When it gets hard, you know it can get hard sometimes
It is the only thing makes us feel alive.
—Ed Sheeran, Photograph
• • •
"LO coba naikin sedikit nadanya Al, sama agak tambahin sedikit suara yang bikin mengiris hati," sahut Bentara.
Hugo yang duduk bersila di sebelah Alfred terbahak, dia bahkan memegangi perutnya yang terasa kaku. "Mengiris hati nggak tuh! Nggak sekalian mengiris bawang, hah? Chuaks."
"Anjir, ya, nggak gitu juga," kata Ben, disusul tawanya.
Padahal baru saja pulang dari rumah sakit, lelaki yang memiliki lesung pipi itu langsung membawa gitar kesayangannya ke pangkuan. Orang tua Ben sampai mengomel agar anak semata wayangnya istirahat terlebih dahulu, tapi Ben keras kepala.
Dalam proses menciptakan lirik lagu, Ben memang ahlinya. Alfred menilai Ben sudah seperti akar dari band Petrikor. Tidak dipungkiri, kejeniusan Ben dalam bermusik diturunkan dari bapaknya yang merupakan seorang komposer.
"Kita ... bahkan berani kehujanan demi pulang." Alfred mencoba lagi, mengikuti saran Ben.
Ben menggelengkan kepala. Ia mengangkat sedikit gitar yang berada di pangkuan, lalu mengangkat kaki kanan dan menyanggahkannya pada kaki kiri. Sebelum memetik senar gitar, Ben memundurkan tubuh hingga bersandar di kepala sofa.
"Kitaaa ... bahkan berani kehujanan demii pulaaang," ulang Ben dengan nada yang lebih baik dari Alfred. "Lo tau lagu Di Na Muli dari Itchyworms 'kan? Lo pasti paham melodi gitarnya yang ngebuat perasaan lo tau maksud lirik lagu yang mau diungkapin."
Alfred menghela napas panjang. "Itu lagu tentang orang yang rindu sama masa lalunya, juga kebahagiaan yang dirasain, tapi sayang udah berlalu. Tapi lagu kita, beda dari maksud perasaan lagu itu. Ini lagu tentang lelaki yang merasa beruntung punya perempuan yang dia cintai, ini lagu tentang kebahagiaan perempuannya. Kebahagiaan yang bisa menyakiti lelakinya."
"SUMPAH INI ALFRED YANG GUE KENAL!?" Hugo berseru lantang, dia sampai menepuk pundak Alfred dengan bangga.
"Tapi tadi lo nyanyi nggak kayak biasanya ya, Al? Apa lo pada nggak pernah latihan selama gue masuk rumah sakit?" tanya Ben penuh selidik.
Hugo menendang kaki Ben, sontak Ben meringis kesakitan. "Sembarangan lo! Kita rajin latihan. Iya nggak Al?"
Alfred mengangguk setuju.
"Ada yang ganggu pikiran lo, Al?"
Tebakan Ben tepat. Di antara anggota band Petrikor, Ben memang tipe manusia yang paling peka. Entah bagaimana, tapi intuisi Ben sangat kuat. Tepat mengenai kalbu Alfred yang sekarang sedang uring-uringan menunggu kabar dari Zoe. Apalagi suara cempreng Letta dan sikap Letta versi bodohnya selalu mendistraksi aktivitas Alfred di rumah, Letta selalu membuat Alfred repot. Pikiran Alfred sangat kacau.
"Gue cuma lagi tunggu balesan chat Ale, tumben dia nggak ada kabar."
Hugo memicing curiga. "Ale atau Zoe?"
Omong-omong tentang Zoe. Astaga. Alfred benar-benar seperti remaja puber, menunggu kabar apakah cintanya terbalaskan atau tidak oleh pujaan hati. Layar ponsel Alfred menyala, pasti Zoe, binar mata Alfred mendadak redup. Bukan dari Zoe. Oke, jika sekali lagi ada notifikasi, sekali pun dari Zoe, Alfred tidak peduli. Biar saja, Alfred ingin memulai perang dingin dengan Zoe.
Apa Zoe tidak tahu? Alfred rindu!
"Jujur aja kali, cuma Zoe yang bikin lo gagal fokus. Ale paling lagi bucin," sambung Ben yang menyadarkan Alfred dari pikiran yang selalu dipenuhi oleh Zoe.
"Bukan cuma soal Zoe, tapi ...," jeda Alfred, ia menggiring atensi Ben dan Hugo. Ben yang duduk di sofa menunduk saking penasaran. Hugo yang duduk di sebelah Alfred di karpet juga ikut mendekat lalu menatap Alfred lamat-lamat. "Rumah di seberang rumah gue yang kosong sebulan yang lalu, udah ada penghuni baru. Lo tau siapa?"
Ben dan Hugo menggeleng serentak.
"Letta! Pacarnya si Pirang!"
Suara tawa menguar seantero ruang tamu Ben. Hugo yang pernah menyaksikan seberapa dramatisnya tinjuan Jeremy mengenai pipi kanan Alfred tak berhenti terbahak. Ben yang mengetahui hal itu dari grup WhatsApp band Petrikor ikut tidak sanggup menahan tawanya sampai lesung pipinya terlihat jelas.
"Jeremy anak Sastra Belanda itu, ya? Rumornya sih Jeremy sama Letta itu termasuk salah satu couple goals kampus," celetuk Ben.
"Heh anjing, sumpah!? Sebenarnya gue sering lihat mereka berdua bareng terus," papar Hugo
"Masa?" Alfred yang tahu kenyataan sifat Jeremy pada Letta, tentu saja tidak percaya dengan celetukan Ben.
Dua pasang mata menatap Alfred dengan horor. Tiba-tiba hening sampai Ben tepok jidat, "Jangan bilang lo baru tau? Nggak seru lo Al, main hape mulu ke mana-mana, nunggu chat sama telepon dari Zoe. Bucin terooosss!"
Ya, mau bagaimana? Roda kehidupan Alfred hanya berputar sekitar band Petrikor dan Zoe saja. Prioritasnya juga hanya untuk Zoe dan band Petrikor. Semua hal yang berhubungan dengan Zoe dan band Petrikor terletak di rak paling atas dalam pikiran Alfred. Selama ini, prinsip hidup Alfred, yang tidak penting tidak boleh masuk kepala.
Zoe sangat penting.
Saking pentingnya, pandangan Alfred tidak luput dari ponsel. Jam demi jam terlewati, tak ada sedikitpun kabar dari Zoe. Tidak mungkin juga Zoe lupa. Atau perempuan itu sengaja? Pikiran buruk menelisik tanpa permisi.
Apa Alfred tidak penting bagi Zoe?