Rona mengajukan pertanyaan yang sulit untukku jawab. Aku enggan membahasnya. Bukan karena ada rasa sakit hati sebagaimana umumnya ketika seseorang mengakhir hubungan percintaan. Bukan! Bukan itu. Sama sekali aku tak sakit hati. Entah, bagaimana dengan perasaan Runi. Semoga dia pun demikian. Tak menyimpan sakit hati lagi kepadaku.
“Nggak baik pacaran, Rona, bener nggak Raya?”
“Betul itu. Banyakan mudharat dibanding maslahatnya,” jawab Raya.
“Halaaahhh … bukannya kalian putus karena kamunya cemburuan?” tanya Rona.
“Cemburu? Aku cemburu?” jawabku.
“Iya… Runi cerita kamu mutusin dia gara-gara kamu mergokin dia lagi jalan sama laki-laki lain, kan?”
“Emang kamu mergokin lagi jalan sama siapa?” tanya Raya penasaran.
Aku tak menggubris Raya. Aku tetap berusaha fokus mengemudi.
“Makanya sebelum kamu putusin, kamu tanya dulu siapa laki-laki yang kamu pergoki jalan sama Runi waktu itu?”
“Emang siapa?” ucap Raya masih penasaran.
“Pamannya Runi.”
“Hahahaha… Wellang… Wellang …,” tawa Raya.
“Sudahlah…. Ini kita mau jalan ke arah mana?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
***
Raya dan Rona terus menggodaku sepanjang perjalanan menuju Christchurch. Mereka sangat kompak dengan membeberkan fakta-fakta ala mereka untuk melihat kecocokanku dengan Runi. Salah satu alasan yang mereka sampaikan adalah karena aku dan Runi masih sendiri sampai saat ini. Bahkan Rona terus mendesak meminta jawaban pasti apakah kisah masa laluku dengan Runi akan terjalin kembali. Sebab Rona akan menyampaikan jawabanku itu kepada Runi saat bertemu denganya nanti.
“Daah laahhh…. Kaya nggak ada wanita lain aja di dunia ini…hahaha…” jawabku sambil tertawa dingin.
“Atau jangan-jangan kamu mau menikah dengan gadis Bugis?” tanya Rona.
“Ah kayanya sih Wellang nggak mau tuh kalau sama gadis Bugis?”
“Loh kenapa? Bukannya gadis Bugis cantik-cantik?”
“Wellang nggak berani karena takut uang panainya mahal hehehe,” ledek Raya.
“Jangan-jangan kau sukanya sama laki-laki … hahaha …?” ledek Rona.
“Hush, sembarangan. Jangan becanda kaya gitu ah,” ucap Raya menasehati istrinya yang becanda terlewat batas, “Ntar kalau malaikat pas lewat terus diaminkan bisa bahaya.”
“Iya nih si Rona ada-ada saja. Ngeri tahu!” Aku begidik.
“Ups… sorry, becanda Lang. Sorry….”Rona meminta maaf..
“Kalau aku suka laki-laki, sudah pasti aku pacari Raya dari dulu. Hahaha …,” ucapku menimpali candaan Rona untuk mencairkan suasana karena melihatnya merasa sangat bersalah dengan kata-kata yang baru saja diucapkannya.
“Widiiiihhh… makin ngaco,” ucap Raya sambil melemparku dengan gelas plastik yang ada di dekatnya.
“Tapi kamu masih sayang kan sama Runi?” desak Rona
“Sudahlah jujur saja, kalian masih saling sayang kan?” Raya tak mau kalah.
“Buktinya sampai sekarang kalian belum punya pasangan. Kayaknya kalian juga masih belum bisa move on kan?” ucap Rona menebak-nebak isi hatiku, “nah nanti kan kalian ketemu tuh, kamu ajak nikah aja sekalian, Lang.”
“O iya nanti Runi datang sendirian?” tanya Raya, “kalau aku lihat dari maps jarak rumahnya dengan titik tempat kita bertemu nanti lumayan jauh loh.”
“Tadi sih Runi bilang, dia akan datang ditemani Om-nya”
“Wah pas tuh Lang,” semangat Raya masih membahas tentang ‘jodoh-jodohanku’ dengan Runi, “mumpung nanti dia datang dengan Om-nya, kamu lamar lewat Om-nya aja.”
“Betul banget tuh, nggak usah pacar-pacaran. Langsung aja kamu lamar ke Om Bira.”
Mendadak aku menginjak rem dalam-dalam saat Rona menyebutka nama seseorang yang akan datang bersama Runi nanti. Raya dan Rona hampir terjatuh dari tempat duduknya. Mereka terkejut. Raya langsung menghampiriku memastikan tidak terjadi kecelakaan.
“Are you Ok?” tanya Raya panik.
***