Hubungan cinta Deva dan Iqbal akhirnya berjalan. Selama itu pun, Iqbal tak sedikit pun membiarkan kekasihnya mengalami kesedihan, permasalahan, ataupun hingga terjadi sesuatu yang buruk padanya. Intinya, Iqbal benar-benar sangat mencintai Deva. Deva pun sudah menceritakan perihal hubungannya pada Reza. Reza dan Iqbal pun makin dekat, hanya saja belum ada waktu untuk memberitahukan semua ini pada orang tua Deva.
"Hai Sayang, gimana kabar kamu hari ini?"
"Dokter, aku baik, kok. Dokter sendiri gimana?"
"Aku juga fine aja hari ini. By the way, Sayang, please jangan seformal itu, ya! Sekarang kan aku pacar kamu, kamu panggil aku Iqbal aja, ya."
"Ehm, tapi kan, Dok--"
"Aku mohon Deva, biar kita sama-sama lebih nyaman dan gak canggung. Oke??"
"Ya udah deh. Iya Iqbal."
***
Setiap hari Iqbal menyempatkan diri untuk mengantar Deva ke sekolah sebelum berangkat ke rumah sakit.
"Sayang, udah sampe nih. Kalo ada apa-apa kabarin aku aja, ya!"
"Iya Iqbal. Makasih udah anter aku, ya."
"Oke Sayang. Ntar aku juga jemput kamu, kok."
"Apa gak ganggu kerjaan kamu?"
"Gak lah Sayang. Aku kan bisa ijin bentar nanti kalo gak ada pasien. Oh ya, ntar malem kamu mau jalan sama aku gak? Sekalian kita dinner berdua di luar. Kamu mau, ya? Please! Aku bakal ijin sama Reza, kok."
"Ya udah, aku terserah kak Reza aja."
"Oke deh. Ya udah kamu masuk gih! Semangat ya belajarnya. Daa Sayang!"
Iqbal dan Deva semakin dekat. Iqbal seketika berubah menjadi sosok dokter yang romantis. Ia selalu membuat Deva serasa menjadi seorang tuan putri yang selalu dimanjakan dan diperhatikan. Sampai detik ini pun Iqbal masih berusaha mencari cara agar Deva bisa sembuh total karena Iqbal pasti tak ingin kehilangan orang yang sangat ia cintai.
***
"Makasih ya Sayang karena kamu udah mau jalan sama aku malem ini."
"Iya Iqbal, aku juga seneng, kok. Tapi, sekarang kita pulang aja yuk, Bal! Abisnya aku capek nih. Lagian kan kita udah janji sama kak Reza kalo kita gak akan pulang kemaleman."
"Oke, ya udah aku anter kamu pulang sekarang, yuk."
***
Suatu hari penyakit Deva kambuh lagi. Saat itu dalam keadaan panik, Reza langsung membawa Deva ke rumah sakit tempat Iqbal praktik sebagai dokter spesialis.
"Bal. Gue mohon tolongin Deva sekarang, gue gak tau lagi harus gimana!"
"Iya, Za, gue pasti bakal tanganin Deva. Tapi, Deva kenapa tadi, Za?"
"Gue gak ngerti, tadi dia kesakitan terus mendadak dia pingsan."
"Oke. Biar gue periksa dulu. Za, lo tunggu di sini dulu. Tenang dulu, Bro."
Iqbal mencoba menangani Deva. Setelah semua selesai, Iqbal kembali menemui Reza.
"Gimana Deva, dia gak kenapa-napa kan, Bal?"
"Gue udah periksa dan kasih dia obat. Kita tinggal tunggu dia sadar. Tapi, sekali lagi gue kasih tau lo kalo ini cuma penanganan sementara. Gue belum bisa sembuhin dia total. Deva saat ini cuma bisa sembuh total dengan operasi transplantasi hati. Sementara kita juga tau kan susah banget cari donor hati."
"Terus gimana, Bal? Sampe kapan Deva harus kayak gini? Gue gak mau liat Deva kayak gini terus, Bal."
"Za, bukan cuma lo, gue juga sayang banget sama Deva. Gue pengin dia baik-baik aja. Gue mau dia sembuh. Gue akan terus usaha cari solusinya, Za."
Reza dan Iqbal sama-sama menginginkan kesembuhan Deva. Namun apa daya rasanya hal itu saat ini masih begitu sulit untuk terjadi. Beberapa menit kemudian, Deva tersadar.
"Deva, akhirnya kamu sadar juga Sayang. Aku khawatir banget sama kamu."
"Ehh, aduh. Kok rasanya pusing banget, ya. Ah."
"Sayang, udah kamu jangan banyak gerak dulu, ya!"
"Iqbal? Aku di mana? Kenapa aku bisa di sini? Aku--"
"Deva kamu sekarang di rumah sakit, tadi kamu pingsan lagi Sayang, Reza yang bawa kamu ke sini."
"Iqbal, apa aku akan kayak gini selamanya? Gimana kalo nanti aku--"
"Husst. Gak Sayang. Kamu pasti sembuh. Aku janji sama kamu. Dokter kamu ini akan terus berusaha buat bikin kamu sembuh. Oke Sayang? Kamu percaya kan sama aku?"
"Makasih Iqbal. Ehm, sekarang kak Reza-nya ke mana?"
"Oh. Reza ada kok di luar. Mau aku panggilin? Ya udah aku panggil Reza dulu."
Iqbal terus menjaga Deva hingga dia pulih. Iqbal pun sudah dikenalkan kepada orang tua Deva dan hubungan mereka diterima dengan senang hati oleh mama papa Deva. Iqbal juga telah banyak menceritakan apa pun tentang Deva kepada mamanya. Papa Iqbal sudah lama berpisah dengan keluarga kecilnya. Iqbal pun bisa dibilang tak pernah merasakan kasih sayang papanya. Mungkin papa Iqbal kini telah memiliki keluarga baru. Iqbal memang terlihat tak peduli lagi dengan itu. Baginya saat ini, orang yang paling berarti di hidupnya hanyalah mamanya dan Deva kekasihnya.
===
"Iqbal. Kamu kok di sini?"
"Loh aku kan emang mau jemput kamu. Emang gak boleh, ya?"
"Bukan gitu, tapi kamu bilang tadi ada janji sama pasien?"
"Batal. Pasien aku gak jadi dateng. Jadi ya aku ke sini aja."
"Jadi sekarang kamu bisa anter aku pulang?"
"Iya dong. Ayo kita pulang sekarang! Oh ya Sayang, kamu dapet salam dari mama aku. Dia kangen pengin ketemu kamu. Lain kali kamu aku ajak ke tempat mama lagi, ya?"
"Iya, Bal. Aku juga kangen sama tante. Salamin balik, ya!"
"Oke Sayang."
***
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sebentar lagi Deva akan menjalani ujian untuk kelulusannya dari sekolah. Iqbal tetap ada untuk memberi Deva semangat dan menjaga kesehatannya.
"Iqbal, aku minta maaf, ya. Aku jadi sering cuekin kamu dan nolak ajakan kamu buat pergi jalan."
"Gak apa-apa kok Sayang. Lagian kan aku juga tau alesan kamu. Kamu pengin lebih fokus belajar buat ujian kan? Semangat, ya! Semoga ujiannya lancar. Tapi, kalo belajar jangan sampe terlalu capek, ya! Aku gak mau gara-gara itu ntar kamu jadi drop lagi."
"Iqbal, iya aku ngerti, kok. Makasih Iqbal."
***
Beberapa hari setelah ujian, Iqbal menemui Deva karena dia sangat merindukan kebersamaannya dengan Deva yang sempat terhalang oleh waktu ujian itu.
"Akhirnya udah selesai ujiannya, ya. Jadi sekarang aku free buat ketemu kamu dong?"
"Kamu nih, ada-ada aja."
"Serius Sayang. Aku tuh kangen banget sama kamu. Ehm, terus abis ini kamu ada kegiatan apa Deva?"
"Aku, ehm udah gak ada kegiatan di sekolah sih, Bal. Tinggal tunggu hasil ujian, hasil SNMPTN, sama hari wisuda. Oh ya, sampe lupa. Jadi besok lusa aku ada acara sama temen-temen sekelas."
"Acara apaan Sayang?"