Loading...
Logo TinLit
Read Story - When Magenta Write Their Destiny
MENU
About Us  

Blok 17-Gabriella

Semesta Gabriella

Wangi alpukat menguar dari rambut gue. Botol perawatan tubuh di tangan gue terlempar ke lantai kamar mandi. Ceroboh, ceroboh, ceroboh! Huaaaa, Mamaaa, rambut gue jadi ketumpahan body lotion!

Cepat-cepat gue nyalain shower. Air dingin membasuh kepala gue. Ya, ampun, semoga rambut gue nggak rusak-rusak amat.

Gue memang ceroboh. Bukannya membalurkan tonik, malah cairan beraroma alpukat. Pikiran gue kacau. Hari ini gue mau temenin Gabriel operasi. Dari tadi gue kepikiran dia mulu. Apa dia mengendarai busnya dengan selamat? Apa dia kepikiran juga sama operasi besok? Nggak sabar gue mau jemput dia di pool Bus Jasa Mulia.

Dengan handuk terlilit di kepala, gue berjalan keluar dari kamar mandi. Sebuah tas perjalanan Eiger Duffle Bag menggelembung penuh isi tersandar di bawah ranjang. Gue tersenyum puas. Si bibi udah kemas-kemas beberapa baju gue. Eits, gue bukan mau pergi liburan. Ini semua amunisi gue untuk perjuangan di rumah sakit.

Gaun warna magenta melekat pas di badan gue. Jarum jam di arloji emas yang melingkari pergelangan tangan menunjukkan pukul setengah enam sore. Gue berlalu ke garasi. Rumah lagi-lagi kosong. Mama terlalu sibuk untuk pulang dan quality time sama gue. Tapi, dia udah tau apa yang lagi gue perjuangkan. Mobil gue kebut ke pool.

Gue sampai tepat waktu. Selang semenit setelah mobil gue parkir, armada bus Jasa Mulia yang dikemudikan Gabriel datang. Kaki jenjang gue terayun cepat menghampirinya. Ganjil, tampang Gabriel kusut parah. Mukanya sedih. Dari tadi dia menunduk menatap sepatunya. Tangannya saling remas.

“Briel, kamu nggak apa-apa?” tanya gue lembut.

Susah payah Gabriel memaksakan senyum. Gue jadi waswas. Apa dia keberatan, ya, gue bawa mobil? Gue, ‘kan, bawa mobil biar perjalanan ke rumah sakit lebih efektif. Lagi pula, ini hari spesial buat kami berdua.

“Ella, tadi ada kecelakaan besar di jalan tol.” Gabriel mengadu, nadanya seperti anak kecil yang habis dicurangi temannya saat bermain.

“Aku liat sendiri dengan mata kepalaku. Bus dan truk itu berguling. Penumpang bergelimpangan. Sopir dan kernetnya entah selamat entah ....”

Sampai di sini, perkataan Gabriel terhenti. Luapan rasa simpati membanjir di dada. Gue bisa ikut merasakan apa yang dirasakan belahan jiwa gue. Dia belahan jiwa gue. Pasti kejadian tadi bikin dia teramat takut. Dengan lembut, gue rengkuh dia. Gue belai wajahnya yang kehitaman dan terbakar.

“Kamu orang baik, Briel.” Gue bergumam lembut.

Gabriel menggeleng kuat, tampak sangat berdosa. “Enggak, Ella. Aku nggak bisa tolong mereka. Harusnya aku bi ....”

“Ucapan kamu barusan membuktikan kalo kamu orang baik. Kamu nggak bisa, bukannya nggak mau. Kamu cerita gini ke aku, dengan wajah sedih, itu justru nunjukkin betapa baiknya kamu,” sela gue panjang lebar.

Jemari kurus Gabriel mengusap wajahnya kasar. Azan Maghrib memutus pembicaraan kami. Gue gandeng tangannya menuju mobil.

Asumsi gue nggak sepenuhnya keliru. Di mobil, Gabriel mempertanyakan kenapa gue bawa kendaraan pribadi. Gue jelasin ini gue lakuin demi kenyamanan dia. Gabriel harus nyaman dulu sebelum operasi. Biarlah senja ini anak sultan nyopirin pengemudi bus Jasa Mulia.

Mobil berbelok ke pelataran parkir Burger King. Hampir aja gue nggak kebagian slot. Pandemi nggak menyurutkan orang-orang untuk bukber atau makan di luar. Apa lagi sejak ada vaksinasi. Protokol kesehatan rasanya makin longgar.

Kami menempati meja dekat meja pemesanan. Gabriel pasrah saat gue melangkah lebih dulu ke counter. Gue pesan dua Quattro Cheese Whopper Burger Medium Meal dan dua gelas lemon tea. Sambil makan, gue mikir sesuatu. Ini nih, hal yang bikin gue nggak suka Gabriel tetap kerja di PO Jasa Mulia. Sebuah pekerjaan berat dan penuh risiko. Walaupun Gabriel bilang dia sangat betah di sana, tetap saja banyak risikonya. Dia sering liat kecelakaan parah. Busnya pernah ditumpangi makhluk halus. Dia sering kurang tidur karena menjalani dua kali ritase (perjalanan pulang-pergi) dalam sehari. Pernah juga Gabriel harus merelakan setengah gajinya untuk ganti rugi karena armada bus yang dibawanya rusak di tengah jalan. Belum lagi Nona Corona berpotensi mengincarnya sewaktu-waktu meski katanya ia sudah divaksinasi bersama kru bus lainnya.

Kendati sekarang udah jadi orang pentingnya Gabriel, gue masih segan buat ungkapin ini. Gue pengen banget larang dia kerja di PO Jasa Mulia. Gampang banget buat gue kasih kerjaan baru untuk dia. Terlebih dia calon pendamping hidup gue. Kelak dialah yang akan bantu gue urus PT Kamajaya Real Property tbk.

“Tunggu, Gabriella.”

Suara lembut Gabriel menahan gerakan gue yang mau mencomot sepotong kentang goreng berlumur saus. Dengan gerakan yang sama lembut dengan nada bicaranya, Gabriel menyelipkan anak-anak rambut gue ke belakang telinga.

“Biar rambutmu nggak kotor,” terangnya.

Gue menyuap kentang goreng. Ah, rasanya dua kali lebih nikmat.

“Mau makan apa lagi, Briel?” tawar gue setelah meninggalkan Burger King.

Gabriel terkekeh geli. “Enggak, ah. Kamu kira aku punya perut karet sampai bisa makan terus? Udah kenyang.”

“Loh, ini buka puasa sekaligus sahur buat kamu. Kamu harus puasa sebelum operasi.” Gue mengingatkan.

Sayangnya, Gabriel tetap nggak mau makan apa pun lagi. Alhasil kami langsung ke rumah sakit.

**      

Ruang VVIP Anggrek itu didesain mirip villa. Ia memiliki balkon yang menghadap langsung ke pemandangan alam. Terima kasih untuk arsiteknya yang membangun rumah sakit ini dengan estetika. Gue harap indahnya pemandangan itu bisa meluruhkan kecemasan Gabriel.

Operasi akan dimulai pukul delapan pagi. Masih ada waktu setengah jam lagi. Gue setia berdiri di kaki ranjang, menggenggam tangannya penuh kasih sayang.

“Ella,” panggil Gabriel serak.

“Ya?”

“Gimana kalo operasinya gagal? Gimana kalo wajahku tetap jelek?”

Gue menarik napas sabar. Jujur, gue nggak suka sama pertanyaan begini. Mana mungkin gue meledak marah sedangkan gue lagi puasa dan Gabriel mau masuk ruang operasi? Gue belai tangannya.

“Nggak ada yang bilang kamu jelek. Dan buat aku, kamu laki-laki paling tampan selain mendiang Papa,” ujar gue setulus jiwa.

Bibir Gabriel melengkung membentuk senyuman. Gue harap motivasi gue mengangkat rasa takutnya.

“Apa yang bisa kulakukan untuk balas semuanya, Ella? Biaya operasi, ‘kan, nggak murah.”

Apa ini kesempatannya? Kesempatan buat gue ngomong isi hati gue?

Are you sure? Kamu yakin mau balas ini?” konfirmasi gue.

“Iya. Gimana caranya? Apa aku harus kembaliin uang kamu dengan mencicil?” sambut Gabriel penuh kesungguhan.

“Cuma dua yang bisa kamu lakukan buat membalasnya. Kamu berhenti kerja dari PO Jasa Mulia dan kamu jadi pendamping hidup aku.”

Terlintas keengganan di mata Gabriel. Sebegitu berartikah PO Jasa Mulia untuknya? Gue bersiap menerima penolakan.

“Ella, Jasa Mulia berarti banget buat aku. Perusahaan pertama yang nerima aku kerja. Bosnya baik banget, rekan-rekan kerjanya juga solid. Aku mengalami susah dan senang di sini. Tapi ... dalam hidup, aku juga punya pilihan. Aku udah mutusin buat pilih kamu. Anak sultan yang susah dibantah.”

Kami saling pandang lalu tertawa. Sifat nggak suka dibantah masih mengakar dalam diri gue. Gabriel tahu itu.

Seorang suster membawa ampul. Gue dihalau pergi. Dengan berat hati, gue lepas Gabriel menuju ruang operasi.

Prosedur medis yang dijalani Gabriel adalah skin graft. Kulit wajahnya yang terbakar digantikan dengan kulit baru. Mula-mula dokter melakukan cangkok kulit full thickness. Bagian kulit yang dicangkok lebih tebal terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. Kulit yang diambil berasal dari bagian perut dan klavikula atau tulang selangka. Operasi ini bukannya tanpa kemungkinan komplikasi. Kami sudah tahu beberapa kemungkinan yang akan terjadi: infeksi kulit, gangguan pernapasan, gangguan pembekuan darah, dan perubahan warna kulit. Semoga aja itu nggak terjadi pada Gabriel.

Hati gue rusuh mendaras doa. Gue nggak tenang sepanjang operasi. Kalo bukan bulan puasa, gue udah makan es krim atau nyomotin berbatang-batang coklat. HP gue matiin selama grafting berlangsung. Pikiran gue fokuskan sepenuhnya untuk mendoakan kekasih hati.

Dinding rumah sakit berwarna kuning pupus dengan garis-garis hijau panjang. Seharusnya itu nggak terlalu menyeramkan. Tapi gue nggak tahan. Jadilah gue jalan ke musala. Gue salat sambil doain Gabriel. Jarang banget anak sultan ini salat Dhuha. Gue minta maaf dalam hati karena masih sering menemui Tuhan hanya di saat kepepet.

Lama banget gue di musala. Tau-tau lampu di atas ruang operasi udah padam pas gue balik. Paramedis siap membawa Gabriel keluar dari ruang operasi.

“Operasi berjalan lancar. Kita buka perbannya seminggu lagi,” kata dokter yang bikin gue sujud syukur saat itu juga. Denger gini aja udah bikin gue hepi. Masalah hasilnya, itu urusan nanti dan gue akan terima apa pun hasil operasinya.

Sambil nunggu Gabriel bangun, gue kabarin Magenta. Mereka ikut senang operasinya lancar. Erika meramaikan grup dengan pertanyaan gaje.

Erika Wiguna:

Apa pendapat kalian kalo ada pria gay nyatain cinta sama cewek?

Mata gue menyipit tajam. Pertanyaan absurd apa ini?

Aini Trunajaya:

Kemungkinan besar dia bohong. Entah bohongin ceweknya atau nipu diri sendiri. Orang jelas-jelas dia jeruk makan jeruk. Aneh banget kalo tetiba bilang cinta ke lawan jenis. Semua cowok sama aja: penipu, picik, suka nyakitin cewek!

Gue pengen ketawa bacanya. Si Aini minta diledek. Bukannya jawab pertanyaan Erika, gini respon gue.

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Yakiiin semua cowok sama aja? Berarti Yuke penipu, picik, dan suka nyakitin cewek dong.

Nggak sabar gue nunggu reaksi dia. Gue cengar-cengir baca rentetan obrolan grup.

Aini Trunajaya:

Oh, kalo Yuke jelas bedalah. Dia istimewa.

Marina Kandouw:

Ayah Calvin juga spesial.

Erika Wiguna:

Fritz yang paling sempurna.

Benita Rorimpandey:

Kak Zakaria yang terbaik.

Gue tertawa tertahan. Benita masih aja belain cowok beristri. Segitu bucinnya dia sama Zakaria.

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Udahlah, Gabriel paling t.o.p.

Aini Trunajaya:

Heh, masih ngincer pria beristri aja lo, Ben. Janur kuning udah melengkung woiiii.

Benita Rorimpandey:

Kalo gitu, aku tunggu lengkungannya sampai lurus lagi.

Apa ini sisi gila Benita yang baru gue kenal? Ucapan kayak gini bukan Benita banget. Dia ngarep Zakaria dan si antagonis bercerai. Tapi, siapa tahu?

Erangan Gabriel memecah perhatian gue. Dia udah sadar. Gue rengkuh jemarinya.

“Briel, gimana perasaan kamu?”

“Ella, pengen minum ....”

Suster udah wanti-wanti gue. Mungkin Gabriel akan merasa kerongkongannya kering setelah sadar. Gue kasih minum sedikit demi sedikit. Sesendok demi sesendok air gue suapkan ke mulutnya.

“Ella, gimana kalo aku tetap jelek sehabis operasi?” lirih Gabriel.

Duh, masih sempat, ya, mikir macam-macam. Sambil terus menyuapinya, gue berkata.

“Yang aku cinta dari kamu itu bukan wajahmu, tapi hatimu. Ketampanan hanya bonus. Buat apa good looking tapi bad attitude?

Perban putih yang membalut wajah sepertinya membuat Gabriel tak nyaman. Berkali-kali dia gelisah. Gue elus rambutnya sambil bersenandung pelan. Senandung isi hati gue untuknya.

Kamu adalah sebuah alasan ku tetap ada di dunia

Kamu bukakan kesempatan aku bahagia kembali

Segala duka dan khilaf dalam kisah kasih yang kini terluka

Di pelukan mu ku merasa pantas untuk di cintai

Senyumu melarutkan rasa hati, redamkan sedih

Selamanya cintaku, membawa ke surga yang terindah

Menaburkan bahagia, melukiskan segala kan menjadi nyata

Jika ini takdir, hadir, dan datangkanlah senyummu

Percayalah cintaku hanya kamu surga yang aku rindukan (Bunga Citra Lestari-Selamanya Cinta).

**   

Seminggu lamanya Gabriel dirawat di rumah sakit. Gue berhati-hati jaga dia biar wajahnya nggak terbentur atau kena gesekan. Kekhawatiran gue nggak terbukti. Gabriel baik-baik saja sesudah operasi.

Gue jaga Gabriel sendirian. Mama nggak bisa ke sini karena sibuk. Magenta minta maaf karena mereka dilarang pihak rumah sakit untuk membesuk Gabriel. Sejak pandemi Virus Corona, pihak rumah sakit tegas melarang orang luar menjenguk pasien rawat inap. Pasien hanya boleh didampingi satu orang sehat dari awal hingga akhir masa perawatan.

Gue dapet kabar gembira di sela kesibukan merawat Gabriel. Naskah novel gue di-acc penerbit mayor. Yeeeay, tahun ini gue bakal lahirin satu buku lagi. Bagi seorang penulis, untung-untungan bisa nerbitin buku dalam setahun.

Kini, tiba saatnya membuka perban. Dokter bersiap melucuti benda putih yang membalut wajah Gabriel. Gue berdiri di samping ranjang, erat menggenggam tangannya. Sedikit demi sedikit perban terlepas dan ....

“Alhamdulillah.”

Seraut wajah tampan tersembul keluar. Putih, bersih, dan memesona. Seperti potret Gabriel bertahun-tahun lalu. Kami saling tatap. Gabriel pelan meraba wajahnya.

“Gabriel-ku,” bisik gue terharu.

Paras tampan itu telah kembali. Gabriel mendapatkan lagi apa yang jadi miliknya. Kami berpelukan, erat dan lama. Gabriel tak dapat membendung keharuannya. Gue rasakan punggung gue basah saat dia menyimpan dagunya di sana. Air mata, air mata kebahagiaan mengalir dari pemilik hati yang tulus.

Gue kabarin Magenta dengan girang. Aneh, grup adem ayem aja. Sampai akhirnya Aini japri gue.

From: Ms Yuke

Kayaknya ada yang puasanya batal, nih.

Di bawah pesan itu, terkirim sebuah foto. Tampak tangkapan layar dari akun Angelina Kandouw. Layar memperlihatkan sebuah rumah besar yang lebih mirip toko peralatan bayi. Seluruh isi toko baju bayi dan permainan mandi bola dipindahkan ke rumah itu. Tapi bukan itu yang menarik. Di foto itu, nampak Marina berfoto bersama keluarganya.

To: Ms Yuke

Ini maksudnya apa?

From: Ms Yuke

Marina bohongin kita selama ini. Katanya, dia anak tunggal. Tapi ternyata dia punya kakak. Awas aja, ntar kita jebak dia.

Gue keberatan. Tanpa pikir panjang, gue telpon Aini.

“Aini, gue pikir lo udah bener-bener berubah sejak sama Yuke. Ternyata lo masih ada pikiran jahat kayak gitu,” tembak gue langsung.

“Ini bukan masalah jahat atau baik. Kita udah dibohongin selama ini.”

“Gue juga pernah bohong ke kalian. Gue nyembunyiin tentang Gabriel sekian lama.” Gue masih membela Marina.

Aini berkeras kalau itu beda cerita. Berbohong berbeda dengan merahasiakan. Gue pikir dia udah mulai bias.

“Tiap orang punya rahasia, Aini. Selama rahasia itu nggak menyakiti pihak lain. Memangnya apa ruginya buat kita kalo kita tau Marina bukan anak tunggal di keluarga kandungnya?”

Tiap orang punya rahasia. Sah-sah saja bagi mereka merahasiakan sesuatu. Bukankah privasi adalah hak setiap individu?

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ginger And Cinnamon
7719      1709     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
Liontin Semanggi
1608      972     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
AMBUN
465      331     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
Belum Tuntas
5061      1731     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Cerita Cinta anak magang
553      346     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
Teman Khayalan
1708      743     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Bee And Friends
3186      1221     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
Monday
309      242     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
6071      1907     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Contract Lover
12655      2688     56     
Romance
Antoni Tetsuya, pemuda mahasiswa kedokteran tanpa pengalaman romansa berusia 20 tahun yang sekaligus merangkap menjadi seorang penulis megabestseller fantasy komedi. Kehidupannya berubah seketika ketika ia diminta oleh editor serta fansnya untuk menambahkan kisah percintaan di dalam novelnya tersebut sehingga ia harus setengah memaksa Saika Amanda, seorang model terkenal yang namanya sudah tak as...