Read More >>"> Negeri Tanpa Ayah (Renggang) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negeri Tanpa Ayah
MENU
About Us  

Alarmku berbunyi. Aku cepat membangunkan Raya dan Rona yang masih terlelap.

“Kita harus segera pergi dari sini sebelum ada petugas yang memergoki kita, “ ucapku pada Raya dan Rona.

Raya mengusap-usap wajahnya. Lalu dia membangunkan Rona. Setelah itu raya membersihkan wajahnya dengan tisu basah. Dia meneguk segelas air mineral sebelum akhirnya bersiap di belakang kemudi untuk menuju perjalananan berikutnya. Setelah memastikan kondisi aman kami meninggalkan tempat persembunyian itu untuk menuju holiday park terdekat.

Sekitar jam enam pagi kami sudah berada di holiday park. Matahari pagi sudah mulai terbit. Satu jam yang lalu kami sudah beranjak dari tempat persembunyian di bawah jembatan dekat bantaran sungai yang tertutup semak-semak. Kami khawatir jika menunggu sampai terang akan ada petugas yang melihat dan tentu bisa menjadi masalah besar buat kami.

Setibanya di holiday park Rona langsung menyiapkan sarapan, Roti dengan olesan madu Manuka yang merupakan madu khas yang diambil dari pohon Manuka yang banyak tumbuh di seantero New Zealand. Sengaja Rona memilih menu sarapan yang mudah dibuat. Kami tak bisa berlama-lama karena kami akan melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.

Sarapan sudah tersaji. Sambil menikmati sarapan, iseng aku buka Instagram. Ada satu komentar yang menarik hati sekaligus membuatku tersenyum dingin. Komentar dari seorang yang paling merindukanku selama ini dan selalu meintaku untuk pulang. Siapa lagi kalau bukan Uleng. Seperti biasa, tiap kali aku mengunggah foto-foto perjalanan dia selalu menyindirnya.

“Negeri yang jauh didatangi, rumah sendiri tak disinggahi,” begitu komentar Uleng ditambahi dengan icon tertawa miris. Aku hanya membalasnya dengan icon senyum dan tertawa lebar. Kututup Instagram-ku. Raya memintaku segera menghabiskan sarapan. Lalu, berkemas untuk menuju tujuan berikutnya bertemu Runi di Canterbury Museum.

“Bulan depan kau jadi pulang ke Sengkang kan?” tanya Raya tiba-tiba.

Aku menjeda gigitan rotiku lalu melihat ke arahnya dengan wajah bingung.

“Jadikan?” Raya mengulangi pertanyaannya.

Aku makin bingung. Seingatku, aku belum pernah bicara apa-apa pada Raya atau Rona tentang rencana kepulanganku. Aku juga belum pernah menyindir hal-hal terkait kampung halamanku akhir-akhir ini, tapi kenapa tiba-tiba Raya menanyakan hal itu?

“Aku baca komentar Uleng diunggahanmu beberapa waktu lalu.”

“O ... i ... i ... itu ...,” jawabku gugup.

“Pulanglah,” ucap Raya bijak.

Aku bergeming sambil menundukkan kepala. Perutku mendadak kenyang. Sisa roti kuletakkan kembali ke piring di atas meja. Ucapan Raya membuat mood-ku menjadi buruk pagi ini. Jawaban yang hampir sama terulang selama tujuh tahun saat Raya mengajukan pertanyaan yang sama: “nanti saja”.

Aku kira Raya sudah bosan menanyakan tentang itu. Sama juga seperti Uleng yang akhirnya menyerah dan bosan selalu mengingatkanku untuk pulang. Bahkan Raya sempat memusuhiku sampai beberapa hari karena aku tak pulang saat Uleng mengabarkan kondisi bapak yang sedang sakit.

Raya mendengar Uleng yang saat itu meneleponku sambil menangis sesegukan. Sengaja aku loadspeaker telepon Uleng sebab saat itu aku sambil sibuk mengerjakan laporan di laptop dan Raya ada di sebelahku.

“Daeng, malasai kesi ambo. Lesuni ...,[1] ucap uleng ketika itu.

Aku mendengar suaranya bergetar menyiratkan kesedihan. Lalu, hening beberapa saat. Aku hanya tersenyum dingin mendengarnya.

Andampengengngi daengmu ndi Uleng. Dessa na de u maelo lesu ndi, tapi niga melo jamingka akko de ubalas dendam akki ambo? Metau tokka akko nacairika ambo pada riolo na mewa na makkakkue,[2]” jawabku.

“Tafi, Daeng. Ambo makkakuke dena na pada riolo, malemmah toni kesi alalena, aga nala pegau'i ambo pappada riolo lao ri idi,[3]” Uleng berusaha meyakinkan aku.

Aku meragukan kata-kata Uleng. Aku tetap bersikukuh. Kalau Bapak sudah berubah kenapa tidak mencoba menghubungiku meskipun sekadar menanyakan kabar. Aku tak berharap Bapak minta maaf. Hanya sedikit pengakuan saja, aku sudah cukup bahagia dan yakin semua yang pernah terjadi dulu tidak akan pernah terulang lagi.

Uleng tak membalas lagi. Aku merenung. Bukan! Bukan sesekali aku ingin memutuskan silaturahmi dengan bapak. Bertahun-tahun aku berusaha berdamai dengan semua luka, tapi Bapak sungguh tak ada usahan untuk memperbaikinya. Hubungan kami semakin renggang. Semakin jauh dan semakin lama, bapak semakin tak peduli padaku.

Padahal pernah dulu beberapa kali aku mengirim pesan melalui WhatsApp. Namun, bapak tak pernah membalasnya. Hanya terdapat tanda bahwa pesan sudah dibaca. Saat aku menelepon pun tak pernah diangkatnya. Sebegitunya kah bapak tidak peduli padaku?

“Lesuni kesi, Daeng!”[4]

“Palettukeng bawanni sellengku : tennapodo madising masiga .”[5]

“Ta-tapi daeng. A-ambo ....”[6]

“Iya ndi ... palettukeng bawanni sellengku: tennapodo madising masiga.”[7]

“Wisseng sah kecewaki lao ri ambo, tapi ....”[8]

“Aja'na kesi mu parengngerangika paimeng nah.. Wellau ri iko ndi.[9]

Uleng menutup telepon dengan kesal. Raya berdiri di sebelahku lalu menepuk pundakku pelan sambil menarik napas kesal.

“Kau masih punya hati kan?” tanyanya dengan nada kesal sambil menunjuk dadaku lalu dia pergi meninggalkanku.

***

 

[1] Kak, bapak sakit, pulanglah ....

[2] Maafkan Kakak, Uleng. Sungguh bukan Kakak tak ingin pulang. Tapi siapa yang dapat menjamin Kakak tidak balas dendam jika bertemu Bapak? Kakak juga takut kalau Bapak memarahi Kakak seperti dulu dan kini Kakak melawan.

[3] Tapi, Kak. Bapak yang sekarang beda dengan Bapak yang dulu. Apalagi kondisinya sekarang sangat lemah. Tak mungkin Bapak berbuat yang tidak-tidak pada Kakak

[4] Pulanglah, Kak!

[5] Sampaikan saja salam kakak: semoga bapak lekas sembuh.

[6] Ta-tapi, Kak ... Ba-bapak ....

[7] Iya, dik... sampaikan saja salam kakak: semoga bapak lekas sembuh.

[8] Aku tahu kakak kecewa dengan bapak, tapi ....

[9] Jangan kau ingat-ingatkan itu lagi ya, Dik. Kakak mohon.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Girl Power
1747      742     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Play Me Your Love Song
3468      1355     10     
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu. Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...
Caraphernelia
757      409     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Project Pemeran Pembantu
4428      1427     0     
Humor
Project Pemeran Pembantu adalah kumpulan kisah nyata yang menimpa penulis, ntah kenapa ada saja kejadian aneh nan ajaib yang terjadi kepadanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam kumpulan cerita ini, penulis menyadari sesuatu hal yang hilang di hidupnya, apakah itu?
Memories About Him
3271      1573     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
Demi Keadilan:Azveera's quest
827      470     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
The Last tears
667      385     0     
Romance
Berita kematian Rama di group whatsap alumni SMP 3 membuka semua masa lalu dari Tania. Laki- laki yang pernah di cintainya, namun laki- laki yang juga membawa derai air mata di sepanjang hidupnya.. Tania dan Rama adalah sepasang kekasih yang tidak pernah terpisahkan sejak mereka di bangku SMP. Namun kehidupan mengubahkan mereka, ketika Tania di nyatakan hamil dan Rama pindah sekolah bahkan...
Salon & Me
3551      1146     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Luka atau bahagia?
3597      1148     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
Unexpected You
399      287     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...