Kahlil Gibran :
Hati ini telah mengucapkan selamat tinggal,
dengan gundah gulana pergi mencari rumah berkah dan hikmat.
Setiba di kota suci yang telah diberkahi roh dan dipuji,
dia melanjutkan perjalanan sambil bertanya-tanya,
sebab tiada didapatinya apa yang dibayangkan bakal ditemuinya.
Kota itu sunyi, sepi dari kekuasaan, sepi harta dan wibawa.
Lalu, hatiku bicara kepada Puteri Cinta, katanya,
“Wahai Cinta, di mana dapat kutemukan kepuasan?
Kudengar dia telah kemari untuk menjumpaimu.”
Jawab Puteri Cinta,
“Kepuasan telah pergi, akan menyampaikan khotbahnya di kota tempat keserakahan dan korupsi merajalela. Kami tidak membutuhkannya di sini.”
Keberuntungan tidak didambakan kepuasan, sebab bersifat harapan duniawi.
Dan hasratnya mencakup penyantunan dengan tujuan, sedangkan kepuasan tak lain dari perasaan dalam relung hati.
Roh abadi tak pernah merasa puas, yang dicari adalah kemuliaan.
Lalu, hatiku memandang wajah kecantikan, sambil berkata:
“Engkau mengetahui semua ilmu, tunjukkanlah padaku pengetahuan tentang rahasia perempuan.”
Lalu, jawabnya,
“Wahai hati manusia, seorang perempuan adalah pantulan cahaya dirimu sendiri. Seperti apa keadaan dirimu, maka seperti itu jugalah dia. Di mana pun engkau berada, di sanalah pula ia tinggal. Dia seperti agama, jika tidak ditafsirkan oleh si dungu. Seperti rembulan, jika tidak ditutupi oleh awan, dan dia layaknya hembusan angin, jika tidak dikotori debu.”
Kemudian, hatiku menghampiri Ilmu Pengetahuan, Puteri Cinta dan Kecantikan,
dan berkata, “Berilah padaku kebijaksanaan yang dapat kubagi buat umat sesama.”
Puteri itu menjawab,
“Jangan sebut kebijaksanaan, lebih baik amalkan berkah. Karena berkah sejati tidak diperoleh dari luar, tapi bersumber dari intisari kekeramatan hayat. Jadi, manfaatkanlah dirimu sendiri dengan sesama umat.”
Cinde:
Apakah itu penting?
Dapatkah engkau mempelajari sesuatu wujud secara benar hanya dengan menelaah lapis luarnya?
Dapatkah engkau meramalkan bagaimana rasa anggur hanya dengan memandang seratnya?
Manusia manakah yang sanggup mewadahi seluruh kebijaksanaan di sekitar dunia ini dalam satu piala?
Meski engkau berbicara benar,
tapi, tentulah ada hubungannya antara rohani dengan jasmani,
sebagaimana ada hubungan antara badan dengan lingkungan terdekatnya.
Dan, manakala aku tidak mempercayai unsur kebetulan.
Kita akan mendapati diri bersatu dan menikmati satu kepercayaan, dan agama yang agung dalam rangkuman persaudaraan.
Meski demikian,
aku menyadari keagungan makna kehidupan, kebenaran dan Tuhan.
Kutemukan di dalamnya seonggok intan permata yang berharga sepanjang masa sehingga sekarang segalanya tidak penting lagi.
Kahlil Gibran:
Pantai yang kokoh adalah kekasihku, dan aku menjadi buah hatinya,
ketika pada akhirnya kami dipertautkan oleh cinta, bulanpun menarikku darinya.
Bergegaslah aku pergi menyongsong dia, lalu aku minta diri dengan berat hati,
membisikkan selamat tinggal berulang kali.
Aku membumbung tiba-tiba dari balik kebiruan cakrawala untuk mengayunkan sinar keperakan buihku ke pangkuan keemasan pasirnya, dan berpadu dalam kecemerlangan sempurna.
Aku pusaka dahaganya dan nafasku memenuhi segenap relung-relung hatinya.
Dia memperlambut suaraku dan meredam gelora di dada.
Kala fajar tiba, kuucapkan kaidah cinta ditelinganya,
dan ia memelukku penuh damba.
Di terik siang, kunyanyikan dia lagu harapan diiringi kecupan-kecupan kasih saying.
Gerakku gesit diwarnai kekhawatiran, sedangkan dia tetap sabar dan tenang.
Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan.
Ketika air pasang, kami saling memeluk.
Kala surut, aku berlutut menjamah kami-nya,
memanjatkan doa.
Seringkali aku menari, mengitari puteri-puteri duyung,
bila mereka timbul dari kedalaman dan mengapung di dadaku,
memandang kelap-kelip bintang-bintang.
Seringkali, kudengar keluh kekasih akan kekecilan dirinya.
Seringkali, kugoda tebing-tebing batu karang,
kuajak bercanda, dan kulempari senyum cemerlang.
Namun, tak sekali jua merasa tergerak membalasnya.
Seringkali, kuangkat insan-insan yang tenggelam,
kudukung mesra dan kubawa ke pangkuan pujaanku,
pantai perkasa, yang memberinya daya kekuatan - rangkuman diriku.
Seringkali, kucuri permata simpanan dasar samudera,
kupersembahkan ke haribaan kekasih tercinta,
dan pantaiku menerimanya dalam bisu.
Namun, aku memberi selalu, sebab diamnya menyambutku.
Dalam sarat kegulitaan jantung malam,
apabila segenap makhluk ciptaan Tuhan lelap terlena dalam buaian Alpa,
aku tetap begadang, sekali waktu melagukan dendang,
sekali waktu menghela nafas dalam desah berkepanjangan, aku senantiasa terjaga.
Sayang seribu sayang, keterjagaan membangunkan aku!
Tetapi aku pemuja cinta, dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa.
Mungkin kelelahan akan menimpanya.
Namun, tiada aku bakal binasa.
Cinde:
Ruang dan waktu adalah rohaniah, dan segala yang tampak dan terdengar pun, rohaniah belaka.
Jika kita pejamkan mata, segala sesuatu akan kita tangkap dari kedalaman batin pribadi,
dan dunia akan tampak secara jasmani dan rohani dalam keseluruhan luasnya,
dan kita akan berkenalan dengan hukum-Hukum kepastian serta penjagaannya,
dan kita pun akan mengenal keagungan yang dimiliki dibalik keterbatasan.
Yah!
Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti juga meterai pada lenganmu,
karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati,
nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan!
Semerbak wangi buah dudaim, dekat pintu kita ada pelbagai buah-buah yang lezat,
yang telah lama dan yang baru saja dipetik,
itu telah kusimpan bagimu, kekasihku.
Jika kita pejamkan mata, membuka hati dan pengertian,
kita berjalan melalui niat dan cinta kasih kepada-Nya dan melewati pintu keimanan.
Adakah cahaya lain di luar jasmani yang dapat menerangi jalan ke arah kedalaman batin kita?
Apakah kita mempunyai suatu daya kekuatan yang akan menggerakkan rohani kita dan menggugah dalam diri kita perwujudan hidup kealpaan kita, dan menunjukkan arah ke pengetahuan abadi?
Di dalam keheningan batin cinta kasih yang berselimutkan iman kasih sayang, kita akan menemukan awal dan akhir keberadaan, awal yang pada gilirannya menjadi akhir, dan akhir yang pasti akan menjadi awal kembali.
Berjalanlah di jalan terang kebenaran, yang tidak dapat dipadamkan oleh badai topan untuk menampilkannya ke permukaan dunia nyata.
Cinta memang sungguh unik dan biarpun demikian, aku percaya, bahwa dari cinta itu bisa saja akan ada lagi cinta-cintaku yang lain, meski bukan untuk saat ini, dan barangkali, itu di suatu tempat alam indah lainnya – pasti jiwa kami bersatu, aku meyakini itu.
Seringkali, aku mencintai kematian, dan menyebutnya dengan sebutan yang manis, serta mencumbunya di tempat rahasia maupun umum.
Kehidupan juga telah kucintai. Karena kematian dan kehidupan adalah satu bagiku dalam keindahan, sederajat dalam kesenangan, serta pasangan dalam kerinduan dan hasratku yang tumbuh.
Mereka telah berbagi antara cinta dan kelembutanku.
Demikian dua puluh tahun berlalu. Kemudian melintasilah hari-hariku dan malam-malamku yang saling susul-menyusul - yang satu memiringkan yang lain, rontok dari kehidupanku sebagai dedaunan sebatang pohon diterpa angin musim gugur.