"Waalaikumsalam," jawab seluruh orang yang ada di ruangan itu.

"Mas Rudi," ucap Syifa yang terlihat begitu terkejut melihat kedatangan Rudi.

"Dasar laki-laki bajingan, mau apa kamu kesini!" bentak Ruli saat melihat Rudi ada di depan pintu rumahnya.

"Kedatangan saya kesini untuk meminta maaf kepada Syifa dan saya juga ingin meminta Syifa kembali menjadi istri saya," jawab Rudi sambil menunduk.

"Tidak! Selama saya masih hidup saya tidak akan mengizinkan Syifa menginjakkan kaki di rumahmu lagi, apa belum puas kamu dan seluruh keluargamu memperlakukan Syifa sebagai pembantu, bahkan kamu juga tidak mengakui Akbar darah dagingmu sendiri," bentak Ruli sambil berteriak.

"Saya mohon izinkan saya bicara dengan Syifa, pak," ucap Rudi sambil memohon.

"Tidak, lebih baik kamu pergi dari rumah ini, karena saya tidak sudi jika rumah saya diinjak oleh laki-laki tidak bertanggung jawab sepertimu," usir Ruli sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Sabar Pak, biarkan Mas Rudi masuk dulu agar dia bisa menjelaskan semuanya kepada kita," bujuk Syifa sambil menenangkan hati ayahnya.

"Bu, cepat bawa Akbar dan Syifa masuk ke dalam kamar," perintah Ruli kepada sang istri.

"Syifa mohon Pak, biarkan Syifa dan Rudi berbicara sebentar," ucap Syifa sambil menggenggam tangan sang ayah.

"Maaf bukan maksud saya untuk ikut campur, tapi alangkah baiknya jika Rudi dan Syifa berbicara untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diantara mereka," ucap Anjas kepada Ruli.

"Anjas, sedang apa kamu disini?" tanya Rudi yang terkejut dengan adanya Anjas.

"Aku …." belum selesai Anjas menjawab Akbar yang sejak tadi dalam genggaman tangan sang nenek langsung berlari memeluknya.

"Yayah ayo kita masuk ke dalam," ucap Akbar sambil memeluk Anjas.

"Yayah? Apa maksud semua ini, apa jangan-jangan Akbar," ucap Rudi sambil menatap Anjas dan Syifa secara bergantian.

"Brengsek kamu, ternyata diam-diam kamu sudah menikam ku dari belakang, ternyata Akbar adalah putramu Anjas!" teriak Rudi sambil menarik baju Anjas dan menyeretnya ke halaman rumah.

"Sabar Rud! Aku kesini hanya ingin mengantar Syifa dan keluarganya, dan Akbar dia adalah darah dagingmu," teriak Anjas sambil menutup wajahnya yang terkena pukulan dari Rudi.

"Halah, itu hanya alasanmu saja, aku tahu jika sejak dulu kamu mencintai Syifa 'kan!" bentak Rudi yang sudah diliputi amarah.

"Mas Rudi hentikan! Jika kamu kesini hanya ingin membuat keributan, silahkan kamu pergi dari sini," usir Syifa yang saat itu ada di belakang Rudi.

"Jadi sekarang kamu membela bajingan ini, permainan kalian cukup bagus, selama ini aku salah menilaimu Syifa, aku pikir kamu perempuan baik-baik ternyata kamu hanyalah seorang Pelacur murahan!" teriak Rudi sambil menoleh ke arah Syifa.

"Plak!" Syifa yang tidak terima dengan ucapan Rudi langsung menamparnya dengan keras.

"Asal kamu tahu, aku dan Mas Anjas tidak ada hubungan apapun, selama ini aku membesarkan putraku sendiri dengan perjuanganku sendiri, jika kamu tidak mengakui Akbar sebagai putramu tidak masalah, karena tanpa kamu pun aku bisa menghidupinya," jawab Syifa dengan tatapan tajam.

"Apa kamu tahu jika laki-laki bajingan ini mencintaimu? Maksudku datang kesini untuk memintamu kembali, tapi ternyata aku salah. Kalian berdua sudah menghianatiku," jawab Rudi sambil menatap mata Anjas dan Syifa.

"Rudi kamu salah paham, aku dan Syifa benar-benar …." belum selesai Anjas menjawab Syifa langsung memotong ucapannya.

"Biarkan dia berpikir sesuka hatinya, dan kamu Mas Rudi sampai kapanpun aku tidak akan kembali kepadamu, suatu saat akan aku tunjukkan kebenaran yang sudah ditutupi oleh keluargamu selama ini," jawab Syifa yang langsung masuk ke dalam rumah sambil menangis.

"Syifa! Dengarkan aku dulu, aku benar-benar masih mencintaimu, berikan aku kesempatan sekali lagi Syifa," teriak Rudi sambil berjalan mengejar Syifa.

"Lebih baik kamu pergi dari sini, atau saya panggil warga desa untuk mengusirmu dengan paksa," ancam Ruli kepada mantan menantunya.

Rudi yang tidak punya pilihan lain pun akhirnya memilih meninggalkan rumah itu. Saat dia mulai melangkahkan kakinya sesaat dia menatap mata sahabatnya. Perlahan dia mulai mendekati Anjas yang sudah babak belur karena pukulannya.

"Mulai hari ini kamu aku pecat, dan secepatnya kamu tinggalkan rumah itu," ucap Rudi yang langsung berjalan ke arah mobilnya.

Mendengar ucapan Rudi Anjas hanya bisa menunduk lesu. Persahabatan yang dia bangun selama ini harus hancur hanya karena kesalahpahaman. Jauh sebelum Rudi menjalin hubungan dengan Syifa, Anjas memang sudah jatuh hati kepada Syifa. Namun, semua itu diabaikan demi kebahagiaan sang sahabat dan orang yang dia cintai.

"Nak Anjas, maafkan kami, karena kesalahan kami, kamu sampai harus dipecat dan diusir dari rumah itu," ucap Ruli sambil menepuk pundak Anjas.

"Tidak apa-apa Pak, kalau begitu saya pamit dulu, karena mau mengemasi barang-barang saya," jawab Anjas dengan wajah murung.

"Jika kamu mau, kamu bisa tinggal disini untuk sementara waktu," tawar Ruli kepada Anjas.

"Terima kasih Pak, insya Allah," jawab Anjas yang kemudian berjalan ke arah mobilnya.

Sepanjang perjalanan Anjas hanya bisa terdiam sambil terus berfokus pada jalanan di hadapannya. Ada rasa bersalah dalam dirinya atas kejadian yang baru saja terjadi. Namun, semua sudah terjadi kini yang ada hanya penyesalan.

"Siapa yang sudah memberi tahu rumah Syifa kepada Rudi?" ucap Anjas sambil mengemudikan mobilnya.

"Mau apa kamu kesini?" tanya Rudi saat Anjas masuk ke dalam rumah.

"Aku hanya mengambil pakaianku, ada yang ingin aku jelaskan padamu," jawab Anjas sambil berjalan mendekati sahabatnya.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, semua sudah jelas. Ini upahmu bulan ini berikut dengan pesangon mu, cepat kemasi barang-barangmu dan pergi dari rumah ini. Aku tidak mau melihat wajah penghianat sepertimu di rumah ini," ucap Rudi sambil melempar amplop coklat ke arah meja.

"Baik, aku akan pergi, tapi pesanku kamu sudah salah menilai Syifa, dia adalah gadis baik-baik dan dia tidak pernah mengkhianatimu dengan laki-laki manapun," pesan Anjas yang langsung berjalan ke arah kamarnya.

Rumah yang Anjas tempati selama ini memang fasilitas dari Rudi. Bahkan mobil yang ada pada dirinya juga masih milik sang sahabat untuk memudahkannya saat akan memberikan laporan ke kota. Setelah merapikan pakaiannya dan mengembalikan kunci mobil, Anjas langsung berjalan meninggalkan rumah itu.

"Ya Allah, kemana aku harus pergi saat ini?" batin Anjas sambil terus berjalan keluar dari perkampungan itu.

"Mas Anjas!" teriak salah satu tenaga di proyek tempatnya bekerja.

"Iya, ada apa ya Pak?" tanya Anjas kepada laki-laki tersebut.

"Apa yang terjadi? Kenapa Mas Anjas pergi dari desa ini," tanya sang karyawan dengan penasaran. 

"Tidak ada apa-apa Pak, kalau begitu saya permisi dulu," jawab Anjas sambil kembali berjalan.

"Mungkin lebih baik aku kesana dulu, sembari berpikir akan kemana aku selanjutnya," batin Anjas yang saat ini berdiri di pinggir jalan.