"Kenapa Mbak Anita bicara seperti itu?" tanya Syifa dengan penasaran.
"Karena aku tahu kalian pasti punya hubungan rahasia." jawab Anita sambil tersenyum kecut.
"Hubungan rahasia, apa maksud Mbak Anita? Dan kenapa Mbak bisa menyimpulkan hal seperti itu," tanya Syifa sambil berusaha menarik rambutnya dari cengkraman Ningrum.
"Kami pikir aku tolol, tatapan mata kalian saat berpandangan tidak dapat membohongi ku." jawab Anita sambil menatap Syifa.
"Nyonya, lepaskan rambut saya!" teriak Syifa sambil menarik rambutnya dengan keras.
"Asal Nyonya besar dan Mbak Anita tahu, saya dan Mas Rudi tidak ada hubungan apapun selain hubungan majikan dan pembantu," tambah Syifa setelah melepaskan rambutnya dari jambakan Ningrum.
"Ehm, kamu pikir kami percaya. Apalagi pelacur seperti kamu akan sangat muda menggoda semua laki-laki apalagi mereka yang notaben keluarga kaya raya seperti Mas Rudi," ucap Anita sambil berjalan mendekati Syifa.
"Plak!" tiba-tiba Syifa menampar pipi Anita dengan cukup keras.
"Kurang ajar kamu ya berani-beraninya kamu menampar menantu kesayanganku!" teriak Ningrum sambil berjalan ke arah Syifa dan mengangkat tangannya seolah ingin membalas perlakuan Syifa kepada Anita.
"Saya memang diam bahkan tidak bisa membalas kalian, tapi bukan berarti kalian bisa merendahkan saya. Saya diam karena saya menghargai Mas Rudi laki-laki yang sudah membantu saya selama ini." ucap Syifa sambil memegang tangan Ningrum dan meremasnya dengan keras lalu melepaskannya dengan keras hingga membuat Ningrum meringis kesakitan.
"Dasar pembantu kurang ajar, lihat saja apa yang akan aku lakukan kepadamu!" teriak Ningrum kepada Syifa yang mulai berjalan ke arah paviliun.
"Mama tidak apa-apa?" tanya Anita sambil melihat tangan mertuanya.
"Tidak hanya sakit sedikit, kita harus mencari cara untuk membalas gadis kampung itu," ucap Ningrum sambil terus memegangi tangannya.
"Benar, Ma. Aku yakin dibalik kekuatan dia pasti ada kelemahannya," jawab Anita sambil menatap kedepan.
Syifa yang sudah berada di dalam kamarnya langsung menggendong Akbar yang baru saja terbangun dari tidurnya. Dia mulai menggendong dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang. Melihat wajah polos Akbar yang berusia 6 bulan membuat Syifa teringat akan kebodohannya.
"Aku tidak boleh lemah, jangan biarkan orang lain menginjak-injak harga dirimu Syifa. Kamu harus kuat demi masa depan Akbar." batin Syifa sambil menatap wajah polos sang putra.
Mbok Inah yang daritadi mengamati pertengkaran Syifa dan Ningrum langsung bergegas menuju kamar Syifa. Sambil terlihat bahagia dan puas Mbok Inah duduk di samping Syifa. Dia seakan bangga dengan apa yang dilakukan Syifa hari ini.
"Kamu benar-benar hebat, jangan mau harga dirimu diinjak-injak oleh mereka. Apalagi kamu juga Nyonya besar di rumah ini," ucap Mbok Inah sambil tersenyum puas karena melihat Syifa yang sudah berani melawan Ningrum dan menantunya.
"Aku akan berusaha untuk kuat Mbok, apalagi aku harus menjaga Akbar dari orang-orang yang tidak punya hati nurani seperti mereka." jawab Syifa sambil terus menyusui Akbar.
"Kamu tenang saja Mbok akan selalu siap membantumu," ucap Mbok Inah sambil menatap wajah Syifa.
"Ceileh, dua pembantu rendahan lagi bergosip nih." ucap Marni yang ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar Syifa.
"Eh perempuan jelek, kamu bilang kami pembantu? Kamu pikir kamu itu Nyonya besar disini, sadar diri, Neng. Kamu sama seperti kami pembantu rendahan," jawab Mbok Inah sambil berdiri dan berjalan ke arah Mirna.
"Maaf ya, aku itu bukan pembantu rendahan seperti kalian, kelas dan kasta kita berbeda." ucap Marni dengan gaya sok cantik.
"Daripada kamu berdiri disini dan nanti justru membuat mataku katarak, lebih baik kamu cepat pergi ke dapur dan cuci piring sana." jawab Mbok Ijah sambil bertolak pinggang.
"Suruh dong Syifa, tadi aku sudah bersih-bersih meja makan masa sekarang aku juga yang harus cuci piring." ucap Marni sambil terlihat kesal.
"Iya, tidak apa-apa biar nanti saya yang cuci piring." jawab Syifa dengan santai.
"Jangan Syifa jangan, biar pembantu gila ini yang mencuci piring, 'kan kamu kesayangan Tuan Rudi jadi tidak mungkin anak emas harus cuci piring," jawab Mbok Inah sambil melirik Marni yang mulai kesal.
"Halah muka jelek aja bangga, jangan mimpi deh bisa jadi Istrinya Mas Rudi, paling juga kalau Mas Rudi belum menikah sama Mbak Anita dia lebih memilih aku daripada perempuan jelek seperti dia." jawab Marni sambil berjalan ke dapur dengan sewot.
"Daa ... pembantu gila, cuci piring yang bersih ya!" teriak Mbok Inah kepada Marni yang berjalan dengan muka kesal.
Sore hari sepulang kerja Rudi langsung menuju ke ruang keluarga. Di tempat tersebut ada Ningrum, kedua putrinya serta Anita yang sedang menonton acara televisi. Rudi yang baru saja tiba di ruang keluarga langsung menarik tangan Anita ke kamarnya dengan kasar.
"Apa yang sudah kamu lakukan kepada Syifa tadi siang?" tanya Rudi kepada Anita saat mereka sudah berada di dalam kamar.