Sebenarnya ingin sekali Dewanti memeluk Yudis, atau menamparnya, atau mencakarnya, atau apapun yang bisa meluapkan rasa rindu, cinta dan sakit hatinya kepada Yudis. Tapi tentu saja semua itu tak mungkin di depan banyak orang.
“Ada di dalam,” singkat Yudis seraya mengangkat wajah, menatap mata coklat Dewanti yang malam itu lebih indah dari purnama dalam pandangannya.
Dewanti yang memang mempunyai intuisi tinggi segera dapat menangkap kegelisahan hati Yudis melalui tatapan itu. “Hmm ... sepertinya Yudis tak bahagia,” ucapnya dalam hati.
Sementara Bagas sejak tadi hanya menatap secara bergantian wajah Yudis dan Dewanti seperti seorang wasit badminton. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya pada Yudis dan Dewanti. Sangkaannya, Yudis dan Dewanti hanyalah teman yang lama tak bertemu
“Loh … kok malah pada ngobrol di luar sih, masuk dong!” seru Bu Han.
“Eh iya, masuk masuk!” Pak Han menggandeng Pak Jovan.
Mereka pun masuk dari pintu samping agar tidak mengganggu tamu undangan yang sedang duduk di ruang tengah. Rumah itu memang memiliki ruangan-ruangan yang luas.
***
Bagas dan Dewanti duduk berdampingan. Hati Yudis terbakar. Biar bagaimana pun masih ada cinta di hatinya. Begitupun dengan Rara dan Rio, mereka selalu nampak mesra. Sementara Bu Nining segera menuju dapur membantu Bu Han dan Bu Farida menyiapkan hidangan. Yudis duduk sendiri, hatinya semakin teriris oleh apa yang sedang dialaminya kini.
“Ajak keluar dong istrimu, Yudis. Aku pengen kenal,” kata Dewanti.
“Iya, Kang. Ajak Teh Ratri kemari. Kita ngobrol untuk memberi pencerahan kepada calon pengantin ini,” sahut Rio menatap Dewanti.
Bagas tersenyum mendengar kata-kata Rio. “Ah, nggak perlu pencerahan, toh nanti juga bisa sendiri.”
“Biar Rara aja yang ajak Teh Ratri kalau Kang Yudis nggak mau mah,” timpal Rara seraya berdiri. Tanpa menunggu jawaban ia pun segera menuju kamar.
Tak lama ia telah keluar bersama Ratri yang nampak lemah. Rupanya perutnya kian terasa sakit. Rara menggandeng Ratri yang jalan tertunduk menahan sakit hati dan pada perutnya. Rara pun mendudukkan Ratri di samping Yudis yang menatapnya sinis.
“Kayaknya Teh Ratri sakit, Kang. Sebaiknya diperiksa,” kata Rara kepada Yudis.
Yudis diam.
“O, ini toh istrinya Yudis. Kenalkan saya Dewanti!” Dewanti mengulurkan tangan kepada Ratri.
Ratri mengangkat wajahnya perlahan sebelum menyambut uluran tangan Dewanti. Matanya yang lelah bertatapan dengan sepasang mata coklat Dewanti yang menyiratkan kecemburuan. Ratri mencoba tersenyum ketika bersalaman dengan Dewanti.
“Ratri ...,” ucapnya lirih.
“Aku Dewanti sahabat Yudis. Dan ini calon suamiku. Mungkin bulan depan kami akan menikah. Datang ya Teh!” ucap Dewati dengan keramahan yang tidak dibuat-buat.
Ratri menoleh kepada Dokter Bagas sambil mengulurkan tangan. Namun, serentak ia menarik tangannya kembali. Matanya menatap wajah Dokter Bagas tajam. Sementara yang ditatap terlihat salah tingkah.
“Bagaspati!” seru Ratri suaranya mendadak keras.
“Sudah kenal rupanya, Teh!” timpal Dewanti.
“Ya, aku kenal sekali dengan pria durjana ini. Pria bejat yang telah merenggut kesucianku dengan keji!” bentak Ratri. Sorot matanya yang tadi terlihat lelah kini seolah menyala.
“Teteh bilang apa?” seru Dewanti.
Plak! Ratri menampar Dokter Bagas.
“Laki-laki biadab! Karena kau hidupku menderita. Lihat hasil perbuatanmu ini, aku hamil dan suamiku tahu kalau ini bukan anaknya. Manusia bejat! Jahaaatt … aku bunuh kau!” teriak Ratri sambil mencoba mencekik Dokter Bagas.
Suasana tenang berubah riuh. Ratri terus berteriak-teriak memaki Dokter Bagas yang hanya bisa diam. Wajahnya terlihat pucat menyimpan ketakutan yang sangat. Rara berusaha menenangkan Ratri dengan memeluknya. Namun, seperti mempunyai kekuatan baru, Ratri selalu berhasil meronta dan terus menyerang Dokter Bagas sambil tak henti berteriak-teriak dan menangis.
“Hey wanita murahan! Apa maksudmu? Aku tak kenal kamu!” Dokter Bagas akhirnya bersuara.
“Kau boleh saja mengelak Bagaspati, tapi aku tak takut lagi sama kamu, dulu aku tak melaporkanmu karena takut ancamanmu dan takut menjadi aib bagi keluargaku. Tapi sekarang aku sudah tidak peduli. Aku siap menanggung semua aib. Bahkan aku siap mati asalkan kau mendapat hukuman yang setimpal, bajingan!” teriak Ratri.
“Ini lihat hasil perbuatan bejatmu! Di rahimku kini ada janin haram. Lihat! Lihatlah bajingan. Aku akan membunuhnya sebagaimana kau telah membunuh masa depan dan kebahagiaanku,” teriak Ratri lagi. Bahkan kini sambil memukul-mukul perutnya. Jeritan sakit hati dan sakit pada perutnya membuat semua yang mendengar menghampiri.
“Astagfirullaaahh … kenapa Neng!” Bu Farida sambil berusaha memeluk Ratri dibantu oleh Rara dan Dewanti yang langsung sadar apa yang sedang terjadi.
Sementara Yudis dan Rio segera menghimpit Dokter Bagas. Yudis menjambak kerah baju dokter Bagas. “Ternyata kau adalah manusia bejat, Bagaspati!” bentak Yudis dan langsung melayangkan tinju ke wajah Dokter Bagas. Namun dokter Bagas bisa menghindarinya.
“Hey, tunggu! Jangan main tuduh seenaknya, mungkin wanita ini adalah pelacur, kau jangat fitnah aku!” Bagas membela diri.
“Aku berani bersumpah atas nama Allah, Bagaspati! Kau lah yang telah merenggut kesucianku secara keji. Dan Salwa, adikmu sendiri yang jadi saksinya!” lantang Ratri.
“Benarkah apa yang aku dengar ini, Bagaspati!” Dewanti berteriak sambil menatap tajam Dokter Bagas. Yang ditatap terlihat makin salah tingkah. Dia tak bisa lagi mengelak karena Dewanti tahu kalau dia punya adik perempuan bernama Salwa.
“Ti … ti … tidak, De. Ini semua hanya fitnah!” Bagas masih tetap tidak mengakui.
Suasana makin ricuh ketika Yudis berhasil memukul Dokter Bagas hingga jatuh tersungkur. Rio segera memegangi Yudis. Sedang Pak Han dan Pak Jovan segera memegangi Dokter Bagas yang mau mencoba melarikan diri.
“Mau ke mana kau! Kalau kau tidak bersalah kenapa mau kabur!” seru Pak Jovan.
“Bunuh diaaaa ...!” teriak Ratri dan langsung terkulai. Begitu juga dengan Bu Farida. Mereka berdua jatuh pingsan dalam posisi berpelukan.
“Ibuuu ...,” teriak Yudis dan segera menghampiri ibunya.
“Maafkan Aa, Neng ... Aa sekarang yakin kalau Neng hanyalah korban kezaliman. Maafkan Aa ...,” lirih Yudis sambil memeluk tubuh istrinya.
Semua panik. Apa lagi ketika melihat noda darah di rok panjang Ratri. Dewanti segera bersikap. Ia meminta orang-orang untuk membawa Bu Farida dan Ratri ke mobilnya. Maka Rio dan beberapa orang tamu undangan yang saat itu kaget melihat kejadian itu, segera membopong Bu Farida dan Ratri ke mobil. Tante Dian, Bu Nining, dan Yudis ikut serta. Sedang yang lain mengamankan Dokter Bagas dan segera membawanya ke kantor polisi.
***