Read More >>"> RUMIT (Rumah Nenek) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RUMIT
MENU
About Us  

Sore hari.

Kepala Desa mengumumkan agar semua warga desanya menuju lapangan sepak bola. Lapangan itu jauh dari bibir pantai. Beberapa tenda darurat sudah didirikan oleh para petugas di sana. Mendengar kabar tersebut, Azfar, Azizah dan Adirah segera menuju ke sana. Sesamapainya di sana, mereka melihat banyak petugas sedang membagi-bagikan makanan.

“Ibu dan Adirah tunggu di tenda saja, biar Azfar saja yang mengambil makanan,” kata Azfar.

Sepagi tadi, semua warga belum makan sama sekali, termasuk Azfar dan keluarganya.

Azfar mendapatkan dua nasi bungkus dan dua botol air mineral. Dia memberikan dua bungkus nasi itu kepada Azizah dan Adirah. Azizah menggeleng lalu berkata:

“Azfar dan Adirah duluan saja makan, ibu masih kenyang.”

Azfar menggeleng tegas, tidak percaya dengan apa yang diucapkan Azizah. Ia yakin bahwa Azizah berbohong. Azfar pernah mendengar ceramah agama di sekolah, bahwa seorang ibu sering berbohong pada anak-anaknya. Berbohong bukan karena seorang ibu jahat, tapi demi kebaikan anak-anaknya. Jika ada makanan, seorang ibu akan mementingkan perut anaknya terisi terlebih dulu, padahal sesungguhnya ia juga lapar.

“Ibu dan Adirah saja yang duluan makan, aku masih kenyang,” Azfar balas berbohong. Lelaki itu berpamitan sebentar pada Ibunya, bilang ada sesusatu yang penting, padahal tak ada sesuatu yang penting sama sekali. Itu semua ia lakukan agar Azizah dan Adirah bisa makan dengan kenyang.

“Azfar, satu bungkus ini bisa untuk ibu dan kamu, ibu tahu kamu juga pasti lapar.” Azizah tersenyum, membuka bungkusan nasi, menyodorkan pada Azfar. Tapi Azfar tetap harus pergi, baginya, sebungkus nasi itu belum cukup untuk mengenyangkan perut Azizah.

“Iya, Bu, makan saja duluan, Azfar mau pergi sebentar.”

“Baiklah.” Azizah mengalah dengan tingkah putranya seperti itu.

Azfar sangat sayang sekali pada Azizah dan Adirah. Apapun akan dia lakukan demi mereka. Semenjak mendengar ceramah di sekolah itu, ia mulai mendahulukan Ibunya makan sebelum dia. Sebelum bencana itu menimpa, setiap hendak berangkat ke sekolah, Azizah selalu mendahulukan anak-anaknya makan, tapi Azfar malah mengancam: "Jika Ibu tidak ikut makan, Azfar juga tidak akan makan.”

 

***

 

Malam harinya, petugas menyalakan genset, beberapa petugas lagi ada yang memasang lampu di dalam dan di luar tenda. Untung saja langit cerah, terlihat di angkasa bulan menggantung dengan indah, dihiasi jutaan bintang di sisi-sisinya. Jika saja hujan turun, bagaimana dengan nasib korban yang tak bisa masuk ke dalam tenda darurat, karena sudah penuh oleh korban lainnya?

Tenda terasa pengap, satu dua suara tangisan bayi terdengar. Malam itu juga sebagian petugas membagikan nasi bungkus ke para pengungsi. Kali ini Azfar mendapatkan tiga nasi bungkus. Azizah sangat senang.

Azizah memiliki akhlak yang baik. Ia adalah wanita yang sholehah, makanya tak heran, putra-putrinya tumbuh dengan cerdas, akhlak yang baik, dan paham sedikit demi sedikit ilmu agama. Azizah tak pernah meninggalkan salat lima waktunya. Karena kebiasaannya yang tak pernah meninggalkan salat, kebiasaan itu terbawa kepada kedua anaknya.

Usai makan malam, Azizah mengajak Azfar dan Adirah untuk pergi mengambil air wudhu, mereka akan melaksanakan salat Isya.

“Bu, kita salat di mana? Di dalam tenda tidak ada ruang untuk salat,” tanya Azfar.

“Kita salat di luar tenda saja.”

Azfar mengangguk, lelaki itu segera menuju tenda petugas, bertanya apakah ada tikar atau terpal yang bisa dipinjam untuk salat. Salah satu petugas mengangguk, memberikan selembar tikar untuk Azfar.

Salat pun mereka laksanakan di luar tenda—Azfar imam. Dalam salat, Adirah masih menengok kiri dan kanan; seperti itulah salat seorang anak kecil—belum bisa serius, mereka perlu diberikan bimbingan dan contoh lagi. Jika seorang anak sejak usia dini diajarkan dan dibiasakan untuk salat, maka hingga tumbuh dewasa ia tak akan pernah meninggalkannya, karena sudah terbiasa sejak dini dan mulai cinta terhadap salat, bahkan meninggalkannya satu waktu saja akan merasa gelisah.

Sepuluh menit, salat isya pun selesai. Azfar, Azizah dan Adirah segera masuk ke tenda darurat, hendak istirahat.

Di dalam tenda, para pengungsi tidur hanya beralaskan terpal, tak ada bantal dan selimut. Udara sangat dingin sampai menusuk ke tulang. Tak perlu menunggu lama merebahkan badan ke tarpal, Adirah sudah terlelap dalam tidurnya. Azizah menatap putrinya yang masih berusia 6 tahun itu dengan raut wajah sedih.

Suasana di dalam tenda lengang. Semua pengungsi mulai beristirahat.

 

***

 

Hari ke tiga setelah bencana. 30 September 2018.

Azfar, Azizah dan Adirah sudah dua hari tidak menganti pakaian. Di tubuh mereka masih dengan pakaian di kejadian dua hari yang lalu. Azfar masih mengenakan celana pramuka yang saat ia tertelan lumpur kemarin, dan baju kaos loreng pemberian TNI.

Para petugas terus beroperasi di lokasi terpaan tsunami. Kabarnya, sampai saat ini masih ada warga yang belum ditemukan. Hari ke tiga setelah bencana itu, jumlah mayat yang ditemukan terus bertambah.

Di tenda darurat itu, Azfar didatangi oleh pamannya—adik dari Azizah—namanya Zaldin, umurnya 29 tahun. Ia sudah menikah satu tahun yang lalu. Zaldin menemui mereka bertiga di tenda darurat.

“Apa kabar, Azizah?” sapa Zaldin.

Alhamdulillah, baik. Dua hari yang lalu buruk," jawab Azizah, namun sambil tersenyum. Senyumnya manis. Mulai tampak kriput di kulit wajahnya.

Adirah melihat kedatangan pamannya seketika bersorak gembira. “Halo, Om Zaldin.” Wajah cantik dan imut itu terlihat sangat menggemaskan.

“Halo, Adirah.” Zaldin membalas sapaan Adirah.

Zaldin ikut duduk di tengah-tengah ramainya pengungsi, ia memperhatikan seluruh isi tenda; ada yang tertidur, ada seorang ibu yang menyusui anaknya, juga ada yang menghayal: mungkin isi kepalanya sarat, semua tentang kejadian dua hari yang lalu. Kejadian itu sangat menyakitkan sekali bagi para korban, seperti tak menyangka itu semua terjadi.

“Azizah, kamu dan anak-anakmu dipanggil Ibu ke rumah, katanya tinggal di rumah saja,” kata Zaldin.

Azizah tidak enakkan. Walaupun rumah itu dulu juga rumahnya, tapi sekarang di rumah itu sudah ada istri Zaldin. Ia tak ingin merepotkan siapa pun. Azizah menggeleng. Ia menolak.

“Azizah, aku mohon, kamu dan anak-anakmu tinggal di rumah Ibu saja. Itu juga rumahmu. Isriku juga menunggu kalian,” ajak Zaldin kembali, wajahnya serius.

Azizah mengangguk. Sebenarnya ia tetap tak ingin tinggal di rumah Ibunya. Karena memikirkan Adirah yang kalau malam kedinginan tidur di tenda darurat, membuat tidur jadi tidak nyenyak, dan Zaldin sangat memohon agar mereka tinggal di rumah Nenek, akhirnya Azizah mengiyakan permintaan Zaldin.

Rumah Nenek tak jauh dari lapangan pengungsian, sekitar duaratus meter, namun sudah berbeda desa dengan Azfar. Lapangan sepak bola yang saat ini dijadikan pengungsian masih bagian dari desa Azfar tinggal. Rumah Nenek Azfar juga jauh dari bibir pantai, sehingga tak terkena hantaman tsunami. Rumah Nenek utuh, hanya ada beberapa retakan akibat gempa, masih layak untuk dihuni.

Pagi itu, mereka akan pindah ke rumah Nenek. Azfar berpamitan pada petugas yang ada di tenda utama, bilang bahwa ia bersama Ibu dan Adiknya akan pindah ke desa sebelah.

Setiba di rumah Nenek, Azfar, Azizah dan Adirah disambut hangat oleh sang Nenek dan istri Zaldin, Indri.

Nenek Azfar bernama Arni, usianya sudah 70 tahun. Fisiknya masih kuat. Nenek Arni memiliki empat orang anak: Azizah adalah anak pertama. Tiga adik Azizah bernama Wina, Mawan, dan Zaldin. Semua anak Nenek Arni sudah menikah. Wina menikah dengan lelaki orang Jawa; sekarang ia tinggal di Jawa bersama suaminya. Sedangkan Mawan, ia menikah dengan wanita orang Bone, Sulawesi Selatan. Wina dan Mawan berkunjung ke rumah biasanya saat di hari-hari besar, seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Wina dan Mawan sudah mengetahui berita yang menimpa kota Palu, Sigi dan Donggala dari televisi. Mereka berdua juga sudah berkali-kali menelepon ke nomor Azfar dan Zaldin, namun tak ada balasan. Tak ada balasan dari Azfar, karena ponselnya sudah rusak akibat terendam lumpur dua hari yang lalu. Sedangkan Zaldin, ponselnya aman, namun jaringan internet mati total di tiga kota terdampak bencana itu.

Di ruang tamu itu, mereka saling berbagi cerita tentang kejadian tiga hari yang lalu. Nenek Arni terisak saat mendengar cerita dari Azfar. Di tengah-tengah perbincangan mereka, Indri berdiri dan pergi ke kamar. Beberapa menit kemudian, ia pun keluar membawa pakaian.

“Kak Azizah, ini ada pakaian saya, silakan dipakai. Sekaran, baju saya baju Kakak juga,” ucap Indri, tersenyum.

Indri sangat baik. Melihat pakaian yang dipakai Azizah lusuh, tanpa menunggu perintah dari sang suami, ia segera mengambil baju di kamarnya.

“Terima kasih banyak, Indri,” Azizah balas tersenyum.

“Bagaiman dengan pakaian Adirah?” tanya Nenek Arni.

“Mungkin dia bisa pakai kaosku yang sudah kecil, Nek. Adirah mau?” jawab Indri yang kemudian bertanya pada Adirah.

Adirah mengangguk gembira.

Zaldin juga memberikan pakaiannya pada Azfar. Beberapa saat kemudian, mereka bertiga pun sudah berganti pakaian.

“Wah, Adirah terlihat lebih cantik mengenakan baju itu,” Azfar cekikikan saat melihat Adirah yang sudah berganti pakaian. Baju yang Adirah kenakan menelan tubuh kecilnya.

“Aaa.... kakak pasti sedang meledek Adirah.” Adirah mengernyit.

“Hahaha... kakak tidak bermaksud meledek Adirah. Tapi, kalau boleh jujur, Adirah pakai baju apapun tetap terlihat cantik.”

Wajah gadis berusia enam tahun itu bersemu merah.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
LUKA TANPA ASA
6206      1867     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
Story of April
1604      671     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
DELUSION
4274      1463     0     
Fan Fiction
Tarian jari begitu merdu terdengar ketika suara ketikan menghatarkan sebuah mimpi dan hayalan menjadi satu. Garis mimpi dan kehidupan terhubung dengan baik sehingga seulas senyum terbit di pahatan indah tersebut. Mata yang terpejam kini terbuka dan melihat kearah jendela yang menggambarkan kota yang indah. Badan di tegakannya dan tersenyum pada pramugari yang menyapanya dan menga...
After Feeling
4476      1614     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Lenna in Chaos
4775      1732     1     
Romance
Papa yang selingkuh dengan anggota dewan, Mama yang depresi dan memilih tinggal di desa terpencil, seorang kakak perempuan yang kabur entah ke mana, serta kekasih yang hilang di Kalimantan. Selepas kerusuhan demonstrasi May Day di depan Gedung Sate, hidup Lenna tidak akan pernah sama lagi. Sewaktu Lenna celaka di kerusuhan itu, tidak sengaja ia ditolong oleh Aslan, wartawan media sebelah yang...
Blue Island
94      81     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Listen To My HeartBeat
433      262     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Heliofili
1816      917     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Memories About Him
3078      1511     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
Potongan kertas
728      350     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...