Setelah mereka menyembuhkan orang-orang yang terluka, polisi sihir bersama tim medis datang. Mereka dimintai keterangan lebih lanjut mengenai peristiwa yang dialami.
"Jadi, kalian berada di sini untuk makan es krim?"
"Benar, Bu."
"Lalu?"
Kinara dan Srikandhi menjelaskan hingga sedetail-detailnya tentang kejadian yang berlangsung. Dua polisi wanita itu beralih pandang gantian ke Bradja.
"Dan Anda juga berada di TKP juga?" tanya salah satu polisi sihir wanita bertubuh kurus. Wajahnya mirip Wenesday Addams live action. Bedanya dia berkepang satu.
"Sa-saya..."
"Dia teman saya," jawab Kinara."Dia juga ada di lokasi kejadian." Dia buru-buru menutupi.
"Baiklah, saat di kejadian, Anda berada di mana?"
"Saya berada di toilet," kata Bradja. Padahal dirinya berada di toilet hanya ingin bertemu dengan Kinara, tidak lebih dari itu.
"Hanya satu teman kami yang berada di kedai tersebut," ungkap Srikandhi.
"Teman kalian ke mana sehabis kejadian tersebut?"
"Kami tidak melihatnya setelah kejadian itu."
"Iya, ya, Bang Cavan ke mana? Aku daritadi enggak lihat."
"Pastinya dia mengejar Roselyn," Bradja menebak.
Dua polisi sihir wanita beranjak meninggalkan mereka bertiga.
"Siapa Roselyn itu?"
"Dia temanku."
"Berarti Bang Cavan mengejarnya karena si Roselyn mengincar Kinara?"
"Kamu benar."
"Gawat, dong!"
"Tapi, kamu juga teman, kan?" Srikandhi menatap tajam Bradja."Kenapa enggak menangkap Kinara yang ada di depanmu?"
"Walau aku dari pihak musuh, aku enggak nengincar Kinara."
"Oh, ya?"
Bradja beranjak pergi sebelum Kinara memamggilnya."Kamu mau ke mana?"
Bradja menghentikan langkah."Aku mau melihat keadaan temanmu—kalian yang bernama Cavan itu. Jika melawannya, mungkin saja teman kalian itu kalah," katanya.
"Ayo, Srikandhi," Kinara menarik tangan Lakon-nya.
"Eh, eh! Tunggu dulu!" Srikandhi menghentikan tarikan tangan Kinara.
"Apa?"
"Enggak apa-apa nih? Maksudku, enggak apa-apa percaya sama dia?"
"Enggak apa-apa."
"Kenapa kamu begitu yakin sama cowok itu? Bisa saja dia menangkapmu!"
"Aku yakin, kalau enggak ada dia, kita bakal enggak bisa mendapatkan informasi tentang pemimpin dia—Albert!"
"Kamu berani, ya," kata Srikandhi, terdiam seraya menatap Spirit-nya itu."Atau jangan-jangan kamu selain ingin mencari informasi darinya, kamu... Suka sama dia?"
Deg.
Mata Kinara membelalak. Muncul semburat merah di kedua pipinya."A-aku mana suka anaknya!"
"Tapi mukamu merah?"
"Ah... A-aku cuma kepanasan, kok! Hahaha!" canggungnya, tangannya mengibas-ngibaskan seperti mengipasi.
Srikandhi tidak bertanya lagi. Kinara kembali menarik tangannya segera menyusul Bradja yang lebih dulu pergi. Dari arah perginya pemuda itu, ia bisa merasakan daya sihirnya.
"Ke mana dia pergi?"
Kinara melewati taman. Para polisi sihir masih berjaga di setiap penjagaan. Ofelia bersama yang lain menyusul di sekitar jalan banyak sulur-sulur bunga mawar dari arah lain. Salah satu polisi sihir menemukan sosok pria tewas terikat di antara sulur-sulur. Mereka kemudian memeriksa, benar saja—sesuai identifikasi—sosok pria itu adalah Cavan. Betapa mereka kaget bahwa teman satu tim mereka telah tiada. Polisi menemukan dada Cavan ditusuk. Para polisi sihir sebagian membawa secepat mungkin mayat Cavan ke rumah sakit terdekat.
"Aku tidak percaya," kata Ofelia.
Mereka berada di rumah sakit, duduk di ruang khusus pengunjung."Aku tidak tahu bakal seperti ini... Mereka begitu cepat menyerang kita..."
"Itu karena mereka mengincar Kinara," jawab Arimbi.
"Iya, soal Kinara mereka masih bersikukuh untuk mendapatkannya bagaimana pun caranya. Karena pemimpin mereka sangat misterius."
"Biar kami lihat keadaan Kinara dan Srikandhi, Nona," Larasti berkomentar.
"Karena cuma Bang Cavan yang ditemukan enggak bernyawa. Aku takut, jika Kak Srikandhi juga ikut terbunuh," Biru ikut berkomentar.
"Baiklah, temukan mereka segera," titah Arimbi,"berhati-hatilah."
Larasati dan Biru mengangguk. Di bawah kaki mereka muncul lingkaran sihir dengan warna berbeda. Mereka berdua langsung terisap, menghilang. Sekarang beralih kembali ke Kinara dan Srikandhi. Kinara yang masih menarik tangan Srikandhi menyusul Bradja. Mereka berlari. Kinara merasakan daya sihir pemuda kian mendekat.
"Dari arah sini!"
Tampak sulur-sulur bunga mawar itu bergerombol tak beraturan. Di suatu rumah mewah yang sudah tidak tampak lagi karena ketutupan, mereka bukan menuju rumah itu tetapi ke arah lain. Srikandhi mengeluarkan sihir airnya, berubah menjadi sebuah es. Membeset-besetkan sulur-sulur itu agar jalan mereka tidak terhalangi.
"Kamu masih merasakan daya sihirnya?"
"Masih. Dari arah sini..."
Mereka masuk lebih dalam lagi. Sulur-sulur itu tampak seperti Jeratan Setan. Di sisi lainnya, ada sulur-sulur yang telah rusak. Kinara merasakan daya sihir milik Bradja lebih dekat. Sosok yang dicari mereka duduk berjongkok. Tampak melihat melihat sesuatu.
"Bradja?"
Dari tudung yang dikenakannya, dia menoleh.
"Apa yang sedang kamu lihat—" Kinara menghentikan omongannya, mengatupkan mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Di depan mata sekarang, sosok pemuda dengan tubuh terbujur tidak bergerak... Darah segar mengalir dalam bibir dan dadanya... Ia terjatuh, menunduk, tidak percaya apa yang dipandanginya begitu pula dengan Srikandhi yang sama-sama terkejut.
"Orion..." katanya lirih.
"Dia teman kalian?" kata Bradja, tangannya menutup kedua mata Orion.
"Dia teman kami..." Srikandhi ikut terjatuh. Ada bulir bening keluar dari pelupuk mata cokelatnya yang indah."Orion..."
"Aku tahu ini berat bagi kalian. Sebelum kalian kemari, ada pemuda yang mengakui dirinya sebagai Lakon-nya..."
"Arjuna?" Srikandhi serak, menunduk, air matanya jatuh di pipi,"di-dimana dia sekarang?"
"Dia telah pergi, maksudku menghilang. Sebelum menghilang, dia mengatakan padaku untuk terus melindungimu, Kinara. Dia berkata lagi, dia meminta maaf kepadamu juga, Gadis Mungil," memandangi Srikandhi.
"Minta maaf padaku?"
"Dia meminta maaf kepadamu, dia tidak layak menjadi seorang pelindungi bagimu," lanjut Bradja."Kalau begitu, biar kuhubungi pihak kalian menggunakan Jiwa," bayangannya Yang bernama Jiwa muncul dari ujung kakinya. Membentuk sebuah lecutan lalu memisahkan diri masuk ke dalam tanah.
"Kenapa kamu yang memberikan pesan pada kelompok kami?" tanya Srikandhi."Nanti kalau bukan kami yang mengirim pesan, kelompok kami akan menyerang kamu."
"Aku tidak peduli."
Larasati dan Baru mencari Kinara terhenti, berhenti di salah satu rumah. Mereka menerjang turun, menjejakkan kaki ke tanah. Tiba-tiba Baru merasakan sesuatu di bawah kakinya. Dia menyambar tubuh Larasti, muncul di retakan jalan sesuatu bayangan mirip seperti akar.
"Apa itu?!"
Baru menjejakkan kaki ke jalan. Menurunkan Latasati. Dia memandangi bayangan itu yang berupa bentuk menyerupai sesosok pemuda."Kamu..."
"Saya tidak menyakiti kalian," katanya.
"Di mana Kak Kinara?"
"Dia berada bersama tuan saya. Saya ke sini ingin memberitahu kepada kamu berdua soal teman kalian."
"Soal apa? Teman kami—maksud kamu Orion?"
Duplikat mirip Bradja itu mengangguk. Menceritakan panjang soal keadaan Orion sekarang. Mereka terkejut.
"Cepat kalian kembali ke kelompok kalian beritahu dan yang lain."
"Bagaimana keadaan Nona Kinara?"
"Dia bersama tuan saya. Dia baik-baik saja."
Duplikat Bradja akan menghilang, Baru berseru,"Nama tuanmu adalah Bradja, bukan?"
Duplikat bayangan mirip Bradja itu menjawab ya, sebelum berubah kembali utuh menjadi bayangan, masuk ke dalam retakan.
"Kita kembali ke rumah sakit," ujar Larasati.
Baru menyetujuinya. Mereka beranjak pergi menuju rumah sakit lagi.