Loading...
Logo TinLit
Read Story - When Magenta Write Their Destiny
MENU
About Us  

Blok 15-Erika

Semesta Erika

Magenta

Aini Trunajaya:

Rin, emangnya lo udah baikan, ya, sama Miss Fake?

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Elah, besok mau puasa aja masih ngegibah. Sableng memang si Aini.

Aini Trunajaya:

Woy, ngomong sekali lagi gue sambit!

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Sini, sini sambit kalo kena. Wlek!

Marina Kandouw:

Enggaklah. Cuma gue maafin aja. Abis gue kasian liat dia. Kalo untuk baikan atau percaya lagi, big no.

Benita Rorimpandey:

Selamat menyambut Ramadan, Magenta. Maafin aku, ya ... banyak salah ke kalian.

Gue senyam-senyum baca rentetan pesan di grup. Walaupun seringnya gaje, obrolan kayak gini ngangenin. Rasanya sepi kalo sehari aja nggak bercengkerama sama Magenta. Cuma sekedar ngobrol di grup aja gue udah senang.

Dari sekian chat, kata-katanya ibu peri yang paling meneduhkan. Dia nggak suka ledek-ledekan kayak Aini atau Gabriella. Dia juga nggak seskeptis Marina. Dari pada dianggurin, gue ikutan nimbrung ah.

Erika Wiguna:

Maaf lahir batin ya, Magenta. Abis acara ntar siang, kita Munggahan yuk. Munggahan ala Magenta.

Gue klik info pesan. Semua anggota grup udah baca. Fyi, Munggahan itu tradisi makan bersama menjelang bulan puasa. Ada juga yang melengkapinya dengan ziarah. Munggahan ala Magenta yang gue maksud adalah makan-makan di tempat hits dan Instagramable.

Aini Trunajaya:

Boleh, boleh. Mau makan apa?

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Gue lagi pengen makan orang. Makan elo kayaknya @Aini Trunajaya

Aini Trunajaya:

Ella, siap-siap ya. Bentar lagi santet online meluncur.

Gabriella Jagunab Aryaprabawa:

Oittt ... hanya Yayang Gabriel yang boleh panggil gue Ella. Santet online kata lo? Gue udah punya penangkalnya. Ntar gue pakai paranormal paling mahal. Jangankan santet online, hantu penunggu rumah aja lewat.

Benita Rorimpandey:

Siapa paranormalnya? Pak Sadi, ya? Jangan percaya. Dia aja ngibrit pas digangguin hantu penunggu rumah aku.

Erika Wiguna:

Memang hantu penunggu rumah lo kayak apa, Ben?

Benita Rorimpandey:

Ganteng pokoknya. Baik banget lagi. Hantu itu sering masak buat aku, selimutin aku, kasih aku permen gula merah dan mainan-mainan kecil buatannya, dan ingetin aku.

Idih, mana ada hantu yang baik? Gue ngakak sambil bawa sampah ke luar rumah. Jam enam pagi, waktunya gue buang sampah.

Gue lempar kantong kresek hitam ke bak sampah. Benda yang menggelembung penuh isi itu berguling di bak sampah besar depan rumah. Pas gue berbalik mau masuk rumah, kaki gue terantuk sesuatu.

Wew, ada kotak putih. Huruf “W” besar tertera di tutupnya. Sebuah kartu kecil menempel di badan kotak. Dari kartunya, gue tau kotak ini dialamatkan buat gue. Kenapa nggak dikirim via ekspedisi, ya? Kok cara ngirimnya primitif banget? Dengan hati diliputi tanda tanya, gue bawa kotak itu ke dalam.

Gue celingak-celinguk. Pintu kamar Jefrey tertutup rapat. Mungkin dia masih tidur. Kotak itu gue taruh di pangkuan dan gue buka. Dan ... taraaa, setoples permen cokelat meluncur keluar. Ada kertasnya! Cepat-cepat gue sambar kertas itu.

Untuk kakaknya Jefrey

Kakak yang hebat, pengganti ibu yang luar biasa, koki yang masakannya paling lezat sekompleks.

Dari calon suami,

Fritz Wongsonegara

Mata gue membola. Nggak nyangka Fritz bisa seromantis ini. Fritz memang nggak normal, tapi dia tau cara menyenangkan hati perempuan. Langsung aja gue suapin butiran permen cokelat itu ke mulut gue. Cokelat meleleh di lidah gue, manis dan lezat.

“Hayooo! Makan coklat nggak bagi-bagi!”

Diiringi derit pintu, Jefrey muncul. Nggak ada lagi muka bantal ala orang tidur. Ia tampil segar, wangi, dan ceria. Rambutnya basah, mungkin habis keramas.

Refleks gue menjulurkan kotak permen itu. Jefrey memungut beberapa butir dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Dia terkekeh geli membaca notes dari Fritz.

“Dari calon suami ... ehem ehem,” goda Jefrey.

Sebenernya, bukan kali pertama Fritz kasih gue hadiah. Ini hadiah kelima belas yang dia kasih sejak kami tunangan. Dia pernah memberi gue satu pak pensil warna Pencil Color Lyra Groove Slim Set seharga dua juta lebih. Belum lagi hadiah mahal lainya seperti gaun, sepatu, bahkan iPad. Hadiah-hadiah itu tak termasuk belanjaan bulanan yang dia bayarin dan traktiran tiap kali kami makan atau dia jajanin gue. Fritz nggak pernah mau gue traktir.

“Kak, kenapa ya, Kak Fritz nggak mau tidur sekamar lagi sama aku?” selidik Jefrey kecewa.

Gue tersedak mendengarnya. Jangan-jangan adik gue ketularan gegara deketan mulu sama Fritz.

“Aku nggak bikin salah, ‘kan, sama Kak Fritz?” sambungnya, cemas.

“Enggak. Kakak yang larang. Kalian nggak boleh sedekat dulu.”

Jefrey mengangkat alis. Gue nggak kasih penjelasan lanjutan. Mengenai keabnormalan Fritz bukan kapasitas dia untuk tahu.

“Tapi Kak Fritz masih baik banget loh ke aku. Semalem aja dia transfer ke rekening aku, katanya uang jajan bulanan. Malah dikasih tambahan kalo aku butuh sesuatu.” Jefrey bertutur dengan polosnya.

Ah, Jefrey. Bisa aja Fritz segitu royal karena suka sama dia. Mikirin Fritz bikin gue pusing. Gue jadi lupa kalau harus siap-siap. Hari ini gue ada acara peragaan busana sama anak Magenta.

“Jef, mau ikut nggak? Kakak ada peragaan busana,” ajak gue sambil bangkit berdiri dan membereskan kotak permen.

Tawa Jefrey berderai. Dia ngetawain gue karena gue belum pernah jadi model sebelumnya. Langkah gue surut.

Di antara anak Magenta, hanya gue yang nggak punya banyak prestasi. Gue bukan Marina atau Gabriella yang udah nulis banyak buku. Gue juga bukan Aini yang udah bikin banyak film dan web series. Rasanya gue nggak sepopuler Benita kalau berurusan sama modeling dan piano. Minder gue pas dimintain tolong sama Benita buat jadi model di acara peragaan busana amal. Gue nggak secantik dan seberbakat anak Magenta lainnya. Bahkan Aini yang cuek sama penampilan aja masih lebih cantik dari gue. Gabriella dan Marina jangan ditanya lagi. Mereka udah punya pengalaman catwalk sebelumnya.

“Loh, kok diem? Minder lagi?” Jefrey ikut bangkit.

Stop, Erika. Lo nggak boleh keliatan lemah di depan adik lo. Buru-buru gue pasang senyum dan menggeleng.

“Enggak, tuh. Siapa yang minder? Ayo dong, ikut, kamu jadi pasangannya Aini atau Benita gitu. Mereka, ‘kan, pasangannya agak ... yah spesial,” bujuk gue.

Namun, Jefrey menggeleng. Dia lagi mager katanya. Padahal nih anak body-nya oke juga buat jadi peragawan.

“Ya, udah. Kemungkinan Kakak sampai malem. Soalnya mau Munggahan sama anak Magenta.” Gue menyerah setelah dia nolak.

“Yah, kok gitu? Tega Kakak biarin aku maksi dan makan malem sendirian?”

Menggelikan sekali melihat Jefrey bilang begitu sambil mukanya diimut-imutkan. Gue jitak pelan kepalanya. Ketika gue mau berlalu ke kamar, dia melancarkan jurus.

“Uhuk ... uhuk Kak, aku sakit. Temenin aku, ya.” Jefrey pura-pura batuk sambil memegangi dadanya.

Kalo aja bukan adik gue, udah gue jual nih anak ke tukang kerupuk. Lagaknya bikin sakit kepala. Gue tau kok, mana Jefrey yang sehat dan mana yang sakit.

Waktu gue makin menipis. Gue harus udah sampai di Danish & Monalisa Square jam delapan pagi. Acaranya jam sepuluh, tapi para model mesti brieffing dan dirias dulu. Gue mandi kilat dan langsung berpakaian. Saat gue menyematkan jepit besar berbentuk bintang ke rambut gue, klakson mobil terdengar dari luar rumah. Gue menyambar tas Hermes dari lemari koleksi lalu berlari ke serambi.

Fritz jemput gue. Dia ganteng banget pakai outfit bermotif garis. Wangi Benneton Sport meruap dari tubuh seksinya. Gue terpesona. Mau tampil casual atau formal, Fritz tetap memikat. Andai aja dia bukan gay.

“Udah siap?” tanya Fritz gugup saat berpandangan sama gue.

Gue mengangguk pelan. Sejurus kemudian, Fritz berjalan menuju mobil. Gue berlari kecil menjajari langkahnya. Tangan gue terjulur.

“Kenapa?” tanya Fritz polos.

“Gandeng ....”

Buset, tangannya keringetan pas gue gandeng. Dia kikuk banget waktu bukain pintu mobil buat gue. Mobil meluncur meninggalkan kompleks.

Mata gue tertumbuk ke arah dasbor. Tersandar pigura kecil berisi foto Rafael. Gue terenyak. Tuhan, pedih banget liat foto itu. Fritz belum sepenuhnya lupain mantan pacar sesama jenisnya.

“Fritz, kamu beneran niat pengen sembuh nggak?” tegur gue langsung.

Nyaris saja Fritz menabrak motor di depannya. Dia mencuri tatapan ke arah gue. Sorot matanya menggenggam kecemasan.

“Iyalah. Memang kenapa?”

Gue tunjuk foto Rafael pakai dagu. Fritz manggut-manggut, lalu menyingkirkan foto itu ke laci. Enteng saja dia melakukannya. Tapi buat gue, ini perkara serius.

“Boleh pinjem hp kamu? Bentar aja.” Gue menadahkan tangan.

Si apel tergigit berpindah tangan. Gue buka galeri. Ampun deh, banyak banget foto Rafael. Foto gue aja dikit banget. Dalam satu gerakan, semua foto Rafael gue hapus. Saatnya gue menjauhkan Fritz dari pemicu kelainan seksualnya. Masih belum puas, gue buka sosmednya. Rata-rata friendlist-nya penuh sama akun cowok ganteng dan seksi. Gue unfollow mereka. Perjalanan dari rumah ke mall gue isi dengan menghilangkan jejak cinta sesama jenis.

Fritz menerima kembali hp-nya. Dia melipat dahi melihat hp-nya bersih dari foto Rafael.

“Kok diapusin semua fotonya?” Fritz bertanya sedikit gusar.

“Katanya pengen sembuh. Kamu harus cinta sama aku, dan hanya sama aku. Jangan sama perempuan lain apa lagi laki-laki,” tegas gue.

Kekesalan menepi di wajah Fritz. Tapi ia tidak membantah. Maaf Fritz, gue harus tegas.

**     

Atrium Danish & Monalisa Square dipenuhi stan produk fesyen. Ada dua puluh brand yang mengikuti peragaan busana dan bazar amal. Kursi-kursi bertutup beludru merah diletakkan berjarak. Protokol kesehatan tetap berlaku ketat.

Di samping atrium, terdapat ruangan yang digunakan untuk para model dan perias. Gue dan Fritz masuk ke sana. Fritz berkumpul bersama para model lelaki, dan gue bareng Magenta. Pikiran gue nggak tenang liat Fritz kumpul sama cowok-cowok kece. Liat tuh ada Yuke. Di balik kondisinya yang istimewa, nggak dipungkiri kalo anak pemilik PT Larasati Healthcare itu super ganteng. Aini mesti saingan sama Fritz kalo dia naksir Yuke. Trus ada Om Calvin. Walaupun udah berumur, tampang Om Calvin nggak jauh beda kayak Tao Ming Tse, salah satu personil F4 yang keren abis itu. Gabriel, cowoknya Gabriella, yah walaupun belum operasi wajah, lumayan manis juga. Dan itu ada ....

Deg!

Kok gue kayak kenal? Cowok tinggi, berhidung mancung, dan berkulit hitam manis itu bukannya ....

“Ben, liat. Itu Kak Zakaria, ya?” tunjuk gue untuk mengkonfirmasi.

Benita menoleh dan tersenyum tipis. Kilat samar muncul di mata sipitnya.

“Ya bukanlah, Erika. Kak Zakaria, ‘kan, masih koma,” sangkalnya lembut.

Kalo bukan dia, berarti tuh orang kelewat mirip. Apa mungkin kembarannya? Zakaria anak tunggal. Ah, bodo amat. Bukan urusan gue. Tapi, kenapa Benita biasa-biasa aja, ya, sama cowok mirip Zakaria itu? Biasanya dia baper tentang apa pun yang berkaitan dengan cinta pertamanya.

Selama dirias, gue larak-lirik merhatiin Fritz di seberang ruangan. Radar kewaspadaan gue nyala pas dia deketin posisi duduknya sama Gabriel. Tapi Gabrielnya cuek dan malah ambil tempat di sebelah Yuke. Wah, wah, wah, bahaya. Apa Fritz seleranya sama yang eksotis? Samar gue denger obrolan Gabriella sama Aini. Gabriella ragu sama keputusan Aini yang biarin Yuke ikut acara ini. Aini bilang Yuke akan stay di bagian foto. Jadi, dia nggak ikut jalan atau peragaan busana di atas eskalator. Dia foto aja. Ada beberapa model lain di situ yang bakal temenin sambil jagain.

Sejumlah model lainnya berdatangan. Tante Monalisa libatin Rotarian dan Rotaractor juga. Mereka bergantian dirias sama make up artist terkenal. Shit, mana yang ngerias Fritz rada melambai lagi. Situasi makin bahaya.

Dari segepok literatur yang gue baca tentang gay, gue bisa mengidentifikasi ciri-cirinya. Kebanyakan gay berpenampilan stylish. Mereka sangat memperhatikan bentuk tubuh. Tak sedikit gay yang memiliki pandangan mata teduh dan selalu wangi. Sebagian perempuan justru mengaku lebih nyaman curhat dengan pria gay. Fritz memenuhi semua karakteristik itu. Namun, gue pribadi meragukan validitas informasi itu. Nggak semua pria yang wangi, merhatiin penampilan, dan teduh matanya itu gay. Cowok hetero juga banyak yang kayak gitu. Kalau pria gay itu menikah dengan perempuan, dia akan membentuk dua kepribadian. Di rumah dia bisa menjadi ayah yang tegas dan maskulin. Di luar, saat berkumpul dengan teman-teman gay-nya, dia cenderung bersikap kemayu.

Gue memindahkan pandangan pada Gabriel dan Yuke. Gabriel keliatan tulus banget nemenin Yuke. Kalo dia, gue percaya. Niatan Gabriel memang tulus, bukan mau jeruk makan jeruk. Coba aja Fritz bisa kayak gitu.

Tampak Gabriel berjalan menghampiri kami sambil menuntun Yuke. Mereka sudah selesai di-make over. Dengan lembut, Gabriel menjelaskan posisi Aini pada Yuke. Setelah Yuke bersama Aini, Gabriel mengambil tempat di antara gue dan Gabriella.

“Ella, aku takut.” Gue dengar bisikan cemasnya. Gabriella membelai tangan Gabriel.

“Kenapa harus merasa kecil dan rendah diri, Briel? Sama-sama manusia kok,” balas Gabriella lembut.

Oh, mereka udah mulai beraku-kamu rupanya. Gue tersenyum simpul.

“Aku jelek, Ella. Wajahku bekas terbakar, aku hi ....”

Ejekan Gabriel pada dirinya sendiri terpotong karena Gabriella menempelkan telunjuk di bibirnya. Lalu Gabriella memeluk Gabriel erat. Selanjutnya gue nggak denger dia ngomong apa lagi ke Gabriel. Salut gue. Gabriella si anak sultan yang sombong dan suka pamer, perlahan jadi bijaksana setelah kenal Gabriel.

“Nanti Yuke berdiri di situ, ya. Gini tangannya.”

Oh iya, masih ada lagi pasangan yang nggak kalah sweet. Gue perhatiin Aini lagi tunjukkin titik dimana Yuke harus berpose. Cukup pose aja, dia nggak perlu jalan. Ikatan cinta Yuke dan Aini memang luar biasa. Bertemu Yuke jadi titik balik dalam hidup Aini. Sebelumnya, mana mau Aini yang komersial dan apa-apanya uang mau ikutan acara amal?

Tiba saatnya peragaan busana. Para model beriringan keluar dari ruang rias. Kami menuju atrium. Mall mulai ramai. Om Danish, Tante Monalisa, dan para Rotarian lainnya telah berkumpul. Ada Tante Yvonne juga di situ. Gue agak kaget liat Opa dan Mama. Tante Yvonne terpana liat cowok mirip Zakaria yang gandengan tangan sama Benita.

“Zakaria?” pekik Tante Yvonne refleks.

“Bukan, Tante. Ini bukan Zakaria.”

Itu suara Benita. Kemudian Tante Yvonne tersadar. Ia berjalan ke dekat Benita dan cowok itu. Aneh, dari tadi dia nggak ngomong apa-apa. Mukanya juga pucat banget kayak orang sakit.

“Boleh Tante peluk? Kamu mirip sekali dengan anak Tante.” Tertangkap nada memohon dalam suara perempuan berdarah Minahasa itu.

Dan ... tersaji drama di depan gue. Tante Yvonne memeluk pemuda itu sambil menangis. Air mata bercucuran ke bagian depan gaunnya. Benita berpaling, menyeka ujung mata.

“Halo semuanya ... sudah siap?”

Melankolia terpecah dengan sapaan riang Om Danish. Kami bersepuluh mengangguk. Acara dimulai.

Piano berdenting lembut. Peragaan busana ini diiringi musik secara live. Gue kenal lagunya. Serasa gue kayak finalis Miss Indonesia: peragaan busana diiringi lagu pop dan disaksikan berpasang-pasang mata. Gue, dengan gaun sutra Badui berwarna putih dan selendang rerempek khas Lombok, mulai menuruni tangga eskalator. Tentunya eskalator ini mati. Fritz berjalan dengan kepala tegak di samping gue. Langkahnya rileks banget seolah dia udah sering lakuin ini.

Cinta, kau di mana?

Tak sadarkah luka?

'Ku menahan rasa

Yang kau beri saat itu

Kau hempas semua

Kisah yang kuharap indah

Apa kisah gue dan Fritz akan berakhir indah? Akankah Fritz mencintai gue sepenuhnya? Gimana cara menyembuhkan penyintas SSA menjadi hetero?

Gue tatap dia lekat-lekat. Kami telah menapaki anak tangga terakhir. Di sini kami berpose. Fritz melempar senyum mautnya, membuat para hadirin meleleh.

Namun kau lupakan aku

Untuk dia

Tuhan, tolong yakinkan diriku

Bahwa dia bukanlah untukku

Tolong hilangkan perasaanku

Agar 'ku tak lagi memikirkan dia

Pernah gue berdoa pada Tuhan agar Dia membunuh rasa cinta ini untuk Fritz. Gue pengen nyerah aja. Tapi, gue disentil lewat Pak Aan. Di salah satu pertemuan di kelas, Pak Aan ceritain tentang nasib para LGBT yang didiskriminasi. Beliau juga respek sama Pengadilan Tondano yang mengabulkan pengajuan transgender Aprilia Manganan jadi Aprilio Manganan.

“Coba kalian tempatkan diri di posisi kaum LGBT,” kata Pak Aan waktu itu.

“Silakan tidak menyukai perilaku mereka. Tapi jangan benci orangnya. Menurut saya, diskriminasi terhadap kaum rentan seperti LGBT sama saja melanggar nilai sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dimana kemanusiaan kita kalau masih mendiskriminasi mereka? Mana letak keadilannya? Mana bukti kalau kita beradab? Padahal homoseksual, lesbian, dan biseksual bukanlah pilihan penyintasnya.”

Terbayang di benak gue sosok Fritz yang sendirian. Dia harus berjuang sendiri dengan keabnormalannya. Gue nggak bisa tinggalin dia. Gue harus selalu ada di samping dia, meski nggak dicintai seutuhnya.

Kau hempas semua

Kisah yang kuharap indah

Namun kau lupakan aku

Untuk dia

Tuhan, tolong yakinkan diriku

Bahwa dia bukanlah untukku

Tolong hilangkan perasaanku

Agar 'ku tak lagi memikirkan dia (Brisia Jodie-Cinta Kau Dimana).

Model-model lainnya di sekeliling gue tampil bagus banget. Gabriel dan Gabriella berdiri di puncak tangga eskalator. Senyum menawan mereka persembahkan. Yuke berpose. Kosong tatap matanya, pucat wajahnya, tetapi kuat daya pikatnya. Pengunjung mall terkagum-kagum melihat si tampan mirip Oppa Korea mengenakan pakaian dari brand Jalin Karsa, sangat khas fesyen Indonesia. Benita dan lelaki mirip Zakaria menghipnotis banyak orang. Aini telah bertransformasi menjadi perempuan jelita dalam balutan baju santai berpewarna alam indigovera. Batik bermotif sekar kawung yang dikenakan Om Calvin dan Marina, dipadu dengan gerakan luwes mereka, sudah menarik mata banyak pengunjung mall.

Dua jam lamanya acara berlangsung. Para model tak kenal lelah memesonakan pengunjung mall. Hasil acara ini istimewa. Sepuluh juta terkumpul untuk penenun di NTT yang terdampak banjir dan artisan korban gempa Malang.

“Kita berhasil, Erika! Kita berhasil!” Fritz berseru girang, mengguncang tangan gue.

“Iya, Alhamdulillah. Semoga bermanfaat untuk mereka,” timpal gue bahagia.

Rona bahagia tertinggal di wajah Fritz. Membuat parasnya semakin tampan. Ah, dia terlalu sempurna untuk ditinggalkan. Mata gue basah ketika dia menatap gue dalem banget.

“Fritz, aku akan temenin kamu terus. Meski kamu nggak bisa cinta aku,” janji gue dengan mata berkaca-kaca.

Dia terdiam, sempurna terdiam. Benaknya lagi mencerna ucapan gue. Tanpa gue duga, Fritz menyandarkan kepala gue ke dada bidangnya.

“Erika,” bisiknya sensual tepat di telinga gue.

“Aku mencintaimu.”

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tepian Rasa
1382      687     3     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Main Character
1131      678     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...
KILLOVE
4464      1398     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Tell Me What to do
498      353     1     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
Bimasakti dan Antariksa
214      166     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...
AMBUN
456      324     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
Negeri Tanpa Ayah
14753      2490     1     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
WEIRD MATE
1571      755     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
KAMUFLASE KAMERA DAN CINTA
649      456     1     
Short Story
lelaki bertubuh besar berjaket hitam menunjukan senyum simpul yang khas .senyum yang membuat jantungku berdegup tak beraturan, dan senyum yang selalu mengingatkanku pada perpisahan di bulan Januari. Konflik antara Mas Pras dan Om Tegar tak kunjung usai ,Kamera lah yang membawa aku dan dia pada satu titik dan kameralah yang membuat kita....
Without End
1344      591     1     
Mystery
Di tahun akhir masa SMA nya, atas ajakan dari sahabat baiknya, ia ikut kencan buta dan bertemu dengan pria tampan dengan perilaku yang sangat sopan. Ia merasa bahwa pria tersebut memiliki sisi lain dan tak bisa tak menjadi tertarik, hingga mengantarkan dirinya sendiri terjebak ke dalam lubang yang ia gali sendiri. Kebahagiaan, ketakutan, perasaan terbelenggu, tercekik, sesak nafas, dan ha...