Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hujan Paling Jujur di Matamu
MENU
About Us  

Sepanjang perjalanan, Ratri terus menatap wajah Yudis dari balik kaca spion depan. Terlihat jelas oleh Ratri wajah Yudis pucat. Namun, mata hitam menyamarkannya. Beberapa kali juga Yudis berusaha menahan batuk dengan menggigit syal. Bu Farida tak mengetahui itu karena sejak tadi ia hanya memandang keluar jendela.

Ratri ingin sekali mengingatkan Yudis agar jangan memaksakan pergi. Ingin sekali ia mengajaknya ke rumah sakit. Tapi semua itu hanya mampu ia ungkapkan dalam hati. Ratri tak mau membuat Bu Farida kaget. Mungkin itu juga alasan kenapa Yudis menyembunyikan sakitnya.

Seperti biasa, jalanan kota Bandung sore hari diakhir pekan macet-macet ayam. Laju kendaraan tersendat-sendat. Yudis semakin terlihat lelah oleh Ratri. Akhirnya Ratri pun tak kuasa menyembunyikan kecemasannya. Ketika Mobil berhenti di sebuah lampu merah, ia membuka jendela. Berteriak kepada seorang penjual asongan membeli sebotol minuman mineral. Lalu menutup jendela kembali setelah membayarnya.

“Kamu haus ya? Memang kalau sedang hamil itu ke mana-mana sebaiknya bawa cemilan dan air minum.”

Ratri hanya tersenyum sambil membuka tutup botol. Kemudian diberikannya kepada Yudis. “Ini minum, Aa.”

Yudis menerimanya tanpa kata. dan langsung meminumnya. Kemudian menaruh botol air mineral itu di dasboard.

Bu Farida tersenyum. “Ibu kira buat Neng.”

“Ratri lupa kalau Aa Yudis belum minum air putih dari rumah, Bu,” jawab Ratri.

“Neng benar-benar istri yang baik, Ibu sangat menyayangimu.” Bu Farida tersenyum lembut kepada menantunya.

Ratri balas tersenyum. “Neng hanya melakukan kewajiban seorang istri, Bu,” jawabnya.

Bukan, itu bukan semata kewajiban tapi cinta. Ketika cinta bersemayam dalam dada, selalu ingin berbakti meskipun tersakiti. Cinta membuat si pecinta selalu ingin yang terbaik untuk yang dicinta. Sucinya cinta tak kan pernah habis terkikis air mata karena ketika kita sudah berani mencinta, maka kita pun harus siap memasrahkan segenap jiwa kepada bahagia dan airmata. Dan bila lampu hijau menyala maka Mobil pun kembali melaju tenang.

***

Senja hampir usai ketika mereka tiba di Margahayu Raya tempat kini Rio dan istrinya bertempat tinggal. Rio masih tinggal serumah dengan kedua mertuanya. Namun itu sepertinya tidak masalah bagi Rio karena Pak Handoko dan Bu Han kedua mertuanya kini sangat menyayanginya. Betapa tidak, Rio yang berpenampilan slengean itu ternyata begitu sayang dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar.

Rio bekerja keras bukan hanya mencukupi kebutuhannya sendiri, tapi kebutuhan sehari-hari kedua mertuanya itu ia yang tanggung padahal, Rio pun masih harus sekolah. Padahal Bu Han dan Pak Han termasuk orang yang berkecukupan.

Rio menyambut kedatangan orangtuanya dengan wajah sumringah. Bahkan Om Syam sempat terkejut ketika Rio mencium tangannya. Tante Diana segera memeluk putranya itu. Tante Diana sedikit pun tak menyangka kalau Rio berubah sedemikian cepat. Rio yang dulu menganggap orangtua hanya sebagai teman, kini begitu takzim. Bu Farida pun tersenyum melihat itu. Sementara Yudis dan Ratri hanya diam.

Bu Han dan Pak Han segera keluar menyambut kedatangan keluarga besarnya. Dengan keramahan yang tidak dibuat-buat, Bu Han menggandeng Tante Diana membawanya masuk.

“Loh, Raranya mana?” tanya Tante Diana setelah semua duduk di ruang tengah pada karpet merah bergambar burung merak.

“Lagi di kamar, Bu. Habis muntah-muntah barusan. Sebantar Rio panggilkan.”

“Nggak usah kasihan. Biar Mama yang ke sana. Kalau boleh sih.”

Tapi rupanya Rara sudah keluar dari kamar dan langsung menyalami semua. Kemudian duduk di samping Rio. Bahkan tak segan-segan Rara bermanja pada Rio.

“Yah, beliin Rara rujak cingur dong …,” katanya sambil tersenyum menatap Rio.

“Waduh, mana ada yang jualan rujak cingur jam segini, Ra?” Rio membelai kepala istrinya.

“Cari dong, pengen banget nihhh.” Rara mengusap perutnya.

Semua yang berkumpul tersenyum melihat kemanjaan Rara dan kelembutan Rio. Kecuali Ratri. Ia menarik napas dalam, hampir saja air matanya menetes jika tidak segera menunduk pura-pura membetulkan bros kerudungnya.

“Nah looh … harus dipenuhin itu, Rio. Kalau nggak bisa-bisa anakmu nanti ileran.” Tante Diana menyahut dan tersenyum.

“Denger tuh Yang!” Rara merasa punya dukungan.

“Yaaah ... kalah deh kalau dua bidadari ini sudah sehati.” Rio garuk-garuk kepala. Kemudian menoleh pada Yudis. “Anterin Rio yu, Kang?” ajaknya.

“Malas ah!” ketus Yudis.

“Ayo dong Yudis, sekalian beliin buat Ratri,” sahut Bu Farida.

Ratri hanya diam. Tersenyum pun tidak. Baginya, semenjak ia tahu bahwa yang ada dalam rahimnya bukan buah cintanya bersama Yudis, tak ada lagi yang dia inginkan dari Yudis selain memaafkannya dan menerimanya apa adanya.

“Baik, Bu.” Yudis akhirnya bersedia.

Yudis dan Rio pergi meskipun mereka tak tahu harus ke mana mencari rujak cingur yang memang sangat susah ditemui di kota Bandung. Mencari Rujak cingur di kota Bandung, sesulit mencari jarum dalam jerami. Tapi, demi kecintaan Rio kepada istri dan janin dalam rahimnya, Rio ikhlas melakukan itu.

 Sementara itu yang lain melanjutkan senda gurau. Ratri minta izin ke kamar mandi. Perutnya makin terasa sakit. Rara mengantarnya. Setelah buang air kecil, sakitnya sedikit berkurang. Ia pun minta air hangat. Rara segera mengambilkannya. Sebagai sesama wanita hamil ia dapat merasakan apa yang sedang dirasakan Ratri. Setelah itu Ratri pun kembali bergabung dengan yang lain.

“Acaranya mulai jam berapa, Jeng?” tanya Tante Diana kepada besannya.

“Nanti habis magrib, Bu. Tadinya sih mau sore, tapi saudara saya yang dari Jakarta minta habis magrib agar mereka sekeluarga bisa datang.”

“O, jadi punya sodara yang di Jakarta?”

“Kakak saya. Dia nikah sama orang bule loh,” jawab Pak Handoko.

“Kok kemarin waktu putra-putri nikah saya nggak tahu ya?” Om Syam ikut nimbrung. Sementara Bu Farida hanya diam.

“Itu dia, ketika kita hajatan, putri mereka kecelakaan dan cukup parah. Makanya kali ini mereka sangat ingin datang.”

“O … semoga aja lancar perjalanannya.”

“Amiin ....”

Rio dan Yudis telah kembali bersamaan dengan kumandang azan magrib. Rara sangat senang karena keinginannya terlaksana. Sementara Yudis tak membawa apa pun. Tentu saja Bu Faridakecewa padanya. Bu Farida sedikit mengomeli Yudis, tetapi Ratri segera bisa menghentikan omelan Bu Farida dengan mengajaknya salat maghrib.

Usai salat maghrib mereka semua kembali berkumpul di ruang tengah. Kecuali Rara dan Ratri, mereka masih dalam kamar. Ratri enggan mengikuti acara itu. Hatinya sangat sakit setiap teringat akan kehamilannya. Belum lagi kemesraan Rio kepada Rara membuatnya semakin merasa tersakiti oleh keadaan.

Satu persatu para tetangga mulai berdatangan. Pak Han menyambutnya dengan keramahan yang tidak dibuat-buat dengan mempersilakannya duduk menunggu undangan yang lain. Pak Syam segera menemani mereka. Sedang kaum perempuan segera masuk ke dalam karena acara ini khusus kaum laki-laki. Tante Dian, Bu Farida dan Bu Han, diam di dapur sambil menyiapkan hidangan untuk disajikan seusai acara nanti.

Di depan, sebuah Alphard hitam berhenti. Pak Han terlihat sangat senang melihatnya ketika dari dalam mobil itu keluar seorang pria bule bersama dengan seorang wanita berkulit hitam manis hampir seusia istrinya.

“Jovan!” seru Pak Han pelan lalu segera ke dapur untuk memberitahu Bu Han bahwa saudaranya dari Jakarta telah datang. Ternyata saudara Pak Han dan Bu Han itu adalah Bu Nining, ibunda dari Dewanti. Malam itu mereka sengaja datang untuk memberikan selamat kepada Rara dan tentu saja ada Dokter Bagas di antara mereka.

Yudis yang ketika itu sedang duduk sambil ngopi bersama Rio di teras rumah sangat terkejut sekaligus senang ketika melihat Dewanti. Begitu pula dengan Dewanti. Ia sejenak terdiam menghentikan langkahnya. Saling bertatapan dengan Yudis. Rasa rindu dan cinta berbaur sakit hati membuat mereka seperti kehilangan kata-kata.

“Mbak Dewanti …,” teriak Rara dari pintu kepada Dewanti yang segera melangkah mendekatinya dan langsung memeluk Rara.

Sementara Pak Han segera menyambut Pak Jovan. ”Apa kabar. Jo?”

“Baik-baik. Mana suaminya si Rara, Han?”

“Saya Rio, Pak. Suaminya Rara!” sahut Rio yang ternyata sudah berada di samping Pak Han.

“Hmm ... ganteng kau, Boy!” Pak Jovan menepuk-nepuk bahu Rio.

Rio tersenyum.

“Kau Yudis kan!” seru Pak Jovan ketika melihat Yudis.

Yudis menghampirinya.”Iya Om. Saya Yudis. Maafkan saya ....”

“Sudah … sudah …, yang sudah terjadi nggak usah dibahas di sini,” timpal Pak Jovan.

“Bung Yudis! Senang bisa bertemu di sini!” seru Dokter Bagas.

Yudis sedikit mengerutkan keningnya, “Anda, Pati kan!” serunya.

“Iya, saya Pati. Lengkapnya Bagaspati yang membeli galeri Anda itu. Tapi sayang galerinya belum saya buka karena sibuk,” jawab Dokter Bagas yang ternyata orang yang membeli galerinya Yudis.

“O iya, Bung Yudis! Kenalkan, Ini Dewanti calon istri saya. Mungkin setelah kita menikah nanti dia yang akan mengurus galeri,” sambung Dokter Bagas sambil menggandeng tangan Dewanti yang sedari tadi masih menatap Yudis.

“Aku sudah kenal, Kak!” sahut Dewanti.

“O, kenal di mana?”

“Kita dulu temenan,” jawab Dewanti sambil tetap menatap Yudis.” O iya Yudis. Selamat ya atas pernikahannya. Andai kamu undang, mungkin aku akan sempatkan untuk datang,” kata Dewanti. Meskipun hatinya sudah ikhlas melepas Yudis, namun sakit itu kini hadir kembali. Luka yang masih basah bagai tersiram air garam. “Ah, kenapa kita harus berjumpa lagi, Yudis!” desah Dewanti dalam hati.

“Maafkan aku ...,” Yudis tertunduk menyembunyikan mendung di matanya.

“Sudah lupakan! Eh … mana istrimu?” tanya Dewanti mencoba biasa di saat hatinya sedang tak biasa.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love Rain
20525      2762     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Dosa Pelangi
638      377     1     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."
Mencari Malaikat (Sudah Terbit / Open PO)
5203      1962     563     
Action
Drama Malaikat Kecil sukses besar Kristal sang artis cilik menjadi viral dan dipujapuja karena akting dan suara emasnya Berbeda dengan Viona yang diseret ke luar saat audisi oleh mamanya sendiri Namun kehidupan keduanya berubah setelah fakta identitas keduanya diketahui Mereka anak yang ditukar Kristal terpaksa menyembunyikan identitasnya sebagai anak haram dan mengubur impiannya menjadi artis...
Nope!!!
1482      681     3     
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan? Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu. Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya. -Ra-
Cecilia
492      269     3     
Short Story
Di balik wajah kaku lelaki yang jarang tersenyum itu ada nama gadis cantik bersarang dalam hatinya. Judith tidak pernah menyukai gadis separah ini, Cecilia yang pertama. Sayangnya, Cecilia nampak terlalu sulit digapai. Suatu hari, Cecilia bak menghilang. Meninggalkan Judith dengan kegundahan dan kebingungannya. Judith tak tahu bahwa Cecilia ternyata punya seribu satu rahasia.
My Daily Activities
916      469     1     
Short Story
Aku yakin bahwa setiap orang bisa mendapatkan apa yang ia inginkan asal ia berdo\'a dan berusaha.
Secret World
3512      1235     6     
Romance
Rain's Town Academy. Sebuah sekolah di kawasan Rain's Town kota yang tak begitu dikenal. Hanya beberapa penduduk lokal, dan sedikit pindahan dari luar kota yang mau bersekolah disana. Membosankan. Tidak menarik. Dan beberapa pembullyan muncul disekolah yang tak begitu digemari. Hanya ada hela nafas, dan kehidupan monoton para siswa kota hujan. Namun bagaimana jika keadaan itu berputar denga...
Kani's World
1783      786     0     
Inspirational
Perjalanan cinta dan impian seorang perempuan dari desa yang bernama Kani. Seperti halnya kebanyakan orang alami, jatuh bangun dihadapinya. Saat kisah asmaranya harus teredam, Kani dituntut melanjutkan mimpi yang sempat diabaikannya. Akankah takdir baik menghampirinya? Entah cita-cita atau cinta.
Praha
300      183     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Blue Rose
293      242     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...