkan pedang Cavan, saat akan menusukkannya ke arah dadanya, ada sesuatu lebih dulu menusuk di belakang punggungnya.